"Haru, telpon Bang Oci gih, suruh jemput pakai mobil."
Haruto menghela nafas.
Saat ini, mereka sedang berdiri di teras supermarket, masing-masing membawa barang belanjaan.
"Na, hp Haru kan lagi dibaikin, gimana nelponnya? Tangan dia juga sibuk ngangkut itu semua." Mashiho menunjuk pada dua tumpuk dus Milo di tangan Haruto.
Dua?
Iya, Haruto memang mengambil dua dus Milo, tapi yang satu ia bayar menggunakan uangnya sendiri.
"Tau nih, Mbak enggak mikir," timpal Haruto ikut-ikutan.
"Iya, iya, sorry," kata Nako setengah hati sembari mengeluarkan ponsel dari kantong jaket dan menghubungi Yoshinori.
"Halo, Bang?"
"Kenapa, Na?"
"Jemput dong, bawa mobil."
"... kalian dimana emangnya?"
"Di supermarket dekat gerbang komplek, tadi belanja dikit."
"Ga mungkin sedikit. Kalau sampai minta jemput pakai mobil pasti ngeborong."
"Tau aja. Eh, tapi nih ya, aku lagi bareng Haru sama Cio. Masa kita bopat? Aku sih ogah jadi cabe Jepang."
"Bopat apaan?"
"Bonceng papat," celetuk Haruto, mendekatkan mulut ke ponsel Nako.
Nako pun sontak mengernyit dan menoyor kuat dahi adik lelaki jahanamnya itu.
"Hehe, ya udah sini buruan ya, Bang. Ada es krim juga, takutnya meleleh," kata Nako akhirnya.
"Iyaaa."
"Oke, babay."
"Hmm."
Setelah mematikan sambungan, Nako mengambil satu es krim rasa cokelat mint dari plastik belanjaan dan menikmatinya. Segar sekali.
"Heran, kok bisa-bisanya ada manusia yang suka makanan rasa odol," gumam Haruto sambil memandang ke arah lain. Menyindir memang punya nikmat tersendiri.
"Mbak lebih heran, kok ada manusia yang hobi julid-in kakaknya." Nako sontak melirik sinis.
Mashiho terkekeh mendengar percakapan mereka berdua.
"Haru, Nana, aku duluan, ya. Malas nungguin Bang Oci." Ia berjalan menjauh sambil mengayunkan plastik di genggamannya.
Nako melirik ke arah dus yang berada di tangan Haruto. Sebenarnya, gadis itu sendiri tidak keberatan pulang jalan kaki. Toh, apa yang dia bawa tak begitu berat. Ia hanya kasihan pada adiknya yang mesti membawa barang berat sampai ke rumah. Kalau nanti Haruto jadi pendek seperti dia dan Mashiho, bagaimana?
"Kalau kabur juga, ntar hp Mbak aku ceburin ke kolam."
Nako berhenti menyuap es krimnya. "Dih, suudzon aja kamu. Mbak tinggalin beneran baru tau rasa."
Setelah lelah menunggu Yoshinori yang ternyata lebih lama daripada perkiraan, Haruto akhirnya meletakkan dus itu ke tanah. Pegal juga ternyata.
"Ru, mau coba ini, gak?" Nako menyodorkan es krimnya pada Haruto.
"Enggak. Aku bukan pemakan odol."
"Ih, kamu ngomong begitu karena belum pernah coba! Cepat cicipin sini!"
Haruto heran, kenapa mbaknya malah ngegas, sih?
Setelah pertimbangan yang cukup panjang, akhirnya dia memutuskan untuk mencoba es krim itu. Lagipula, sebenarnya dia memang tak pernah merasakan varian rasa mint dalam es krim (karena kedengarannya saja sudah tak benar).
"Pwehh"
Haruto mengeryitkan dahi, kemudian meludah ke samping begitu memasukkan sendok es krim ke dalam mulut.
Nako tertawa kencang melihat respon yang ditunjukkan adiknya sambil menepuk tangan ke paha.
"Puas banget ya ketawanya, Mbak?" Haruto mengembalikan es krim itu ke tangan Nako. Mulutnya masih terasa aneh, sedikit pedas (?) dan dingin. Benar-benar bukan kesukaannya. Malah, Haruto berani bilang, benci.
Malamnya pun ketika menyikat gigi, dirinya terbayang akan sensasi aneh es krim mint yang rasanya tak jauh berbeda dengan pasta gigi.
Pemuda itu langsung pergi ke warung terdekat untuk membeli pasta gigi Kodomo varian stroberi, setelah itu menyempatkan diri untuk bermain catur satu ronde bersama Pak Daesung selaku satpam rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Whimsical Siblings
FanfictionYoshinori, Mashiho, Nako, serta Haruto. Empat bersaudara sengklek yang hidupnya normal-normal ajaib. Dan ini adalah kisah pendek mereka.