DdK▶22

1.2K 101 10
                                    

Maaf jika banyak typo🍎


▶◽◀




Jisoo tersenyum kala melihat Suho sudah mulai menjauh dari rumahnya. Tetapi tak lama, ekspresinya berubah kala sebuah mobil memasuki area rumahnya. Mobil hitam mewah itu ternyata Kris pemiliknya.

"Pagi Kris... Suho nya udah berangkat tadi," ujar Jisoo.

"Gue kesini nyari lo,"

"Aku?" Jisoo menunjuk dirinya sendiri. "Kenapa?"

Tanpa banyak bicara, Kris menunjukkan sebuah foto yang membuat Jisoo semakin bingung.

"Gue tau lo pasti kenal banget sama nih orang," ujarnya.

Jisoo tersenyum lebar. "Ya jelas lah!"

"Dan gue yakin, lo sayang banget sama nih orang!"

Jisoo mengangguk. "Ya kali gue nggak sayang sama ayah gue sendiri," kekeh Jisoo.

"Bagus. Kalo lo sayang sama dia, lo harus tanggung semua perbuatan dia!" Kris menatap tajam Jisoo.

Jisoo yang sedari tadi tenang-tenang saja, kini malah mengubah raut wajahnya menjadi bingung. Kenapa Kris tiba-tiba seperti ini? Ya, memang semenjak kemarin pria itu berbicara dengan sangat dingin.

"Mmm maksud-"

"Gue yakin lo paham maksud gue!" Ujar Kris, lalu melempar foto itu dan menginjaknya. Membuat Jisoo melotot tak percaya.

"Kris...."

"Kim Jisoo! Lo pasti nggak lupa kan, sama Xuan Wu?" Ujar Kris dengan menahan penuh emosinya membuat Jisoo langsung mematung.

"Dia adik gue kalo lo pemgen tau!" Ujar Kris lagi dan membuat Jisoo merasakan sesak di dadanya.

"A-adik?" Jisoo terbata.

Kris hanya mengangguk, lalu meninggaklan Jisoo begitu saja. Tubuh Jisoo melemah. Ingatan masa lalu itu terulang, hingga membuat trauma yang pernah ia derita muncul kembali.



▶◽◀


Sedari tadi Irene hanya diam, sebelum ia berani melangkah dan memasuki ruang meeting itu. Hari ini ia membantu Seungcheol untuk bekerja sama dengan beberapa perusahaan. Tapi karena ia tak teliti, ia baru sadar jika ada perusahaan Suho juga disana.

Irene duduk disamping Seungcheol. Posisi ini tepat berhadapan dengan Suho. Membuat keduanya sering melempar pandangan.

Sampai pada pertengahan rapat
Byur....

Air dari gelas Irene itu tumpah dan mengenai berkas-berkas Suho. Refleks Irene langsung berdiri dan meminta maaf.

"Maaf, saya tak sengaja" ujarnya.

"Apa berkasnya basah?" Tanya seseorang.

Suho dan Irene mengangguk.

"Bisa tolong ketik ulang? Itu berkas yang penting bukan?"

"Iya, kalian ke ruang sebelah sana. Ketik ulang berkasnya!" Ujar Seungcheol.

Tanpa banyak bicara, Irene dan Suho segera keluar dari ruangan tersebut. Menuju ke ruangan sebelah, dan mulai mengetik ulang berkasnya.

"Sebaiknya kamu kembali saja," ujar Suho.

"Tidak pak, saya tidak mau kembali,"

"Kenapa? Karena ingin bersama saya disini?" Suho agak meremehkan.

"Bukan."

"Terus?"

"Karena saya harus bertanggung jawab atas perbuatan saya." Ujar Irene menekan lima kata terakhir itu.

Seketika Suho mematung. Perkataan Irene seolah sindiran keras untuknya. Membuat Suho harus menenangkan dirinya.

"Bukankah setiap kesalahan yang kita perbuat itu harus kita tanggung juga pak?" Irene kembali menyindirnya.

"Sudahlah... cepat bantu saya saja!"

"Kenapa? Apa bapak merasa tak enak saat saya bilang begitu?"

Suho terdiam.

"Apa bapak tidak bertanggung jawab dengan kesalahan yang bapak perbuat?" Irene memberanikan diri mengatakannya.

"Apa bapak masih tidak mau bertanggung jawab atas anak bapak sendiri?" Irene semakin menyudurkan Suho dengan kata-katanya.

"Ah saya lupa! Bapak bahkan ingin membunuhnya!"

"Bae Irene!" Bentak Suho.

"Kenapa? Benar kan pak? Harusnya bapak tidak melakukan itu, maka saya tidak akan terus berharap sama bapak,"

"Keluar kamu!" Suho menahan amarahnya.

"Nggak! Saya mau disini, sama ayah dari calon anak saya," Irene mendekati Suho.

Siapapun tolong Suho sekarang! Pandangan laki-laki itu tertuju pada bibir milik perempuan didepannya. Dalam keadaan seperti ini, Suho malah mengingat betapa manis rasa bibir itu. Oh... sangat menguji iman Suho!

"Bae Irene!" Ujar Suho. "Menjauhlah," laki-laki itu mendorong pelan tubuh Irene. Tetapi yang terjadi, Irene malah mengalungkan tangannya pada leher Suho, lalu berjinjit dan cup. Kedua benda tak bertulang itu menempel.

Mungkin karena pengaruh kehamilan, Irene jadi sangat ingin bertemu Suho dan mengecup bibir lelaki itu.

Tak lama, Irene melepaskannya. "Anak ini sangat menginginkan ayahnya," ujar Irene dan meletakkan tangan Suho pada perutnya.

Suho mengerjap. Tangannya itu merasakan ada sesuatu yang berdetak didalam sana.

"Bahagia bukan, ketika dia hidup?" Irene tersenyum manis.






















Hwhwhwhw
T. B. C.
Bintang woy! Bintang!:v😅
Wkwk

Dirimu dan Kamu_end-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang