Dua orang gadis masih bergelung di dalam selimut tebal, mereka saling berpelukan dalam tidurnya.
Mereka masih betah di alam mimpinya, padahal matahari semakin tinggi. Karena waktu saat ini, bisa dikatakan siang dari pada pagi.
Tidak lama kemudian, gadis berambut lurus sepunggung membuka matanya perlahan, gadis itu adalah Vaya.
Dia terpaksa membuka kerudungnya ketika tidur, bagaimanapun dia harus terbiasa dengan kehadiran Yana mulai sekarang. Karena gadis itu telah memasuki zona kehidupannya.
Karena trauma yang dialaminya, membuatnya takut untuk melepas kerudungnya. Baik di depan perempuan sekalipun.
Setelah menyingkirkan tangan Yana yang berada di atas perutnya, dan kaki Yana yang berada di atas kakinya.
Vaya turun dari ranjang, berjalan mendekati jendela kamarnya. Gadis itu menyibak gorden jendela, seketika dia menutup matanya. Karena paparan sinar matahari yang begitu terang dari arah luar.
Gadis itu melirik ke arah jam, seketika melebarkan matanya. Lalu dia berlari kecil memasuki kamar mandi.
Tidak lama kemudian dia mengenakan pakaiannya, kaos putih oblong selutut yang dipadukan dengan celana hitam pendek.
Dia mengeringkan rambutnya menggunakan hair dryer, namun gadis itu kembali mematikan sambungan listrik pengering rambut itu, ketika netranya menatap gadis yang masih bergelung di dalam selimut miliknya.
Vaya berdiri lalu menghampiri Yana, dia membangunkan gadis yang masih betah di alam mimpinya.
Ketika melihat pergerakan Yana yang mulai membuka matanya, Vaya berjalan kembali menuju cermin riasnya.
Yana menggeliat kecil lalu membuka matanya sedikit, perlahan dia bangkit lalu meregangkan ototnya sambil menguap lebar.
"Cantik," celetuk Yana tiba-tiba, dan membuat pergerakan Vaya terhenti.
Vaya melirik cermin di depannya, menampilkan sosok Yana yang berada tepat di belakangnya, gadis itu masih setengah sadar sepertinya karena kedua matanya terbuka sedikit.
"Ngigo dasar," desis Vaya.
"Beneran Vay, kamu cantik tau. Walaupun tiap hari juga cantik sih, tapi sekarang makin cantik lagi."
Setelah mengucapkannya Yana masuk ke kamar mandi, dan tidak lupa mengambil handuk yang kemaren yang dipakainya.
Vaya hanya diam menatap pintu putih yang baru ditutup tadi, lalu dia berjalan ke lemari pakaiannya, dan mengambilkan perlengkapan yang diperlukan oleh Yana.
Setelah meletakkan perlengkapan yang akan di pakai Yana nanti, gadis itu melangkah meninggalkan kamar.
Beberapa menit kemudian, Yana keluar dari kamar Vaya dengan rambut gelombangnya yang berkuncir kuda.
"Vaya, kamu dimana?" tanya Yana sedikit mengeraskan suaranya, lalu dia mengarahkan matanya untuk mencari dimana persepsi Vaya.
Ketika mendengar suara Vaya, ia pun melangkahkan kaki mendekat ke arah sumber suara.
"Kenapa?" tanya Vaya lembut.
"Gapapa nih, aku pake semua punya kamu?" tanya Yana memastikan.
"Iya gapapa," balas Vaya seadanya.
Yana menghembuskan napas, lalu duduk di samping Vaya. Gadis itu pun ikut makan dengan Vaya, karena ajakan dari Vaya tentunya. Mereka berdua, menikmati sarapan pagi menjelang siang mereka.
Setelah menghabiskan sarapan, Yana berpamitan pada mama Yuri, sedangkan Vaya meminta izin keluar bersama Yana pada mamanya.
Mereka berencana menghabiskan Ahad ini bersama, setidaknya sama-sama lebih mengakrabkan diri lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
SAINS & SOS [✓]
Teen Fiction[ DISARANKAN FOLLOW SEBELUM MEMBACA ] ••• "Gue fobia sama anak IPS!" "Kenapa lo fobia sama gue?" "Lo siapa?" "Gue fobia lo." "Lo anak IPS?!" "Kenapa lo alergi anak IPS?!" "Bukan urusan lo!" "Ini urusan gue, karena gue anak IPS." "GUE BAKAL BIK...