"Lama!" ketus Tama sambil menatap Vaya, lalu beralih menatap Dito tajam.
Vaya terkekeh pelan, lalu melangkahkan kaki mendekati abangnya yang enggan masuk ke dalam mobil papanya, yang sengaja dititipkan di bandara.
Gadis itu memeluk erat tubuh abangnya. "Gitu aja marah, telat lima menit doang."
"Time is money, Honey." balas Tama sambil membalas pelukan adiknya tak kalah eratnya.
"Iya maaf deh, aku mampir ke rumah Mba Nara dulu tadi, Bang." ucap Vaya sambil mendongakkan wajahnya menatap Tama, memelas.
Tama mengecup pelan kening Vaya. "Mana kuat sih Abang diginiin, tau aja kelemahan Abang."
Vaya terkikik geli, senjata yang ampuh untuk membuat abangnya tidak bisa berkutik, adalah dengan memelas.
Vaya melepaskan pelukannya, lalu menarik tangan abangnya untuk masuk ke dalam mobil.
Namun, ketika ia ingin kembali ke tempat Dito berada. Tama menahan lengannya.
"Kamu mau kemana?" tanya Tama sambil menatap Vaya tajam.
Vaya menelan salivanya susah payah.
Jika Tama sudah menatapnya tajam. Kehendaknya itu mutlak, tidak bisa diganggu gugat.
"Ehm, Aya ... Aya ma--"
"Lavanya ikut gue, Bang." ucap Dito tiba-tiba sudah berada di sebelah Vaya.
Tama beralih menatap Dito tajam. "Kenapa lo dekat lagi sama adek gue!?"
Dito menyeringai, lalu melingkarkan tangannya di bahu Vaya.
"Karena gue calon suami, Vanya."
Tama mengeraskan rahangnya, sambil mengepalkan tangannya.
"Lo pikir bisa gitu aja klaim adek gue!? Berhenti, sebelum gue bikin lo hilang kayak dulu." balas Tama sambil menatap Dito, remeh.
Pegangan tangan Dito di bahu Vaya semakin mengerat, dan membuat Vaya meringis pelan.
Tama keluar dari mobil, lalu memukul lumayan keras tangan Dito yang berada di bahu Vaya.
"Lo nyakitin adek gue, sat!" ketus Tama sambil menarik Vaya ke sampingnya.
Dito menghela napas berat, lalu menatap Vaya yang tengah menatapnya dengan raut bingung.
"Kamu pulang sama Bang Tama aja ya, aku baru ingat kalau ada urusan."
Vaya menganggukkan kepalanya ragu, walaupun ia sangat ingin bertanya pada Dito saat ini.
Dia sangat ingin menahan laki-laki itu, dan mencercanya dengan pertanyaan beruntun.
Namun, apa boleh buat. Mungkin, nanti laki-laki itu akan menjelaskan semua kepadanya, tanpa ia bertanya terlebih dahulu.
"Aku pergi dulu ya," ucap Dito sambil memutar tubuhnya lalu melangkahkan kaki.
"Kamu hutang cerita sama aku!" teriak Vaya.
Dito menolehkan kepalanya, lalu mengerutkan keningnya.
"Kamu kenapa bolos? Padahal udah sampai di sekolah juga. Nomor kamu kenapa ga aktif sih!? Kamu kemana aja seharian? Trus kenapa tiba-tiba bisa tau aku di mobil Reza? Dan kenapa kamu tau aku mau ke bandara?"
KAMU SEDANG MEMBACA
SAINS & SOS [✓]
Roman pour Adolescents[ DISARANKAN FOLLOW SEBELUM MEMBACA ] ••• "Gue fobia sama anak IPS!" "Kenapa lo fobia sama gue?" "Lo siapa?" "Gue fobia lo." "Lo anak IPS?!" "Kenapa lo alergi anak IPS?!" "Bukan urusan lo!" "Ini urusan gue, karena gue anak IPS." "GUE BAKAL BIK...