Chapter | 33

709 70 132
                                    

Ps: Bacanya pelan pelan, lalu siapkan hati. Saya tidak tahu apa yang akan Anda rasakan diakhir chapter. Wkwkwkw

*****

Now playing | I'm not the only one - Sam Smith

*****

Lagi, Disa kembali harus menaiki taksi dengan rantang kecil yang ia bawa. Kemarin katanya dia sibuk karena ada masalah di kantor, lalu pagi ini tanpa kabar sama sekali. Ia mencoba sabar, dan terus positif thinking. Meskipun instingnya sebagai perempuan terus saja berteriak jika ada sesuatu yang tidak beres.

Dengan langkah yang terbilang cukup pelan, perempuan itu berjalan menyusuri koridor rumah sakit dengan wajah tertunduk. Tak mengindahkan sapaan semua orang yang melewatinya. Rasanya malas saja berinteraksi saat keadaan hati dan pikirannya sedang kacau.

Saat tangan kanannya ingin memutar knop pintu, samar-samar Disa mendengar suara seseorang di sekitarnya. Dia pun menoleh, menemukan Reyhan yang sedang memapah seorang kakek.

"Kakek masih kuat jalan? Apa saya suruh suster untuk ambilkan kursi roda?"

"Saya kuat kok, dok."

"Tapi kamar mandinya masih jauh."

"Enggak apa-apa, dok. Saya masih kuat, cuma penglihatan saya agak burem," sahut sang kakek dengan suara lemah khasnya.

Disa lamat-lamat memperhatikan interaksi Reyhan dengan kakek itu. Cukup sopan, dan tentu saja tidak banyak dokter yang mau ngurus hal begituan. Namun, kenapa Faska malah mengatakan jika Reyhan itu tidak baik? Sungguh, sifat cemburunya itu sudah keterlaluan.

Perempuan itu pun mendorong pintu di depannya, meloloskan diri dalam ruangan. Disa baru sadar, jika tinggal dua minggu lagi tugasnya di Jakarta akan berakhir sesuai ketentuan awal. Namun, belum ada itikad baik dari Faska yang segera membawa hubungan mereka ke jenjang yang lebih serius. Semoga saja ada keajaiban di akhir Minggu ini untuk hubungan mereka selanjutnya.

"Hhh..." Dia menghela napas saat melirik rantang kecil yang lagi-lagi harus ia makan sendiri. Biasanya dengan semangat ia menunggu respon Faska tentang masakan.

Tidak mau berlarut-larut dalam kekecewaan, Disa mengambil jadwal visitnya. Kembali keluar dari ruangan itu untuk memeriksa pasiennya.

"Dokter Fara!"

"Eh? Dokter Reyhan." sapa Disa dengan bahasa formal karena keadaan mereka di lingkungan rumah sakit.

"Mau visit?"

"Iya, dokter juga?" Disa jalan beriringan dengan Reyhan menuju lift.

"Saya baru selesai visit, mau istirahat sebentar."

Disa hanya mengangguk bersamaan dengan pintu lift yang terbuka. Dia menatap lelaki itu heran karena ikut masuk bersamanya.

"Bukannya dokter mau ke ruangan?" tanya Disa sedikit bingung, pasalnya ruangan lelaki itu kan di lantai lima.

"Iya. Ruangan saja yang sekarang ada di bawah."

"Kenapa gitu?"

Reyhan mengendikkan bahunya, "karna pemilik baru mungkin," cetusnya seperti menyindir Faska.

"Ngomong-ngomong, tugas dokter Fara di sini mau habis, ya?" Reyhan kembali buka suara karena Disa tidak merespon ucapan sebelumnya.

"Iya, kurang lebih dua minggu lagi." Bersamaan dengan keluarnya kata itu, pintu lift terbuka. Mereka keluar dari kotak berjalan itu.

Dari Faska [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang