Berbeda dengan kemarin, suasana di kelas 12 IPS 1 sangat hening. Gadis itu merasa salah masuk kelas, namun ia tidak memusingkannya.
Bukankah seharusnya ia bersyukur? Karena tidak ada yang mengganggunya seperti kemaren.
Selesai menerangkan materi, gadis itu membereskan barang bawaannya. Lalu menghentikan pergerakannya, ketika mendengar suara yang akhir-akhir ini sering ia dengar.
Bukankah Vaya pernah bilang? Dirinya sangat sensitif, dengan laki-laki yang sedang menatapnya sekarang.
Bukan apa-apa, mungkin karena Vaya yang terlalu fobia terhadap IPS, dan laki-laki itu juga anak IPS. Jadi wajar, jika dirinya sangat sensitif ketika berdekatan dengan laki-laki ini.
"Ngapain?" tanya Vaya datar tanpa menatap laki-laki di sampingnya. Lalu ia kembali melanjutkan aktivitasnya yang sempat tertunda.
"Ngeliatin lo," balasnya cuek.
Vaya memberanikan diri menatap Dito. "Kenapa lo suka banget sih buang-buang waktu gue? Kuker? Gabut? Gue ada lowongan buat lo tuh, kasih makan anak harimau."
Dito terkekeh pelan, mendengar perkataan Vaya yang beruntun. "Daripada kasih makan anak harimau, mending kasih makan anak-anak kita nanti aja."
Laki-laki ini benar-benar membuat Vaya kesal.
Kenapa harus ada spesies seperti Dito di dunia?
"Ck, sakit ya lo? Mending periksa kejiwaan sana," decak Vaya sambil memandang Dito datar.
"Iya, gue sakit karena lo yang udah berani mengusik kejiwaan gue," balas Dito sambil menatap Vaya penuh arti.
Vaya mendengus kesal,
Kenapa laki-laki di depannya sangat mudah memancing emosinya?
"Sekian penambahan materi untuk hari ini, terimakasih." Tanpa menghiraukan laki-laki di sampingnya, Vaya melangkahkan kaki keluar kelas. Bahkan, ia tidak memperdulikan pandangan seisi kelas terhadapnya.
Apa Vaya salah? Penambahan materi untuk hari ini ia rasa sudah cukup, bukankah seharusnya mereka senang, karena bisa pulang lebih cepat dari biasanya.
Tarikan pada tangannya membuat Vaya terhuyung ke belakang, namun ada tangan yang melingkari bahunya, menahannya agar tidak terjatuh.
"Lo kurang kewaspadaan diri ya Vay." Vaya membulatkan mata lalu menghempas kasar tangan Dito yang melingkari bahunya.
"Apa-apaan sih lo hah! Kalau lo ga narik gue tiba-tiba, gue ga akan kehilangan keseimbangan!" ucap Vaya sambil menatap Dito sengit.
Seperti biasa, Dito tidak mengindahkan perkataan Vaya, dia malah menyeringai sambil menatap Vaya dalam.
"Gapapa, malah bagus." balasnya enteng.
"Bagus? Lo emang gila!" Vaya benar-benar kesal saat ini, laki-laki di depannya memang gila.
Dito terkekeh pelan, "gue pernah bilang kan, gue gila itu karena lo. Lagian emang bagus kalau lo jatuh, gue yang tangkap."
"Bagus kata lo? Dimana-mana kalo jatuh ya jatuh, mana bisa di tangkap bego!" Kesabaran Vaya telah melewati batas, ia benar-benar tidak bisa menahan kekesalannya pada laki-laki di depannya.
"Ga ada, yang ga bisa bagi Aldhito." ucap Dito, dengan mempertahankan smirknya.
Vaya ingin membalas perkataan Dito, terhenti karena tepukan pada bahunya.
"Kamu kenapa tinggalin aku sendiri Vay? Aku belum selesai nyatat ringkasannya, mana kamu ga mau pinjamin modulnya ke aku, kan bisa aja aku nyatetnya di rumah." gerutu Yana kesal. Yang menepuk bahu Vaya tadi, adalah Yana.
"Bisa aja, belum tentu bisakan?" balas Vaya datar.
Yana terkekeh pelan, sambil menarik pipi Vaya gemas. "Bercanda Vay, serius banget sih sobat Yana ini."
"Ekhem .. gue serasa nyamuk nih." Penuturan Dito membuat Yana menatapnya sekilas. Gadis itu menatap Dito dingin, namun kembali memasang wajah bersahabat.
"Kamu kok ga pernah bilang, kalau kamu punya pacar sih Vay? Katanya kita sahabat, tapi ken ...." Sebelum Yana mengatakan hal yang melenceng, Vaya membekap mulut gadis itu dengan telapak tangannya.
"Aku ga punya pacar," ucap Vaya menatap Yana dingin.
"Kamu kan cuma dekat sama aku, trus dia siapa?" tanya Yana, sambil menunjuk Dito dengan dagunya.
Sebelum Vaya membalas perkataan Yana, Dito memotongnya. "Gue calonnya Vaya,"
Vaya melotot kesal, maksudnya calon apa coba?
"Maksud lo apa?" Bukan Vaya yang bertanya, tetapi Yana.
Dito terkekeh lagi. "Vaya calon pacar gue," balasnya enteng.
"Udahlah Yan, orang gila didengerin." Vaya menarik tangan Yana pergi.
"Gue bakalan buat, lo jatuh cinta ke gue Vay!" teriak Dito keras, sehingga menarik atensi semua teman kelasnya yang baru saja keluar kelas. Mereka menatapnya dengan berbagai macam ekspresi.
Dito yang tengah memandangi Vaya, mengumpat kaget. Karena tiba-tiba, wajahnya terkena lemparan tas. "Shit! Siapa yang berani lempar tas ke gue hah!?"
"Heh, kutil onta! Tuh ... tas lo! Tiba-tiba lari, gue pikir ada apa? Ternyata malah modus ke cewek, tai lo!" decak Kenzo kesal, laki-laki itu pelaku yang melempari Dito dengan tas milik Dito sendiri.
Dito mendengus kesal, dan menatap Kenzo sengit. "Ga perlu lempar tas ke muka gue segala, brengsek!"
"Karena lo bikin kesal, bangsat!" balas Kenzo tak kalah sengitnya.
"Bodo amat, emang gue pikirin!" ketus Dito.
"STOP! LO BERDUA BISA DIAM GA SIH!?" teriak Kenzi kesal.
Sejak tadi, laki-laki itu hanya menatap kedua sahabatnya, dengan harapan tidak terjadi keributan.
Tapi apa? Mereka malah saling mengumpat dan mencela, benar-benar membuatnya geram.
"LO YANG DIAM!" teriak Dito, dan Kenzo bersamaan.
"BANGSAT!" umpat Kenzi keras. Lalu pergi meninggalkan Dito, dan Kenzo yang menatap Kenzi tak percaya.
"Gila gila gila, Kenzi akhirnya mengumpat di depan banyak orang. Dito, lo jangan lupa merahi kalender, biar bisa jadi kenangan buat anak cucu nanti."
Kenzo bertepuk tangan keras sambil melompat kegirangan, lalu disusul Dito dengan melakukan hal yang sama seperti Kenzo.
"Gila gila gila, Kenzi gue keren banget masa. Harus sering-sering nih bikin dia emosi, biar gue bisa ngeliat dia mengumpat terus."
Mereka berdua bahkan sudah lupa akan pertengkaran mereka barusan, malah bersatu membicarakan Kenzi yang tengah emosi terhadap mereka.
Seharusnya Kenzi tidak perlu menengahi mereka bukan? Kenzi yang malang.
To Be Continued.
Salam Hangat🌹
Luviasalsabila
KAMU SEDANG MEMBACA
SAINS & SOS [✓]
Teen Fiction[ DISARANKAN FOLLOW SEBELUM MEMBACA ] ••• "Gue fobia sama anak IPS!" "Kenapa lo fobia sama gue?" "Lo siapa?" "Gue fobia lo." "Lo anak IPS?!" "Kenapa lo alergi anak IPS?!" "Bukan urusan lo!" "Ini urusan gue, karena gue anak IPS." "GUE BAKAL BIK...