30 : BECAUSE OF HISTORY

511 78 110
                                    

"Kok bengong?" tanya Dito, sambil menyeringai menatap Vaya.

Spontan Vaya mendorong Dito, karena laki-laki itu sangat dekat dengannya.

"Apasih, ga usah dekat-dekat segala." gerutu Vaya.

"Ya udah, yuk belajar?" ajak Dito.

Vaya memperhatikan Dito, laki-laki itu tampak serius membaca buku di tangannya, buku sejarah wajib.

Gadis itu menghela napas berat, dadanya masih terasa sesak jika mengingat hal-hal yang berbau IPS.

Padahal laki-laki di sampingnya sudah jelas anak IPS, tapi kenapa dengan mudahnya ia menerima kehadiran laki-laki itu?

"Jangan tatap aku kayak gitu, nanti aku lepas kendali trus cium kamu gimana?" tutur Dito tanpa mengalihkan tatapan dari buku di tangannya.

Jantung Vaya berdegup kencang mendengar penuturan Dito, laki-laki itu benar-benar tidak baik untuk kesehatan jantungnya.

"Dih, apa sih!" decak Vaya kesal.

Dito mengulum senyumnya, lalu menatap Vaya dalam. "Kamu itu sama kayak sejarah,"

Gadis itu mengerutkan keningnya, dan menatap Dito dengan penuh tanda tanya.

"Sama-sama susah dipahami."

Vaya memutar bola matanya malas, "sejarah cuma dihafal doang, apa susahnya?"

"Cuma? Sejarah itu bukan cuma di hafal Vaya, tapi harus dipahami agar mengerti arti dari sejarah itu sendiri." jelas Dito menatap Vaya masih tetap mempertahankan tatapan dalamnya.

"Ck, gue muak bahas-bahas sejarah, yang ujung-ujungnya bikin gue makin benci sama yang namanya sejarah." ketus Vaya lalu mengalihkan atensinya pada buku biologi di tangannya.

"Karena dengan sejarah, membuat kita memahami arti dari kehidupan Vay."

Gadis itu mengacuhkan laki-laki di sebelahnya, dan memfokuskan diri dengan buku di tangannya.

Namun, siapa sangka semua itu hanya pelarian semata, karena sebenarnya ia sangat mendengarkan, apa yang disampaikan laki-laki di sampingnya.

"Tanpa sejarah, semua manusia masih berada di fase diam, tidak mundur maupun maju. Karena sejarah, membuat manusia belajar arti dari kesalahan di masa lalu. Dengan merubah kenangan buruk menjadi baik, dan merubah keadaan dengan memaafkan sejarah itu sendiri."

Penjelasan Dito yang sangat menyentil hatinya membuat Vaya tersadar, bahwa selama ini ia terlalu memusatkan atensinya hanya pada masa lalunya. Padahal seharusnya ia bangkit, dan membuat masa depannya menjadi lebih baik dari masa lalunya.

Seharusnya ia tidak menyia-nyiakan masa depan, hanya karena masa lalunya.

"Dasar anak sejarah," ucap Vaya sambil mencebikkan bibirnya.

Dito terkekeh pelan lalu mengusap lembut punggung tangan Vaya, yang berada di atas meja. "Lo pasti bisa keluar dari masa itu Vay, dan gue mau jadi alasan lo, keluar dari sana."

Penuturan Dito bagaikan dejavu bagi Vaya, memori lama kian melintas di pikirannya.

Kilasan bayang-bayang dulu mulai menghampiri ingatannya, bahkan gadis itu meringis menahan sakit di kepalanya.

"Aya, kamu bisa percayakan semuanya sama aku, karena aku selalu mencintai kamu, sampai kapanpun. Aku mau jadi alasan kamu untuk tersenyum, dan bahagia selamanya."

"Aya, kita sahabat bukan? Jika sahabat berarti keluarga, karena kita keluarga kamu harus percayakan semuanya sama aku, dan kita."

"LO ITU TERLALU LUGU VAYA! KARENA TERLALU LUGU MEMBUAT LO TERLIHAT BODOH!"

"HAHAHA."

"SEMUA ITU PALSU! KITA SEMUA GA MUNGKIN MAU SAHABATAN SAMA LO! IBARAT HABIS MANIS, SEPAH DI BUANG! HAHAHA ... SAMPAH!"

