Chapter | 20

1K 69 13
                                    

Hari ini, Disa kembali bekerja seperti biasanya setelah menghadiri acara resepsi pernikahan Lala kemarin. Karena insiden pak Dani beberapa waktu lalu, dirinya harus menaiki taksi untuk ke rumah sakit. Dia juga sudah mengabari dokter Tania mengenai pak Dani.

Bukannya Disa tidak kasihan pada pak Dani yang harus kehilangan pekerjaannya, tetapi di sini nyawanya yang menjadi taruhan.

Untuk sementara waktu, dia harus menaiki taksi dulu. Atau jika memungkinkan, dia naik bus saja seperti di Malang waktu itu.

"Terimakasih, pak."

Setelah membayar tagihan taksi, Disa memasuki area rumah sakit. Jam baru menunjukkan pukul tujuh pagi, dan dia biasanya visit sekitar jam delapan. Perempuan itu merasa aneh dengan jadwal visitnya di sini. Dia, kan, dokter umum, tetapi entah mengapa jadwal visitnya bahkan sama seperti dokter spesialis. Tidak ada shift malam, atau ke rumah sakit pada hari-hari libur seperti sabtu dan minggu. Meskipun jadwalnya setiap hari, tetap saja terasa aneh.

Drrrtt... Drrrtt...

Disa merogoh tas jinjingnya, mengeluarkan ponsel yang tiba-tiba bergetar.

Faska

Nanti siang aku jemput

"Masih pagi, udah mikirin siang aja," gumam Disa. Bibirnya tertarik, tetapi kepalanya menggeleng tak percaya.

Perempuan itu kembali melanjutkan langkahnya, dengan senyum yang masih mengembang sempurna di wajahnya. Meskipun hubungan dengan Faska tidak memiliki status yang jelas, setidaknya lelaki itu sudah membuktikan bahwa ia serius dengan Disa.

Mengingat Faska, membuat Disa semangat untuk bekerja. Entah kenapa, lelaki itu masih menjadi penyemangat Disa. Untuk kurun waktu yang cukup lama, sepertinya bukan hal yang aneh jika mereka saling melupakan. Namun, perempuan itu kembali menarik simpul di wajahnya karena pengorbanan Faska yang mau menunggunya.

"Eh, Sha, kamu tau enggak? Cucu pemilik rumah sakit bakalan berkerja di sini, loh."

"Yang benar kamu? Yang mana?"

"Yang mana lagi, yang dokter itulah,"

"Bukannya ada dua ya, yang jadi dokter?"

"Ya, berarti keduanya dong."

Disa berhenti dengan tangan yang memegang handle pintu. Percakapan dua suster yang baru saja lewat itu membuatnya tertarik.

Cucu pemilik rumah sakit, dua orang, dan keduanya sama-sama dokter. Apa itu Gladis dan dokter Reyhan?, batin Disa. Perempuan itu berpikir sejenak, lalu mengendikkan bahunya acuh. Toh, ini rumah sakit keluarga mereka, bisa saja gosip itu benar.

•••••

"Sa?"

Yang dipanggil hanya menoleh saat pinggangnya juga ikut disikut. Melihat Rania yang tak kunjung mengeluarkan kalimat apapun, Disa menaikkan sebelah alisnya tanda bertanya.

"Emang bener, ya, kalo cucunya pak Santoso bakalan pindah ke sini?"

"Gue denger, sih, gitu."

"Orangnya gimana? Ramah enggak? Atau galak dan sok berkuasa?" tanya Rania menggebu-gebu. Dia sangat penasaran sepertinya, ingin Disa jaili saja.

"Ya~ gitu deh," sahutnya cuek.

"Gitu gimana?" tuntut Rania tidak puas dengan ucapan perempuan itu barusan.

Dari Faska [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang