DdK▶1

5.5K 175 4
                                    

Langsung masuk cerita aja ya....
So,
Maaf jika banyak typo🍎

▶◽◀



"Kenapa?" Suho melihat Jisoo yang tampak merenung di sofa ruang tengah.

Bukannya menjawab, Jisoo malah langsung memeluk tubuh laki-laki Kim yang merupakan suaminya itu. Perempuan itu menangis dalam dekapan Suho. Membuat Suho bingung, ada apa dengan istrinya.

"Maaf...." lirih Jisoo.

"Kenapa?"

Jisoo melepas pelukannya. Memberikan sebuah kertas pernyataan dari dokter. Suho menerimanya dengan bingung. Ia tersemyum, tetapi senyum itu luntur saat membaca isi daei kertas putih tersebut.

"Maaf... Hiks..." Jisoo menangus sambil menutupi wajahnya.

"Kamu..... nggak bisa...... hamil?" Suho menatap kecewa istrinya.

"Hiks... maafin aku...." Jisoo memeluk Suho lagi. Berharap suaminya itu mengerti dirinya.

Sedangkan Suho hanya diam. Ia tak tahu harus merespon apa. Tetapi yang pasti ia sangat kecewa dengan kabar buruk ini. Beberapa bulan lalu Jisoo keguguran, dan sekarang perempuan itu dinyatakan tak bisa hamil?

Suho tak tahu harus bagaimana sekarang.



▶◽◀

Setelah sarapan pagi bersama, Suho berpamitan untuk pergi ke kantor. Ia harus mengurus perusahaan. Tetapi diperjalanan, ia terus memikirkan kejadian semalam. Bagaimana dia bisa mendapatkan keturunan jika begini keadaannya?

Suho menghela nafasnya lelah. Ia tampak tak bersemangat hari ini.

"Selamat pagi pak," sapa Irene saat Suho datang. Tetapi sapaannya itu tak dibalas oleh sang bos.

"Pak?" Irene menyadarkan lamunan Suho.

Suho tersenyum sambil menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

"Maaf, saya melamun ya?"

Irene hanya tersenyum.

"Pagi juga Irene. Oh ya, jadwal saya padat hari ini?" Tanya Suho basa-basi.

"Lumayan sih pak," jawab Irene.

Suho mengangguk dan langsung melanjutkan jalannya ke ruangannya. Meninggalkan Irene yang kini sibuk merapikan berkas-berkas untuk bahan meeting nanti siang.

"Suho dah dateng?" Tanya seorang yang ternyata teman dari bosnya itu, Kris Wu.

Irene tersenyum. "Sudah pak,"

Kris mengangguk dan langsung menuju ke ruangan Suho. Membuat Suho terkejut dengan pintu yang tiba-tiba terbuka itu.

"Pagi... tuan Kim," sapa Kris.

"Ngagetin aja lo," Suho menatapnya dengan kesal.

"Hehe..." Kris hanya menyengir lebar. "Eh... bay the way nih... sekertaris lo tiap hari makin cantik aja," ujar laki-laki Wu itu sambil menaik turunkan alisnya. Membuat Suho menatapnya dengan datar.

"Maksud lo apaan?"

Kris tersenyum lebar. Suho selalu tahu apa yang ia inginkan.

"Buat gue lah kalo masih jomblo,"

"Nggak!"

Kris menatap Suho dengan satu alis terangkat. "Why?"

"Lo playboy."

"Terus, apa masalahnya sama lo? Toh... ujungnya kalo ada korban, dia yang jadi korbannya. Bukan lo tuan Kim..." santai Kris.

Suho menghela nafasnya. Ia sendiri juga tak tahu kenapa memikirkan sekertarisnya itu. Otaknya pun memutar, mencari alasan untuk menanggapi ucapan Kris.

"Yah... ribet aja gitu. Dia sekertaris gue, ntar kalo misalkan kerjanya ngga fokus gara-gara lo, gimana?"

Terkekeh pelan, Kris benar-benar merasa aneh pada Suho. Temannya itu sepertinya terlalu gila kerja. Hingga sekertaris dan berkas-berkas pentingnya itu terus terpikirkan.

"Lo kayaknya beneran gila kerja," kekeh laki-laki Wu tersebut. "Pantes, belum dapet anak," ledeknya lagi.

Jika Kris sedang terkekeh, maka Suho sekarang sedang berlawanan ekspresi dengan Kris. Pria itu teringat tentang tadi malam. Membuat Kris kini juga mengubah ekspresinya menjadi bingung.

"Bro, are you ok?" Tanyanya.

Suho tersadar dan mengangguk saja.

"Cerita aja kali," ujar Kris. "Lo lagi ada masalah ya?" Tebaknya.

"Sok tau lo," ujar Suho dan menatap laptopnya.

"Dih, songong amat gamau cerita," Kris melipat kedua tangannya dan bersandar.

Lama mereka terdiam dengan posisi seperti itu, Kris pun mencari topik agar dapat berbicara dengan Suho.

"Ntar malem clubbing?" Menaikkan satu alisnya sambil menatap Suho. Tak lupa juga dengan sudut bibir terangkat membentuk senyum miring.

Mendengar hal itu, Suho menghentikan aktivitasnya dan menatap Kris. "Nggak,"

"Tapi kayaknya lo lagi butuh itu deh, bro," Kris tersenyum miring.

Suho masih diam. Club bukanlah hal yang biasa untuknya. Ia bukan tipe orang yang suka ke tempat seperti itu. Tetapi ajakan Kris cukup menarik.

"Lagian lo sok banget nggak mau cerita. Padahal kan masalah hidup tuh harus dibagi, biar nggak bebani gitu," Kris mencoba memancing Suho.

Suho terdiam. Benar juga, ia sedang membutuhkan sesuatu untuk menenangkan pikirannya. Ia menatap Kris yang juga sedang menatapnya dengan senyuman.

"Kelamaan. Ntar pulang kantor gue samperin!" Ujar Kris.

Pintu terketuk, lalu terbuka. Tertampaklah figur cantik sekertaris Suho, Irene yang kini sedang tersenyum ramah.

"Maaf pak mengganggu. Saya hanya mau menyampaikan, Pak Suho harus rapat. Karyawan sudah menunggu," ujar ramah Irene.

"Oh, iya" Suho berdiri. Menatap Kris, dan Kris mengerti tatapan itu. Laki-laki Wu itu hanya mengangguk saja.














T. B. C.
Tinggalkan votenya yaa:)🍎🙏

Dirimu dan Kamu_end-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang