DdK▶17

1.2K 95 13
                                    

Maaf jika banyak typo🍎



▶◽◀

Irene mengambil tasnya. Mulai melangkahkan kakinya keluar, ia penasaran dengan apa yang akan dibicarakan Kris padanya.

"Irene?" Sebuah suara menghentikan langkah perempuan Bae itu.

"Kamu beneran Irene kan? Mau kemana masih pagi begini?" Tanyanya.

"Saya-"

"Nggak usah formal begitu. Santai aja," Jisoo tersenyum ramah. Ya, perempuan yang kini berbicara dengan Irene adalah Jisoo, istri dari bos sekaligus orang yang kini ia incar.

"Eum.. aku ada janji sama Kris," ujar Irene.

"Oh..." Jisoo tersenyum. "Kris itu emang suka nggak inget waktu." Lanjutnya.

"Aku pergi dulu-"

"Eh bentar!" Jisoo menahannya. "Ini" perempua itu memberikan sebuah jaket pada Irene.

"Di luar dingin, mungkin kamu butuh ini buat nungguin Kris. Punya aku, gapapa kalo kamu pake" Jisoo tersenyum.

"Nggak usah, Kris nya udah dateng kok," tolak Irene.

"Ya udah, hati-hati ya,"

Irene tersenyum. Meninggalkan perempuan itu dan menuju keluar. Memasuki mobil yang sudah ia hafal siapa pemiliknya. Tanpa menyapa, sang pengemudi langsung melajukan mobil tersebut ke apartemennya.

"Kenapa kesini?" Tanya Irene.

"Karena disini tempat yang aman untuk bicara" jawab Kris.

"Sangat rahasia?"

Kris mengangguk. "Mau menjaganya?"

"Jika itu harus, maka aku mau" jawab Irene dengan rasa penasaran yang mendominasi.

Kris menghela nafasnya. Cerita berat harus ia ungkap sekang. Perlahan, ia mulai menceritakan apa yang selama ini ia pendam, hingga membuat Irens terkejut dengan cerita yang keluar dari biir laki-laki tampan itu.

"Itulah alasan mengapa aku ingin membantu kamu. Karena aku pikir ini jalan yang mudah," ujar Kris mengakhiri ceritanya.

Irene terdiam. Masih kepikiran dengan semua yang laki-laki itu ucapkan.

"Apa tidak ada jalan lain?" Tanya Irene.

"Ada. Tapi Suho taruhannya. Tidak mungkin aku membuatnya terluka,"

Mendengar penuturan Kris, Irene kini menunduk. "Apa kamu yakin ini yang terbaik? Jisoo akan terluka disini,"

"Jangan memikirkannya. Aku tau dia baik, tapi kamu juga berhak atas Suho,"


▶◽◀


Di waktu yang bersamaan, Suho sedang tersenyum kala melihat sang istri datang ke ruangannya.

"Kamu lupain ini," Jisoo memberikan sebuah map yang tak Suho bawa.

Terkekeh pelan, Suho menerima map tersebut. "Makasih, tadinya aku mau minta Irene buat ngambilin ke rumah,"

"Irene? Dia baru aja keluar," ujar Jisoo dan duduk di sofa.

"Keluar?" Suho menghampiri istrinya.

Jisoo bergelayut dilengan suaminya dan mengangguk. "Iya, tadi aku nggak sengaja ketemu di depan. Dia ada janji sama Kris katanya"

Suho mengerutkan alisnya. "Kok mereka nggak ada yang bilang sama aku?"

"Mungkin lupa. Maklumin aja, mereka kan lagi pdkt" Jisoo tersenyum.

Kini perempuan itu duduk dipangkuan suaminya. Mengalungkan tangannya, dan mengecup singkat pipi Suho. Membuat sang empu yang awalnya memikirkan Irene, kini tersenyum menatap istrinya.


▶◽◀

Setelah makan siang, Irene baru kembali ke kantor. Tepat saat ia memasuki ruangannya, saat itu juga Suho dan Jisoo sampai di depan ruangan Suho. Tampaknya mereka berdua habis makan siang bersama.

Jisoo tampak pamit pulang, wanita itu bahkan sempat tersenyum dan melambaikan tangan pada Irene.

"Haruskah?" Kini Irene kembali gelisah sambil menatap amplop putih itu.

Setelah melihat Jisoo benar-benar pergi, dan Suho telah masuk ke ruangannya, Irene kini menarik nafas dalam-dalam. Setelahnya, perempuan Bae tersebut mulai melangkah ke ruangan Suho.

Sesampainya di depan ruangan itu, bukannya masuk Irene malah berdiam diri disana. Bergerak gelisah antara harus masuk atau tidak.

"Keegoisan kamu itu kunci dari tanggung jawabnya"

Kata-kata Kris terlintas. Membuat Irene kini mengumpulkan keberaniannya, dan mengutamakan sifat egoisnya. Membuang jauh-jauh pikiran tentang baiknya sikap Jisoo, dan mencoba untuk tenang.

Kini Irene mengetuk pintu ruangan terbut.

"Masuk"

Perlahan Irene membuka pintu, hingga melihat sosok laki-laki tampan dengan kaca mata yang bertengger, juga kemeja putih yang dikenakannya. Laki-laki itu tengah duduk di kursi kebesarannya sedang fokus menatap layar laptop.

"Ekhem" Irene berdehem. Membuat Suho kini menatap sekertarisnya itu dengan sedikit terkejut.

Meskipun agak canggung, kini Suho membenarkan posisinya, dan mencoba bersikap seperti biasa.

"Ada apa?" Tanyanya.

Irene mendekat, hingga kini tepat berada didepan Suho. Hanya saja meja kerja milik laki-laki itu menjadi penghalang diantara mereka.

Wajah Irene tampak serius, membuat Suho jadi bingung menatapnya.

"Saya hamil anak bapak," ujar Irene lancar tanpa basa-basi.

Ekspresi terkejut tak bisa Suho sembunyikan. Bak sebuah tamparan keras yang membuat tubuhnya menegang dan tak berkutik.

"Saya hamil anak bapak," Irene mengulanginya dengan mata tertutup dan memberikan sebuah amplop putih yang sedari tadi ia bawa.

"Gimana bisa?"












T. B. C.
Jangan lupa vote komennya🍎😉

Dirimu dan Kamu_end-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang