Maaf jika banyak typo🍎
▶◽◀
Irene menatap wanita yang kini duduk didepannya. Sudah hampir dua puluh menit mereka hanya diam sedari tadi.
Pertemuan tak terduga ini cukup membuat keduanya terkejut. Ya, Irene bertemu Jisoo saat di dekat halte tadi.
Pandangan mereka bertemu, Jisoo melangkahkan kaki mendekati Irene. Ia junga berusaha tersenyum, agar suasana tak menjadi canggung. Tetapi itu ternyata tak berpengaruh sama sekali.
Suasana diantara mereka tetap canggung.
"Udah lama nggak bertemu," ujar Irene membalas senyum canggung Jisoo.
Jisoo mengangguk pelan. "Mungkin kita bisa bicara?"
Percakapan itulah yang membuat mereka kini berada di sebuah cafe tempat Jisoo bekerja.
.
.
.Irene tak tahu harus memulai pembicaraan atau tidak. Begitupun dsngan Jisoo, wanita itu seolah lupa caranya memulai percakapan.
Hanya mengetuk-ngetuk cangkir yang kini mereka pegang, keduanya saling tersenyum menunduk. Sangat bingung untuk mulai berbicara.
"Kita dari tadi cuma diam," akhirnya Jisoo berbicara.
"Aku bingung harus mulai bagaimana," balas Irene.
Jisoo menunduk, "Suho...." ucapnya terjeda. "Aku udah ninggalin dia," ujarnya.
Irene menunduk, ia sudah mengetahui hal ini dari Seulgi. Perempuan Kang itu seperti seorang penguntit. Irene hanya memintanya untuk membantu memantau pertumbuhan anaknya, tapi Seulgi malah melakukan lebih dari itu.
"Udah tiga tahun, dan dia belum mau tanda tangan surat cerai kita," ujar Jisoo.
Tangan Irene refleks memegang tangan Jisoo. Perempuan itu tersenyum, kemudian menghela nafasnya pelan.
"Jangan berpisah ya," ujar Irene.
"Tapi kamu juga belum pisah kan, sama dia?" Jisoo menatap dalam Irene.
Mengangguk apa adanya, perempuan Bae itu tersenyum. "Kita sama-sama bodoh," ujarnya.
Mereka terkekeh pelan, seolah menganggap kehidupan mereka cukup lucu.
Irene menatap Jisoo. "Tolong jangan pisah dari Suho,"
Jisoo menggeleng. "Kamu yang harusnya jangan pisah. Gimana sama Kun nanti?"
"Dia udah tumbuh, dia tampan" Irene menatap layar ponselnya yang terdapat figur putranya itu.
Jisoo ikut menatap ke layar benda pipih itu. Ia tersenyum, berfikir jika Irene memang perempuan yang baik. Buktinya, perempuan itu menyimpan foto anaknya. Bahkan dijadikan walpaper layar ponselnya.
"Tapi akan lebih bahagia jika kamu juga membesarkannya," Jisoo tersenyum.
Menyandarkan dirinya pada sandaran kursi, Irene tak tahu lagi harus bersikap bagaimana. Wanita itu bahkan memandang kearah lain.
Tentu Jisoo paham bagaimana perasaan wanita dihadapannya itu. Ia menyentuh punggung tangan Irene, hingga membuat perempuan Bae itu menatapnya.
"Kun itu anakmu, dia juga gak kenal aku. Jadi, jangan khawatir kalau kamu kembali" Jisoo tersenyum tulus. Meskipun ia masih mencintai Suho, tetapi ia sudah ikhlas melepaskan pria itu kepada perempuan di depannya ini.
"Kembali lah, jadi ibu yang baik buat si tampan itu. Pasti akan sangat bahagia mengurusnya," perempuan Kim itu tetap tersenyum tulus, membuat Irene tidak tahu lagi harus bereaksi apa.
▶◽◀
"Papa!"
"Papa...!!"Sedaritadi Kun terus merengek, dan mengganggu konsentrasi Suho. Anak itu terus menarik baju sang ayah yang tengah duduk di ruang kerjanya. Berhadapan dengan laptop dan juga berkas-berkas, Suho jadi tambah pusing karena tingkah anaknya.
Akhirnya laki-laki Kim itu pun menutup laptopnya, kemudian menatap tajam sang anak.
"Kamu mengganggu papa!" ujarnya tegas.
Mendengar nada tegas tersebut, Kun menundukkan kepalanya sambil mengerucutkan bibirnya.
Menghela nafas, Suho melepas kaca mata yang ia kenakan dan menempatkan Kun di pangkuannya.
Anak itu masih menunduk, membuat Suho mengangkat dagu sang putra dengan jarinya.
"Kenapa hm,?" Ujarnya agak melembut. Berhadapan dengan anak kecil memang dibutuhkan kesabaran yang lebih.
Kun masih terdiam. Suho tak pandai mengasuh Kun, tapi bagaimanapun ia harus berusaha yang terbaik untuk anaknya ini.
"Sebentar lagi Kun ulang tahun. Apa tidak mau kado sepesial dari papa? Atau pesta yang meriah, hm?" Pancing Suho.
Tiba-tiba saja senyuman tercetak menghasi wajah tampan Kun. Suho ikut tersenyum, berfikir jika caranya berhasil.
"Kado thepethial?" Ujar anak itu antusias.
Suho mengangguk cepat. Ia juga merasakan bagaimana senangnya nada bicara dari sang anak.
"Apa ada mama juga pa?"
Lima kata terlontar lamcar dari mulut kecil itu. Seketika, tubuh Suho melemas. Sekeras apapun ia berusaha, anaknya tetap menanyakan sosok ibunya. Kun benar-benar membutuhkan ibu.
"Papa!" Ujar Kun membuyarkan lamunan Suho.
"Kata paman Kelis, Kun punya dua mama."
Suho membelalakkan matanya. Kenapa anak ini masih mengingat omongan Kris?
"Tapi, Kun belum pelnah lihat mama Kun," tiba-tiba saja anak itu kembali menunduk. Suho hanya bisa diam dan menatap bagaimana tingkah anaknya.
"Mama Kun nda thayang thama Kun yah pa?" Ujarnya pelan.
Suho menangkup wajah kecil Kim junior itu, dan tersenyum.
" Papa sudah pernah bilang kan?Mama Kun sayang kok sama Kun. Hanya saja, mama masih belum bisa ketemu sama Kun,"
"Kenapa pa? Kun nda nakal kok, kata bu gulu Kun pintal,"
Suho memeluk anaknya. "Iya, Kun pintar" ujarnya tersenyum.
Ia tentu merasakan bagaimana perasaan anaknya ini. Ia masih berharap jika istrinya kembali. Entah itu Jisoo atau Irene, yang jelas ia sangat membutuhkan mereka. Terutama Irene, yang notabenya adalah ibu kandung dari anaknya.
Kembalilah.....
Maaf yah.... kalau ceritanya jelek🙏
Maaf juga lama nggak update🍎
KAMU SEDANG MEMBACA
Dirimu dan Kamu_end-
Fanfiction▶◽◀ ✔ Rumah tangga pasangan Kim itu memang tak harmonis seperti dulu lagi. Empat tahun mereka menikah, tetapi sebuah masalah datang diantara keduanya. __________ "Saya hamil anak bapak," ujar Irene dengan mata tertutup. "Gimana bisa?" Suho kaget men...