DdK▶42

1.3K 107 37
                                    

Btw, komen dari kalian bikin aku makin semangat:v
Maaf jika banyak typo🍎


▶◽◀




Sudah hampir dua bulan lamanya Suho tak pulang ke rumah Jisoo. Tak hanya itu, laki-laki Kim itu juga seolah lupa dengan istri pertamanya.

Buktinya, Suho tak pernah mengirim kabar kepada Jisoo. Bahkan saat Jisoo mencoba menemuinya ke kantor, Suho selalu sibuk atau sedang tidak di kantor.

"Kamu dimana sih," lirihnya.

Jisoo terus mengkhawatirkan Suho, tetapi entah dengan pria itu. Apakah ia memikirkan Jisoo atau tidak. Bahkan beberapa waktu lalu Jisoo jatuh sakit, mungkin Suho tak mengetahuinya.

Disisi lain, Suho sedang mengerjakan pekerjaan kantornya di rumah. Ia lebih sering bekerja dari rumah. Selain untuk menghindari Jisoo, ia juga ingin menjaga Irene dan calon anaknya yang mungkin sebentar lagi sudah tampak ke dunia.

"Jangan terlalu capek," ujar Irene yang membawakan kopi ke ruang kerjanya.

"Makasih," Suho tersenyum pada istrinya itu.

Irene mengangguk, kemudian mendekat kesamping suaminya. Perempuan itu mengusap lengan Suho, sambil tersenyum gelisah.

Merasa ada yang aneh, Suho menatap istrinya dengan bingung. "Kamu kenapa?" Tanya Suho.

Irene menggeleng, entah kenapa ia tiba-tiba kepikiran tentang Jisoo. Mendengar cerita Suho beberapa waktu lalu, ia sering merasa gelisah.

Suho berdiri, menggenggam tangan Irene dan menatap lekat kedua mata indah itu.

"Apapun yang kamu inginkan, kamu bilang sama aku" ujarnya.

Irene menggeleng lagi. Hal itu membuat Suho bingung dengan tingkah istrinya.

"Bilang aja sayang... apapun akan aku usahakan buat kamu sama anak kita," ujar Suho.

"Apapun?" Tanya Irene.

Suho mengangguk mantap. "Apapun sayang," ujarnya lembut sambil membelai rambut Irene.

"Oke! Aku mau kasih kamu permintaan," Irene menatap Suho.

"Katakan," ujar Suho mantap.

Irene menunduk sambil tersenyum simpul, kemudian menatap Suho lagi. "Tapi mungkin nggak sekarang deh,"

Suho mengangguk, kemudian memeluk pinggang Irene. "Iya deh, mending kita istirahat ya... udah malem soalnya," Suho tersenyum.

Mereka istirahat dengan tenang. Suho mengusap lembut surai Irene hingga istrinya itu tertidur. Ia seakan tak memikirkan istrinya yang sedang kesusahan tidur di lain tempat. Suho seakan tenang, sampai ia tak memerdulikan Jisoo yang selalu berpikir tentangnya setiap hari.



▶◽◀



Cup.

"Aku berangkat dulu ya," ujar Suho setelah memgecup lama kening Irene.

Perempuan itu mengangguk. Suho tersenyum, kemudian berlalu dari hadapan Irene. Ia hari ini ada meeting penting dengan klien.

Irene memandang kepergian suaminya, kemudian masuk ke dalam rumah ketika mobil Suho sudah tak terlihat lagi di matanya.

"Jisoo udah tau,"

"Tau apa?"

"Tau kalau aku punya perempuan lain"

Irene menghela nafasnya mengingat percakapan dirinya dengan Suho beberapa waktu lalu.

"Tapi kamu tenang aja. Dia nggak tau kalau perempuan itu kamu."

"Sekarang, kamu nggak usah pikir macam-macam. Pikirin bagaimana keadaan anak kita aja. Karena aku akan disini sama kamu,"

Irene menunduk. Ia merasa tak enak dengan apa yang ia dengar. Ia bahagia, karena Suho sudah mencintai anaknya dan juga dirinya.

Tetapi ia juga merasa iba dengan Jisoo. Ia tahu, Jisoo pasti ingin merasakan apa yang seorang istri rasakan pada umumnya. Terbukti dari perempuan itu yang sangat antusias ketika bertemu Irene.

Perempuan Kim itu juga baik, bahkan Irene tak pernah melihatnya menangis. Jisoo selalu ceria.

"Maaf," lirihnya. "Tapi ini demi Suho dan anak ini," Irene mengusap perutnya.

Baik Irene atau Jisoo, tidak ada yang salah. Semuanya terjadi begitu saja. Kesalahan tak disengaja yang Suho lakukan, menjadi kehidupan mereka cukup rumit. Keegoisan ketiganya juga berpengaruh terhadap apa yang terjadi.

Jisoo yang egois tak mau hamil, berakibat ia benar-benar tidak bisa hamil. Sedangkan Irene adalah perempuan yang cukup rumit. Ia adalah korban dari ketidak sadaran Suho, dan juga korban dari rencana jahat Kris.

Irene tidak tahu harus menyesal atau tidak. Tetapi, jika bukan karena Kris, ia tak akan mendapatkan pertanggung jawaban dari Suho. Tapi tanpa ia pikirkan jika akan ada orang lain yang tersakiti.

Suara bel rumah Irene membuat perempuan berbadan dua itu segera menuju pintu. Ia membukanya, dan menatap figur cantik dihadapannya.

Tetapi raut keduanya sungguh berbeda. Tidak ada senyum atau sapaan yang terlihat diantara keduanya.




















Apa yang selanjutnya terjadi?
Vote komen yang banyak yaa... hehe:v🍎😉

Dirimu dan Kamu_end-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang