"Cio, kamu udah ngerjain PR prakarya?" Nako berbisik pelan, pasalnya guru matematika wajib sedang menjelaskan materi di depan sana. Dengan muka panik, ia menyenggol lengan Mashiho, benar-benar tak sabar untuk mendapatkan respon dari sang kembaran.
"Hah?" Mashiho yang tidak fokus---entah sedang memikirkan apa---pun mengerjapkan mata dua kali.
"Prakarya. Udah?" ulang Nako lagi.
Mashiho yang tampaknya masih loading, menggunakan lima detik miliknya untuk berpikir.
"Oh, udah. Kamu belum, emangnya?"
"Bukan belum, ketinggalan," bisik Nako pelan, lalu mengambil sebuah buku kosong yang selalu dia siapkan jika saja terjadi sesuatu yang urgent seperti saat ini.
"Liat, dong."
Mashiho mengambil buku latihan prakarya miliknya dari dalam laci meja, lalu memberikannya pada Nako.
"Makasih." Nako berbisik, lalu dengan gerakan cepat mulai menyalin isi buku tersebut.
Tak membalas, Mashiho malah tersenyum sendiri karena otaknya yang sedang memikirkan hal lain.
Nako yang sempat melirik ke samping itu pun langsung saja melempar tatapan heran. Tapi, sudahlah, ada hal yang lebih penting yang mesti dia lakukan.
TAPI, keanehan Mashiho tidak hanya sampai di sana. Saat jam prakarya, dia melakukannya lagi---melamun sambil sesekali menahan tawa.
Nako menolehkan kepala ke arah Mashiho, kemudian melambaikan tangan di depan wajahnya, tapi dibalas dengan senyuman tak jelas.
"Bapak guruuu, Chiba Mashiho kayaknya lagi enggak enak badan! Saya bawa ke UKS, yaa?"
Mashiho tersentak, langsung sepenuhnya sadar dari lamunan ketika mendengar Nako berseru kencang.
"Na, ngapain, sih?" bisik Mashiho panik. Jelas, karena atensi seisi kelas jadi tertuju pada mereka berdua.
Nako tidak memperdulikan pertanyaan tersrbut. Ia menarik tangan Mashiho begitu mendapat anggukan dari sang guru yang sedang berhenti menuliskan sesuatu di papan tulis.
"Na, aku gak sakit."
"Iya, kamu sakit. Buktinya kamu ketawa sendiri kayak orang enggak waras," jawab Nako sambil terus menyeret saudaranya ke ruang UKS.
"Aku beneran enggak sakit, tau."
Nako memaksa Mashiho untuk berbaring di salah satu ranjang, lalu menutup kain pembatas ruangan.
"Kalau enggak sakit, terus kenapa? Jelasin," katanya sambil berkacak pinggang.
Mashiho berpikir cepat. Kalau dia mengatakan dirinya sedang jatuh cinta pada anak OSIS tadi pagi, kira-kira bagaimana respon Nako? Apakah biasa saja? Atau justru heboh dan memberitahu seantero planet?
Hmm ... sepertinya opsi kedua lebih masuk akal.
"Iya, aku memang lagi sakit. Ah, pusing, nih."
Mata Nako memicing curiga.
Aduh, Mashiho baru ingat jika dirinya tak pandai berakting.
Sembari terus menatap sang kembaran dengan intens, Nako berjalan mundur, menghampiri anak PMR yang tengah bertugas menjaga UKS. Kebetulan itu kenalan satu ekskul paduan suaranya, Jo Yuri.
"Yur, aku minta tolong awasin dia, ya. Kalau tingkahnya aneh-aneh, ntar langsung laporin aja ke aku," katanya setengah berbisik supaya tak terdengar oleh Mashiho.
"Siap, Na. Serahin aja ke gue." Yuri mengacungkan jempol.
Nako mengangguk dan pergi dari ruang UKS, setelah sempat melambaikan tangan pada Mashiho yang kini tampak lemas sekali, seperti orang tak terurus yang tidak pernah diberi makan oleh orangtuanya.
'Hmmmm, ada yang enggak beres'
KAMU SEDANG MEMBACA
Whimsical Siblings
Fiksi PenggemarYoshinori, Mashiho, Nako, serta Haruto. Empat bersaudara sengklek yang hidupnya normal-normal ajaib. Dan ini adalah kisah pendek mereka.