"HAHAHA."

"GADIS BODOH !"

"GADIS BODOH !"

"GADIS BODOH !"

"Vaya tenang Vay,"

"Vaya dengerin gue!"

"LAVANYA!"

Teriakan Dito sukses membuat Vaya tersadar, bahkan ia tidak sadar telah berada di dalam dekapan laki-laki itu.

Dito mengelus punggung Vaya menenangkan, gadis itu terlihat sangat kacau.

Air mata yang mengalir tanpa henti, hidung dan pipi yang memerah karena menangis.

Bahkan getaran tubuhnya tidak kunjung berhenti.

Sungguh, hati Dito sakit melihat keadaan gadisnya.

Bolehkah ia mengatakan Vaya adalah gadisnya?

"Tenang Vay, kamu harus tenang. Kamu punya aku, aku takut kamu kayak gini, aku ga suka kamu seperti ini. Tolong ... jangan buat aku khawatir Lavanya."

Penuturan Dito yang menenangkan, membuat Vaya menghentikan isak tangisnya. Bahkan gadis itu membalas dekapan Dito tak kalah eratnya, ia menyandarkan wajahnya ke dada Dito, lalu menutup matanya.

"Terimakasih Dito, terimakasih lo ada di saat gue butuh sandaran, terimakasih untuk semua perhatian yang lo berikan ke gue, dan terimakasih sudah mau repot hanya karena perempuan kayak gue."

Dito beralih mengelus kepala belakang Vaya. "Kamu ga perlu berterimakasih sama aku Vay, karena aku sangat ingin direpotkan sama kamu, walaupun kamu ga pernah ngerepotin aku. Dan kamu bukan perempuan seperti yang kamu bilang, tapi kamu perempuan yang mampu merebut hati aku, dengan segala kelembutan hati kamu."

"Aku ga ngegembel ya, jangan bilang aku ngegembel lagi, ini serius." tambah Dito.

Terdengar kekehan dari mulut Vaya, bahkan kekehannya tertular ke Dito.

"Enak ya di peluk cogan?" ledek Dito setelah sekian lama mereka terdiam, dengan posisi yang masih sama.

Spontan Vaya melepaskan pelukannya, dan menjauhkan tubuhnya sedikit dari Dito. Lalu ia mendengus kesal.

"Yah ... kok di lepas sih? Peluk lagi, sini?" ucap Dito sambil melebarkan kedua tangannya, dengan memasang wajah memelas.

Vaya mengabaikan Dito, dan merapikan kerudungnya yang tidak lagi rapi, lalu mengusap wajahnya yang masih terdapat bercak air mata.

"Bidadari emang beda ya," celetuk Dito, yang membuat Vaya menatapnya bingung.

"Habis nangis tetap aja cantik."

Semburat merah menghiasi wajah Vaya, gadis itu gugup menatap mata Dito yang terasa hangat. Ia melayangkan netranya ke segala arah, agar tidak menatap netra laki-laki itu.

"Kalau aku bilang, aku sayang kamu, kamu percaya ga?" tanya Dito tanpa mengalihkan tatapannya pada Vaya.

'Deg'

Vaya meremas buku di tangannya, karena dilanda kegugupan. Bahkan suaranya tidak kunjung keluar.

Kenapa ia bisa segugup ini ketika berada di dekat Dito?

"Gugup ya?" goda Dito sambil mencolek pipi Vaya yang memerah.

"Apasih!" decak Vaya sambil menjauhkan wajahnya agar tidak di colek lagi oleh Dito.

Dito tidak tinggal diam, laki-laki itu semakin mendekati Vaya. Vaya pun terperangkap di antara dinding, dan Dito.

"Jangan dekat-dekat," ucap Vaya gugup.

'Cup'

Kecupan di pipinya membuat Vaya merasakan sekujur tubuhnya tersengat aliran listrik, bahkan perutnya terasa ribuan kupu-kupu di dalamnya.

Dito menjauhkan wajahnya dari pipi Vaya, lalu mendekatkan bibirnya ke telinga Vaya. "Aku sayang kamu."

To Be Continued

Salam Hangat 🌹

Luviasalsabila

SAINS & SOS [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang