S2|Maaf

44 4 0
                                    

Kalau ada kata yang lebih dari 'maaf' pasti kata itu yang akan aku ucapkan.
Maaf, Na.

🐾🐾🐾

Jarum jam sudah menunjukkan pukul 9 malam, namun seseorang yang sedang ditunggu Aina belum juga pulang. Ia khawatir pada Elang karena sekarang hujan turun sangat deras ditambah suara petir yang membuat Aina gelisah ketakutan. Makanan yang sedari tadi ia masak masih belum disentuh sama sekali, sudah bisa dipastikan makanan itu menjadi dingin karena sudah lebih dari 2 jam makanan itu tersaji di meja makan.

Aina tidak bisa langsung memakan masakannya karena terlalu cemas pada Elang. Berkali kali Aina menelfon Elang namun tidak ada satupun yang dijawab. Begitu juga dengan pesan yang sama sekali belum dibaca padahal ponsel Elang sedang aktif tadi.

"Apa Elang neduh dulu ya?"

"Ah nggak mungkin sih, kan dia bawa mobil"

"Apa gue tanya sama Reska aja ya"

Aina langsung menghubungi Reska namun nomornya juga tidak bisa dihubungi, sama halnya dengan Satya dan Bima.

Duarrr

Aina tersentak kaget saat mendengar suara petir yang sangat menggelegar. Ia benar benar takut, ia dirumah sendirian. Tidak mungkin ia menyuruh pak satpam menemaninya di dalam rumah kan.

Aina mencoba menepis rasa takutnya, namun tanpa aba aba air matanya membasahi pipi mulus miliknya karena suara petir yang tak juga berhenti.

"Elang hiks.. Kamu dimana aku hiks ta-takut hiks"

Aina terus menangis sambil memeluk tulutnya, ia duduk di lantai dekat meja makan. Ingin rasanya ia berlari lalu bersembunyi dibalik selimut untuk mengurangi rasa takutnya, namun untuk berjalan pun Aina tidak kuat. Entah kenapa Aina begitu takut dengan suara petir itu.

Aina merasakan hawa dingin menyentuh kulitnya yang hanya mengenakan piyama pendek.

Pukul 11.30 Elang memasuki rumahnya, ia merasa bersalah pada Aina karena ia pulang hampir tengah malam seperti ini.

Saat membuka pintu dan sampai di ruang keluarga dekat meja makan, matanya membulat saat melihat Aina tertidur di lantai sambil memeluk lututnya. Ia langsung berlari menghampiri Aina.

Ia menggendong tubuh Aina yang terasa sangat dingin menuju kamar mereka.

Elang membaringkan Aina dan menarik selimut untuk Aina sampai sebatas leher.

Ada jejak air mata di pipi gadis itu membuat Elang teringat sesuatu, tadi hujan turun sangat deras diiringi dengan suara petir yang luar biasa menggelegar. Aina takut petir.

Ia mengusap wajahnya kasar, ia sungguh merasa bersalah pada istrinya ini. Ia pergi tanpa tau waktu, harusnya ia sadar kalau ia sudah mempunyai istri dan hidupnya sudah tak sebebas dulu.

Elang melihat kening Aina yang berkeringat padahal hawanya sangat dingin. Ia menempelkan punggung tangannya di kening Aina. Sungguh terkejutnya dia saat merasakan suhu tubuh Aina yang sangat panas. Ia langsung turun ke dapur untuk mengambil baskom dan handuk kecil tak lupa mengisi air untuk mengompres Aina. Saat ia melewati meja makan, ia tertegun melihat makanan yang Aina masak belum tersentuh sama sekali, itu artinya Aina belum makan sejak pulang sekolah. Ia makin merasa bersalah, bisa bisanya iya sudah makan diluar sedangkan Aina menunggunya makan dirumah.

Elang merawat Aina dengan penuh kasih sayang. Ia mengusap lembut kepala Aina lalu mengecupnya lama.

"Maaf, Na. Gara gara nungguin aku kamu jadi gini. Harusnya aku langsung pulang waktu urusan ku sudah selesai tadi, bukannya malah seneng seneng makan di luar, kamu pasti takut ya, Na" ucapnya disusul kecupan lembut di pipi kanan istrinya.

"Maaf, maaf banget" Elang segera memposisikan tubuhnya berbaring disamping Aina sambil memeluk gadis cantik yang nampak sangat pucat itu.

🐾🐾🐾

Aina membuka matanya yang terasa sangat berat. Tangannya terulur memegangi keningnya yang tertutup handuk. Matanya melebar saat melihat tangan besar Elang melingkar di perutnya.

"Apa semalam Elang yang bawa gue ke kamar terus ngerawat gue?"

Ia tersenyum, sangat yakin Elang telah melakukan hal itu. Namun senyumnya luntur saat mengingat kejadian semalam, ini semua terjadi karena ia menunggu suami menyebalkan ini pulang. Ya walaupun Elang sudah menyuruhnya untuk tidak menunggu, tapi tetap saja harusnya Elang mengerti kalau Aina ingin menunggunya.

Perutnya terasa sakit karena kelaparan, ia belum makan sejak pulang sekolah karena niatnya ingin makan bersama Elang.

Entah jam berapa Elang pulang, ia tak tau. Ia bertekad untuk mengerjai Elang dengan cara berpura pura marah.

Ia kembali memejamkan matanya dan mencoba menahan perutnya yang sangat lapar ini.

Di tengah kesadarannya namun memilih menutup mata, Aina merasakan gerakan manusia yang tengah memeluknya ini.

Aina merasakan jemari Elang membelai lembut rambutnya, ia berusaha menahan bibirnya yang akan melengkung membentuk senyuman.

Sedetik kemudian tubuhnya menegang saat Elang mencium keningnya. Namun sebisa mungkin ia menetralkan dirinya.

"Maaf ya, Na. Gara gara aku semalam kamu jadi demam, dan kamu juga belum makan" ucapan Elang yang terdengar lembut itu membuat pertahanan Aina hampir runtuh, oh Elang nya ini sekarang menjadi pria lembut dan sedikit romantis ya.

Elang mencium kening Aina lagi, lalu bangkit menuju kamar mandi. Diam diam Aina membuka matanya dan tersenyum manis, ingin rasanya ia memeluk Elang, tapi ia harus ingat, ia sedang berpura-pura merajuk.

Sekitar 10 menit Elang keluar dari kamar mandi, mendengar pintu terbuka Aina segera memejamkan matanya, ia memang sudah bangun tapi ia tak bisa bohong kalau badannya sangat lemas, kepalanya juga masih terasa pusing.

Elang melirik Aina yang masih tertidur, setelah itu ia pergi ke dapur untuk membuatkan Aina bubur.

Setelah selesai membuatkan Aina bubur dan menyiapkan obat. Elang kembali ke kamar.

Ia meletakkan nampan berisi semangkuk bubur ayam, segelas air putih dan obat di atas nakas.

"Na, bangun" Aina mendengar dengan jelas Elang membangunkannya. Namun ia masih betah mengerjai Elang.

"Na" Elang menepuk pelan pipi Aina

"Eugh" sungguh akting yang luar biasa Aina :v

"Makan dulu, Na"

Aina bangun lalu duduk bersandar di kepala ranjang.

"Cuci muka dulu ya, terus makan" Aina hanya diam tanpa ekspresi dan langsung menuju kamar mandi walaupun sedikit lemas, setelah selesai Aina duduk lagi dengan posisi yang sama seperti tadi, bersandar di kepala ranjang.

"Nih aaaa" Elang mulai menyuapi Aina namun Aina tak kunjung membuka mulutnya dan malah menatap Elang tajam. Elang menghembuskan nafas pasrah.

"Maaf, Na. Tadi malem aku pulang kemalaman, janji nggak gitu lagi" Aina masih diam.

"Maaf ya, Na" ucap Elang sambil menggenggam tangan Aina dengan satu tangannya.

"Hmm"

"Sekarang makan dulu ya"

"Hmm"

"Aaaa"

Aina menerima suapan demi suapan dari Elang. Dalam hatinya, Aina ingin sekali memuji masakan Elang. Rasanya enak, walaupun hanya bubur ayam tapi pasti Elang kesulitan dalam membuatnya, terbukti Elang membutuhkan waktu lama untuk membuat semangkuk bubur ini. Ia juga ingin sekali menggoda Elang dengan mengatakan apakah seorang Playboy bisa memasak?

Tapi semua itu hanya bisa diucapkan dalam hati, bisa gagal acara merajuknya nanti kalau sampai ia bertanya.

Dan satu lagi, Aina ingin sekali tertawa karena melihat wajah sedih Elang yang terus mengajaknya bicara namun tak pernah ditanggapi olehnya terkadang Elang juga menghembuskan nafas yang kelihatan pasrah sekali dengan keadaan.




TBC

My Sweet Boy (S2 END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang