12 : FEELING

593 173 32
                                    

Dentingan sendok menggema di ruangan, semua orang di ruangan makan dalam diam.

Hingga terdengar suara berat yang membuat semua orang memberhentikan kegiatan mereka, lalu menatap sumber suara dengan pandangan yang sulit diartikan.

"Saya akan menikah Bu, Yah." ucapnya datar.

Beberapa menit berlalu, hanya keheningan yang tercipta di ruang makan keluarga Nugraha.

Dua orang yang merasa terpanggil oleh suara itu, hanya membisu memandangnya kaget.

Ayolah siapa yang tidak kaget? Ketika makan dengan khidmat, tiba-tiba dikejutkan dengan berita yang disampaikan putra sulung mereka.

Putra sulungnya yang terkenal dengan sikap tegas dan anti bercanda. Tiba-tiba mengatakan ingin menikah, dengan raut wajah mengajak ribut? Yang benar saja.

"Hahaha ... yang benar aja Mas, jangan bercanda." ucap seorang laki-laki, diiringi dengan tawa remehnya.

"Apa Mas terlihat bercanda Dito?" Laki-laki itu menatap tajam, tepat pada manik mata adik satu-satunya itu.

Sedangkan yang ditatap, hanya mengerutkan keningnya sambil menggaruk pipinya tak gatal.

"Siapa perempuan itu De?" tanya seorang wanita paruh baya, yang tengah duduk di kursi roda, sambil tersenyum hangat menatap putra sulungnya.

"Ibu setuju?" Bukannya menjawab pertanyaan sang ibu, laki-laki itu malah menjawabnya dengan pertanyaan juga.

Wanita itu menghela napas pelan, dan memegang tangan putranya lalu mengelusnya lembut. "Siapapun pilihan kamu, Ibu pasti mendukung mu. Karena Ibu tau, kamu bisa mencari pendamping hidup mu sendiri bukan?"

Laki-laki itu memeluk ibunya sangat erat, dan mengecup berkali-kali pipi sang ibu, "terimakasih Bu."

Namun beberapa detik kemudian, ia merasakan ada yang menarik kerah belakang bajunya. Sehingga membuatnya melepaskan pelukannya pada sang ibu.

"Ga usah peluk-peluk segala, apalagi cium-cium seenaknya, Ayah ga suka! Mengerti Ade!" Pelukan itu terlepas karena tarikan sang ayah. Bahkan sekarang ayahnya, memandang anak kandungnya sendiri, seakan memandang rivalnya dalam percintaan.

Benar-benar ayah yang bucin.

"Ck, dia Ibu Ade Yah! Masa ga dibolehin peluk atau cium? Ayah ga boleh egois dong," decak Andreas kesal sambil memandang sang ayah sengit.

"Katanya kamu mau nikah? Ya nikah sana! Ga usah, peluk trus cium-cium istri Ayah segala!" balas laki-laki paruh baya yang bernama Abi, selaku kepala keluarga Nugraha.

"Bagus! Berantem terus ... jadi, kalau sama-sama kalah, Dito yang dapetin Ibu. Duh ... enaknya, ga perlu capek-capek berantem." Penuturan Dito membuat Abi dan Andreas, mengalihkan tatapan sengit mereka ke arah Dito. Sedangkan Dito malah menyengir tak bersalah.

"Astaga, kalian udah besar kenapa malah kayak anak kecil? Kamu juga Mas. Sekarang lanjutkan makan kalian, ga baik rezeki diabaikan." Suara lembut itu, membuat ketiga laki-laki itu menatapnya sayang.

Ketiga laki-laki itu, akhirnya kembali duduk dengan tenang. Lalu melanjutkan makan mereka, yang sempat tertunda. Setelah makan, mereka memasang wajah serius.

"Jadi beneran Mas mau nikah?" tanya Dito membuka pembicaraan.

"Iya, Mas akan menikah." balasnya sambil menganggukkan kepala pelan.

"Apa yang membuat kamu sadar untuk menikah? Bukannya selama ini kamu ga pernah minat bahas tentang pernikahan? Lalu kenapa sekarang aw ... sakit Sayang." Abi mengelus lengannya yang di cubit sedikit keras oleh Usi, istrinya.

SAINS & SOS [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang