☁️ One Morning ☁️

3.9K 387 89
                                    

Pagi yang cerah, pagi yang indah.

Yoshinori duduk di kursi panjang teras belakang rumah, menyeruput kopi susu sembari memikirkan satu-dua hal.

"Bang, gula habis tuh."

Lamunan-lamunan yang sempat muncul di kepala Yoshinori langsung buyar ketika Haruto datang dengan susu coklat kotakan di tangan serta wajah datarnya.

Yoshinori mengerutkan dahi dan berhenti meneguk.

"Ya terus? Beli sana," titahnya enteng.

Haruto melengos kembali ke kamar tanpa memerdulikan ucapan sang abang. Lebih baik kembali rebahan di ranjang daripada keluar rumah pagi-pagi begini. Menyesal juga rasanya memberitahu Yoshinori kalau persediaan gula di dapur sudah habis.

"Haruuu! Hp Mbak manaaa?" Nako menyerobot masuk ke kamar Haruto dengan wajah kesal. Kedua tangan diletakkan di pinggang, wajah cemberut.

"Kamu ini, ya! Kalau minjam itu bilang-bilang!" Nako mengambil ponselnya dari atas ranjang Haruto.

"Emangnya gara-gara siapa hpku rusak?" sindir Haruto kalem.

Mendengar balasan itu, seketika Nako berhenti mendumel. Otaknya memutar kilas kejadian dua hari lalu, ketika ia dengan niat jahil mengagetkan Haruto sampai membuat lelaki tinggi itu jatuh ke kolam renang bersama ponselnya.

"Kan Mbak udah minta maaf." Nada bicara Nako berubah. Ia duduk di pinggiran ranjang Haruto sambil memasang wajah memelas.

"Denger ya, Mbak. Jurus itu mungkin mempan ke semua orang di seluruh penjuru bumi ini, tapi enggak buat aku," komentar Haruto ketika melihat perubahan ekspresi sang kakak. Terlebih, mata besar yang berbinar-binar.

"Kamu belum maafin Mbak?" tanya Nako, mengabaikan ucapan Haruto barusan. Wajahnya makin memelas.

Kalau boleh jujur, sebenarnya itu agak menggerakkan hati Haruto. Maksudku, siapa yang tega melihat wajah lucu itu menatap dengan mata sedih?

Tapi, bukan Haruto namanya jika tidak memasang wajah sok keren.

"Gimana, ya ... eum ... satu dus Milo mungkin bisa bikin aku mempertimbangkan apakah Mbak layak dimaafin atau enggak."

Nako berhenti memasang raut minta dikasihani, kemudian meraih boneka beruang putih-salah satu karakter di animasi We Bare Bears, lalu memukulkannya ke kepala Haruto.

"Ya udah, Mbak beliin!" Nako beranjak dari ranjang dan pergi ke luar. Haruto menyusul setelah meletakkan boneka tadi ke posisi semula, karena tak bisa membayangkan gadis mungil itu mengangkat satu dus susu cokelat yang berat.

Begini-begini, Haruto juga punya hati nurani. Oh iya, sekalian beli gula juga.

"Kalian mau kemana?" tanya Mashiho dari sofa ketika Nako dan Haruto melewati ruang tengah.

Nako sontak menoleh ke belakang ketika mendengar kata 'kalian'.

"Haru? Kamu ikut?"

Haruto mengangguk tanpa bersuara.

"Mau beli Milo. Kamu mau ikut juga?" jawab Nako, mengajak saudara kembarnya. Lebih ramai lebih asyik, kan?

Mashiho mempertimbangkannya beberapa saat. Mager sih, tapi gabut juga di rumah seharian. Akhirnya, dia mengangguk mengiyakan ajakan tersebut. Segera setelah mematikan TV, mereka pergi ke supermarket berada tak begitu jauh dari rumah.

"Aku tau kalau belanjaannya bakal beranak begini," gumam Mashiho, melirik ke troli belanjaan yang sedang didorong oleh Haruto.

"Kan mumpung lagi di sini, sekalian aja beli apa-apa yang kurang," kata Nako.

Whimsical SiblingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang