Chapter | 45

820 69 24
                                    

Now playing | Surrender - Natalie Taylor

***

“Bolehkah kita menyerah saja?
Menanti hal yang tak pasti, dan menunggumu yang tak kunjung kembali itu membuatku lelah.”

***

Akhirnya hari yang selalu ingin Disa jauhi, datang juga di depan mata. Mau tidak mau, rela tidak rela, dia harus kembali ke kota Malang dengan tangan kosong.

Lusa, dia akan kembali ke sana tanpa mendapatkan apapun. Perempuan itu pernah menyesal kembali ke Jakarta, tetapi itu tidak ada gunanya. Mungkin, dirinya dan Faska memang tidak berjodoh. Mau dipaksakan bagaimana pun juga, jika memang bukan untuknya harus bagaimana lagi.

Disa berada di tahap ikhlas. Di mana dia sudah merelakan Faska untuk bahagia dengan orang lain. Sementara dirinya masih terombang-ambing seperti kapal tanpa nahkoda.

Malam ini dia sedang mengemas semua baju yang akan dia bawa pulang. Sementara oleh-oleh buat keluarga, dia akan membelikannya besok sambil menikmati kota Jakarta. Bisa jadi itu untuk terakhir kalinya dia melihat kota metropolitan. Sebab setelah ini, dia tidak yakin untuk kembali lagi.

Drrrtt... Drrrtt...

Kepalanya menoleh pada benda pipih yang bergetar atas nakas. Disa mengambil benda itu dan melihat siapa yang meneleponnya malam-malam seperti ini.

"Halo, Mi," sapanya setelah menempelkan ponsel itu di telinga.

"Sayang, gimana? Jadi pulang lusa?" tanya Marisa dengan hati-hati. Dia tidak ingin melukai perasaan putrinya.

"Jadi, Mi. Mami mau Disa bawain apa? Disa bakalan belanja oleh-oleh besok."

"Mami enggak mau apa-apa buat oleh-oleh. Mami cuma mau kamu kembali dengan selamat. Udah, itu aja."

Disa cukup terharu dengan ucapan sang mami. Dia pun menengadahkan kepalanya untuk menahan air mata yang siap meleleh.

"Disa?" panggil Marisa saat putrinya tak lagi bersuara.

"Iya, Mi. Disa di sini," sahut Disa dengan suara parau. Mau ditahan seperti apapun, pada dasarnya Disa memang ingin menangis.

"Sayang, kalo kamu ada masalah, cerita sama mami. Mami khawatir kalo kamu nangis kayak gitu."

"Enggak kok, Mi." Sesekali perempuan itu menghapus air matanya, "Disa cuma pengen nangis aja. Rasanya Disa capek, dia lelah dan pengen istirahat. Mungkin pas pulang ke sana Disa bakalan ambil cuti karena capek." 

"Sayang, kamu berhak istirahat. Kamu udah terlalu lama berjuang. Mami ngerti," tukas Marisa lagi. Dia menahan dirinya agar tidak ikut menangis demi menguatkan Disa.

Samar-samar, Disa kembali mendengar suara gaduh di seberang sana. Seperti orang tertawa bercampur dengan suara erangan seseorang.

"Mi, itu ... suara siapa?" tanya Disa curiga.

"Ah itu? Ada temen papi kamu yang berkunjung."

"Malam-malam gini? Udah hampir jam sepuluh loh." Spontan Disa melirik ke arah jam atas nakas, sekedar membuktikan ucapannya.

Dari Faska [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang