☁️ Abang Oci Kenapa? ☁️

816 163 30
                                    

"Terima kasih sudah datang, Tante," ucap Yoshinori ketika mengantarkan Eunsang dan mamanya ke teras.

"Mama," koreksi Naeun, menepuk pelan lengan Yoshinori sambil tertawa.

Yoshinori mengangguk sambil tersenyum manis. Eunsang langsung merinding melihat itu. Entah hanya hanya pikiran Eunsang atau bagaimana, tapi Yoshinori kelihatan tak terlalu menyukainya.

Ah, tidak boleh suudzon. Mungkin mereka hanya belum saling kenal.

Ya, mungkin.

Berpikir positif adalah koentji.

Segera setelah pasangan ibu dan anak tersebut meninggalkan halaman rumah, pintu depan ditutup.

Nako berlari ke kamar papahnya supaya tidak ditanyai macam-macam. Sementara itu, Mashiho mengembalikan pisau yang ada di atas rak ke dapur, lalu bersama Haruto kembali melanjutkan kerjaan di sana.

"Na, sini," panggil Yoshinori yang membuka sedikit pintu kamar sang papah.

Nako cemberut.

"Kenapa? Kalian berantem?" tanya Yudai sambil menoleh ke anak gadis satu-satunya itu.

"Enggak, Pah. Nana cuma lagi pengen di sini aja, kok."

"Keluar sebentar, Na," kata Yoshinori pelan.

"Sana deh, dengerin kata Oci." Yudai mengelus rambut Nako sambil mengukir senyum lembut. "Nurut sama Abang kamu."

Mendengar kata Papah, Nako mengangguk sambil cemberut dan berjalan gontai keluar ruangan bernuansa krem tersebut.

"Abang mau marahin aku?" tanya Nako sambil memandangi lantai dan menggoyang-menggoyangkan ujung kaki.

Yoshinori yang sedang menutup pintu kamar Yudai pun menggelengkan kepala. "Enggak. Mau ngajak kamu kembali ke dapur aja."

"Bohong."

Tanpa banyak bicara, Yoshinori langsung menyeret Nako ke dapur untuk bersama-sama menyelesaikan masakan yang sempat tertunda karena kedatangan dua tamu tak terduga tadi.

Ketika Nako mengangkat ayam-ayam dari minyak panas ke saringan, ia beberapa kali mendapati Yoshinori sedang melirik ke arahnya.

"Abang, mau ngomong apa, sih? Bilang aja, aku jadi gak fokus diliatin mulu."

"Kamu masih ada hubungan sama dia?"

Nah, betul kan.

"Mau aku jawab versi jujur atau versi supaya Abang gak ngadu ke Papah?"

Yoshinori menghela nafas dan meletakkan kedua tangan di pinggang.

"Jujur."

"Iya ... masih."

Yoshinori mengacak rambut sendiri, sedikit frustasi menghadapi adiknya yang sudah mulai tak bisa diberi tahu.

"Abang, kita cuma beda satu tahun, jangan anggap aku anak kecil yang enggak bisa jaga diri." Nako meletakkan jepitan besinya di atas wajan, kemudian mematikan kompor dan berdiri menghadap Yoshinori.

"Justru karena kita ini sebaya, Abang tahu persis bagaimana sifat dan isi kepala cowok-cowok di umur segini."

"Memangnya bagaimana?" tanya Nako. "Jorok?"

Yoshinori menelan ludah bingung. "Y-ya, jorok. Pikiran mereka penuh sama hal-hal begituan."

"Dih, Abang aja kali," celetuk Haruto yang berjalan melewati mereka berdua. Dia memasang wajah jijik.

"Kamu diem dulu," ujar Yoshinori kesal, kemudian kembali menatap Nako yang berdiri di sebelahnya.

"Tapi Eunsang itu---"

"Abang mohon, seenggaknya sampai kamu lulus SMA -ah, atau sampai Abang yang lulus."

Nako diam di tempat. Yoshinori sampai memohon hanya untuk memintanya tak berpacaran dengan Eunsang. Memangnya masalah ini sebegitu penting kah?

"Bisa? Abang mau jagain kamu sedikit lebih lama lagi. Biarkan Abang manjain kamu tanpa harus liat kamu mesra-mesraan sama anak itu. Gak bakal lama."

Nako sontak menatap lurus ke mata kakaknya. Perasaan yang tidak enak mulai menyelimuti hati.

"Kok ngomongnya gitu, sih? Serem, tau. Aku gak suka, ya."

Yoshinori ingin mengatakan sesuatu. Sesuatu yang selama ini ingin dia sampaikan pada ketiga adiknya sejak beberapa waktu lalu. Tetapi, sepertinya sekarang bukanlah waktu yang tepat. Jadi, pemuda itu hanya buru-buru menghilangkan ekspresi sedihnya, lalu terkekeh dan mencubit pipi Nako.

"Maaf. Abang gak maksud apa-apa. Kamu gausah mikir yang aneh, tadi salah milih kata doang."

Nako hanya menatap tajam, masih tak bisa sepenuhnya menghilangkan perasaan aneh pada dirinya.

Abang kenapa?

Whimsical SiblingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang