Chapter | 27

916 69 5
                                    

Weekend telah usai, saatnya kembali pada rutinitas sehari-hari. Begitu juga dengan Disa yang sudah berada  rumah sakit dengan. Entah mengapa hari ini Faska tak menjemputnya. Kemarin, dirinya menelpon lelaki itu balik, tetapi tidakk diangkat. Perasaannya pun menjadi tidak enak. Seperti akan terjadi sesuatu yang buruk.

Detik berikutnya perempuan itu langsung menggelengkan kepalanya. Mengusir setiap pikiran buruk yang akan membuat suasana hatinya menjadi jelek.

Setelah memeriksa jadwal visit, ia pun mulai menaiki lift menuju lantai lima dari rumah sakit. Hari ini, dia harus mengecek keadaan seorang pasien di ruangan VVIP bersama Rania.

"Keadaan bapak makin membaik, semoga cepat sembuh, ya."

Disa membereskan peralatannya yang dibantu oleh Rania, ia juga memberikan obat yang akan di minum oleh pasiennya.

"Terimakasih, dok," kata bapak tadi.

Mereka berdua keluar dari ruangan tadi, tidak ada yang membuka suara sampai membuat Rania mengernyitkan dahinya. Dia merasa bingung dengan keadaan Disa yang tampaknya kurang fokus. Tadi saja dia tampak gelagapan saat memeriksa pasien, seperti dokter baru.

"Sa," panggil Rania akhirnya.

"Hm?" perempuan itu menoleh padanya.

"Lo ... ada masalah?"

Disa kembali mengalihkan pandangannya ke depan, memperhatikan koridor lantai lima yang lenggang.

"Cuma masalah kecil, biasalah miskomunikasi."

"Sama Faska?" tanyanya lagi untuk memastikan.

"Hm, begitulah."

Rania tidak bertanya lagi, melihat bagaimana Disa menjawabnya sudah menjelaskan jika dia tidak ingin membahas masalah tersebut. Akhirnya dia juga diam, menunggu Disa buka suara.

"Ran."

"Ya?" sahutnya cepat.

"Lo ngerasa aneh enggak, sih, sama jadwal gue?"

"Aneh gimana?" Rania mengernyitkan dahinya lagi.

"Aneh aja gitu, masa gue enggak ada jadwal malam. Terus, kayaknya pasien yang gue tangani itu kebanyakan dari VIP," terangnya.

"Kok gue baru sadar, ya? Gue juga mikir gitu pas lo udah ngomong. Kenapa, ya?"

"Enggak tau, makanya gue nanya lo. Gue pikir lo tau." Disa mencebik, tidak ada gunanya juga bertanya pada Rania.

Saat mereka hampir sampai pada lift, kemunculan dua orang dari salah satu kamar inap membuat Disa mematung. Di depan sana, tampak Clara sedang bergelayut manja di lengan kokoh milih Faska. Yang paling menyakitkan adalah sikap lelaki itu yang santai saja, tidak mempermasalahkan Clara yang melakukan itu.

Mereka juga berhenti tepat di depan lift, keempatnya membatu karena terkejut akan kehadiran satu sama lain. Disa, perempuan itu membagi tatapannya antara Faska dan Clara. Terakhir dia menatap lekat lengan Faska yang masih digunakan oleh Clara.

"Disa." Faska yang lebih dulu buka suara setelah keheningan yang melanda.

"Apa aku berhak minta penjelasan sama kamu?" tanya Disa sarkas.

"Tentu aja, setelah aku nganterin Clara kita bicara, ya?" pinta Faska dengan nada rendah.

Disa memalingkan wajahnya, menatap Rania yang masih berada di sampingnya. "Ran, jadwal saya setelah ini apa?" dia mengalihkan pembicaraan, seperti tak menganggap mereka berdua ada di depannya. Rasanya sakit saat dinomorduakan seperti itu. Bahkan hanya untuk sekedar meminta penjelasan saja, ia harus menunggu setelah Faska mengantarkan Clara dulu.

Dari Faska [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang