Chapter | 30

965 67 15
                                    

Dengan girang Disa berjalan menuju dapur, membuka kulkas dan memeriksa bahan makanan di lemari es itu.

"Eh? Bahan-bahannya udah habis?"

Perempuan itu baru ingat jika beberapa hari ini, dia memang sering sarapan dengan roti. Sedangkan makan siang, dan makan malam, banyak habiskan dengan Faska. Padahal rencananya dia ingin memasak sesuatu untuk bekal Faska besok pagi.

Baru jam delapan, belanja aja deh, batin Disa. Akhirnya dia pun memutuskan keluar setelah mengambil dompet, dan kardigan cokelat tua dalam kamar. Dia pun mulai keluar dengan menggunakan baju rumahan yang dibalut oleh Kardigan tadi.

Setelah mengunci pintu rumah, Disa harus berjalan sedikit pada jalan setapak di pekarangan rumah.

"Nona, Anda mau kemana?"

Suara lelaki di belakangnya membuat Disa terperanjat. Dia menatap dua lelaki itu dengan tatapan takut, karena wajah mereka terlihat sangar meski dalam pencahayaan yang minim.

"Siapa kalian?" Disa semakin merapatkan tubuhnya ke pagar, menjaga jarak dengan dua lelaki itu.

"Kami bodyguard yang disuruh untuk menjaga nona," sahut salah satu diantara mereka.

"Si-siapa yang nyuruh kalian?" tanya Disa yang semakin takut. Apa selama ini gerak-geriknya diperhatikan oleh seseorang, pikirnya.

"Tuan Fandhi, Nona."

Disa langsung bisa bernapas lega, meski begitu ada rasa kesal karena lelaki itu begitu posesif terhadapnya.

"Jadi, nona mau kemana?" tanya lelaki tadi sekali lagi.

"Aku mau ke supermarket di depan," sahut Disa seadanya.

"Apa ada hal yang perlu dibeli? Berikan pada kami saja, Nona," pinta lelaki satu lagi yang jika diperhatikan lebih detail, memiliki tato kalajengking di pelipis sebelah kiri.

"Tidak perlu, aku bisa sendiri," tolak Disa. Dia akan lebih senang jika mengerjakan hal-hal tersebut sendiri, tidak dilayani seperti ini.

"Tapi Nona, tuan Fandhi menyuruh kami untuk menjaga Nona agar tetap aman."

"Aku bukan anak kecil, aku bisa menjaga diri." Disa mengambil ruang kosong agar bisa mengelak dari mereka. Sayangnya kedua lelaki itu bergerak cepat.

"Kenapa susah sekali untuk keluar dari rumah sendiri," desisnya sembari menatap dua lelaki yang mengaku bodyguardnya itu dengan jengkel.

"Biar kami saja, Nona," ucapnya sekali lagi.

Dengan kesal, Disa menaruh catatan belanjaannya atas tangan lelaki itu. Rencananya dia akan mengambil uang, tetapi lelaki itu sudah dulu pergi. Meninggalkan dirinya dengan lelaki bertato kalajengking itu di depan rumah.

"Sebaiknya Nona segera masuk, ada orang yang mengintai rumah ini."

"Apa?" Disa bertanya sekali lagi, berharap jika perkataan lelaki itu salah.

"Silakan masuk, Nona."

Lelaki itu malah mendorong sedikit tubuh Disa agar segara masuk dalam pekarangan rumahnya. Lagi-lagi dia terkejut saat lelaki itu mengunci pintu gerbang rumahnya.

Hei, sejak kapan dia punya kunci duplikat pagar itu, batin Disa bertanya-tanya. Meski langkahnya sudah hampir ke depan pintu masuk, dia tetap memperhatikan gerak-gerik lelaki tadi dengan detail. Jika seperti ini, dia menjadi parno sendiri. Ia harus meminta pertanggungjawaban dari Faska, lelaki itu sudah berlebihan.

Dengan perasaan yang masih dongkol, Disa mengambil ponsel dalam saku kardigannya. Mulai men-diall nomor Faska, ingin sekali dia memarahi lelaki itu.

Dari Faska [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang