"Demi nafkahin makhluk gak tau untung kayak kalian, Yudai sampai harus kecelakaan!"
Yoshinori menunduk, menatap lantai rumah sakit dengan tangan yang saling bertautan, berusaha bersikap sopan. Sementara itu, seorang wanita berumur empat puluh tahunan tampak menyeru penuh emosi dengan telunjuk tertuju ke arahnya.
"Kalian dan mama kalian sama aja, cuma bisa nyusahin!"
Tangan Yoshinori mengepal. Tidak, kenapa harus membawa mama mereka? Apa salahnya? Untuk apa menyeret orang yang sudah tenang di sana?
Kalau saja Yoshinori tak bisa menahan emosi sedikit lebih lama, mungkin saja kepalan itu sudah melayang entah ke siapa. Mungkin tante itu, atau anaknya yang mengangguk setuju di balik tubuh sang ibu, bahkan bisa juga pengawal mereka yang mengawasi beberapa meter di belakang sana.
Semuanya tampak mengesalkan, memuakkan.
"Ibu capek ngeliat anak ini. Suruh dia pergi."
Yuto melirik ke arah Yoshinori, lalu memberi kode padanya untuk segera menjauh.
"Fuck," umpat Yoshinori pelan. Ia berjalan dengan langkah tak tentu, entah membawanya ke mana.
Di sisi lain, Yudai Rino memijat kening, pusing. Ia dan anaknya kemudian duduk di kursi besi yang membentang panjang.
Bagi wanita itu, anak-anak Yudai adalah parasit. Seperti mama mereka yang entah datang darimana, menikahi Yudai, sehingga lelaki itu sampai pergi dari rumah lantaran keduanya tak mendapat restu untuk melangsungkan pernikahan. Walaupun akhirnya sang ibu terpaksa memberi restu, hubungan Yudai dengan keluarganya masih panas.
Rino membenci bagaimana adiknya yang manis dan penurut tiba-tiba menarik diri, hidup jauh dari keluarga besar mereka, dan menikahi seorang gadis antah berantah.
Haruto menatap Yoshinori yang melangkah mendekat. "Gimana?"
"Ya enggak gimana-gimana," jawab Yoshinori sambil mengambil tempat di sebelah Mashiho.
"Abang mau?" Haruto menyodorkan botol minumnya pada Yoshinori yang tampak kelelahan. Rambutnya sudah agak basah karena keringat.
Yoshinori menyambut botol itu dan menghabiskan isinya dalam sekejap. Air sudah habis, tapi entah mengapa dia masih merasa sesak di dada. Ucapan Tante Rino masih terulang-ulang di benaknya.
Setelah menunggu selama satu jam, seorang pria berbaju abu-abu tampak keluar dari UGD. Pada bajunya terdapat beberapa noda darah, dan di pipinya ada luka gores yang cukup panjang. Ia berjalan pincang ke arah empat Yudai.
"Pak Kyuhyun!" Yoshinori berseru tertahan ketika melihat supir ayahnya itu. Suaranya sontak membangunkan Nako yang tertidur menyandar pada Haruto.
"Bapak enggak kenapa-napa?" tanya Yoshinori, berdiri membantu pria itu untuk duduk di kursi seberang.
Kyuhyun mengangguk, lalu sedikit mengaduh ketika pantatnya mendarat di permukaan kursi. "Saya mah gapapa. Tapi papah kalian sedikit lebih parah," jawabnya.
"Bapak boleh istirahat dulu," kata Yoshinori, menahan diri untuk tidak bertanya, karena sejujurnya ada banyak sekali pertanyaan yang ada di kepalanya. Tetapi, supir mereka itu masih dalam keadaan yang tidak baik.
"Saya sudah diobatin, jadi gak usah khawatir," balas Kyuhyun. "Pak Yudai sepertinya kepikiran sama kalian, saya ke sini untuk mastiin kalau kalian baik-baik aja."
"Jadi Papah udah sadar?" tanya Mashiho cepat.
"Iya, mungkin sebentar lagi bakal dipindahkan ke ruang perawatan."
"Pak, Bapak kembali ke sana aja, deh. Bapak kan juga masih sakit. Kenapa sih, maksa ke sini?" Haruto mulai bersuara, setelah melihat Kyuhyun yang beberapa kali memegangi kakinya.
Yoshinori kembali duduk di kursinya, seraya memperhatikan Pak Kyuhyun yang nampaknya akan bersuara.
"Saya beneran sudah baik-baik aja. Sebenarnya, malah saya yang mohon buat keluar, soalnya parno sendiri ngeliat peralatan medis di dalam."
Haruto mengangguk. "Ya udah kalau Bapak enaknya begitu. Semoga cepat sembuh."
"Makasih, Haruto."
Sempat ada jeda, tak ada yang berbicara diantara kelima orang yang saling duduk berhadap-hadapan tersebut.
"Jadi ... sebenarnya gimana sampai bisa kecelakaan?" Yoshinori akhirnya tak bisa menahan diri untuk tidak bertanya.
"Begini." Pak Kyuhyun membenarkan posisi duduknya. "Tuan Yudai sebenarnya pulang dua hari lebih cepat daripada jadwal. Karena gak sabar banget ketemu kalian, dia lupa beli oleh-oleh. Padahal dari kemaren udah gembar-gembor mau ngasih surprise untuk kalian. Jadinya, kami nyari oleh-oleh pas udah sampai di kota ini. Saya diminta ikut turun buat bantu milihin. Tiba-tiba, ada mobil ngebut yang nyasar ke toko. Kaca toko itu diterobos. Yudai yang posisinya lagi bayar di kasir, lumayan banyak keluar darah karena pecahan kaca. Saya cuma kebentur meja dan jatoh. Di ambulans, baru saya telpon Nako."
Mereka mendengar cerita Pak Kyuhyun dengan seksama. Haruto menelan ludah mendengar kecepatan bicara Pak Kyuhyun yang dilakukan dalam satu tarikan nafas. Kemudian, layaknya anak sekolahan, Nako mengangkat tangan ingin bertanya.
"Pak, yang nabrak sekarang ada di mana? Apa dia tanggung jawab?"
"Yang nabrak ...." Pak Kyuhyun menghela nafas. "Meninggal di tempat."
Keempat Chiba sontak tersentak kaget. Dada Mashiho menjadi sedikit sesak.
"Luka Papah ... separah apa?" tanyanya pelan.
"Sepertinya ada beberapa bagian yang harus dijahit, terutama di lengan. Gak banyak, tapi ada luka yang lumayan dalam. Eh iya, Tuan Yudai juga kejatuhan rak kayu, mudahan aja gak berpengaruh banyak ke kepala."
Nako meraih tangan Mashiho. Ia tahu kalau saudara kembarnya itu sangat ketakutan. Apalagi melihatnya yang tampak kesulitan bernafas.
"Cio, Papah pasti gapapa. Kita doain, ya."
Haruto yang duduk di antara Nako dan Mashiho langsung melepas gandengan keduanya. Ia menggenggam erat tangan kakak-kakaknya itu, berusaha memberikan kekuatan dan meyakinkan mereka bahwa semuanya akan baik-baik saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Whimsical Siblings
FanfictionYoshinori, Mashiho, Nako, serta Haruto. Empat bersaudara sengklek yang hidupnya normal-normal ajaib. Dan ini adalah kisah pendek mereka.