⚠️KONTEN SENSITIF⚠️
BIJAK DALAM MEMBACA !🍁🍁🍁
"Makan Sayang," ucap Tama sambil menyodorkan sendok berisi bubur di depan mulut Vaya.
Gadis itu masih keras kepala, dia menutup rapat bibirnya.
"Jangan pancing kemarahan Abang, Dek."
Vaya membuka mulutnya, Tama dengan sigap menggerakkan tangannya menyuapi adiknya.
Setelah menghabiskan bubur, Vaya kembali merebahkan tubuhnya.
Yuri, dan Indra belum diberi tahu. Karena orangtua mereka sedang melakukan perjalanan dinas.
Awalnya Tama ingin menelpon orang tua mereka, untuk memberikan tau kan kondisi Vaya.
Namun, karena kedua orangtuanya menceritakan bahwa mereka memenangkan tender. Membuat Tama mengurungkan niatnya.
"Kapan pulang, Bang?"
"Sampai tubuh, dan mental kamu benar-benar kuat, Ya."
Vaya mengerucutkan bibirnya.
'Tok' 'Tok'
Terdengar ucapan salam, setelah pintu terbuka.
"Permisi, bagaimana Lavanya? Merasa baikan?" tanya Dara melangkahkan kaki mendekati Vaya, dan diikuti dengan seorang perawat laki-laki.
Vaya menatap Dara sambil menelan buburnya.
"Alhamdulillah, Dokter. Sudah mendingan."
Dara menganggukkan kepalanya, lalu mematikan infus Vaya yang sudah kosong. Bahkan, darah Vaya juga ikut naik ke atas.
"Ck, ga becus!" sentak Tama.
Dokter cantik itu tampak memejamkan mata sebentar, setelah itu ia melepaskan sambungan infus Vaya untuk mengeluarkan darah yang tertarik.
Setelah memasang kembali sambungan infus, dan Dara mengganti infus Vaya dengan infus baru.
"Disuntikan obat dulu ya?" ucap Dara sambil tersenyum hangat.
Vaya menganggukkan kepalanya antusias.
Dara mengambil suntik yang diberikan perawat laki-laki yang sedari tadi berdiri di samping Dara.
Tama menatap Dara sedari tadi, bahkan laki-laki itu tidak melepaskan tatapannya dari dokter cantik itu.
"Minum yang cukup ya, kamu kekurangan banyak cairan. Olahraga yang teratur juga, supaya pikiran kamu lebih tenang. Karena dengan banyaknya bergerak, bisa meredakan stres."
"Atau kamu juga bisa cari hobi, seperti menulis, membaca. Buat diri kamu senyaman mungkin, jangan pikirkan hal-hal yang dapat menyebabkan imun tubuh menurun." tutur Dara, ketika menyuntikkan dua jenis obat ke infus Vaya.
"Iya Dokter," balas Vaya seadanya.
"Jika rasanya kamu butuh teman cerita, kamu juga bisa cari seseorang untuk berkeluh kesah, atau mungkin membuat sejenis buku diary."
Vaya mengangguk sambil tersenyum lebar. "Kalau Dokter, mau ga jadi tempat curhat saya?"
Dara tersenyum hangat, lalu mengusap kerudung instan gadis itu.
"Kenapa tidak? Saya selalu siap kok, jika ada yang membutuhkan bantuan saya."
"Ya sudah, saya permisi ya. Harus melaporkan status pasien lainnya."
"Terimakasih, Dokter."
"Tugas seorang perawat apa?" tutur Tama tiba-tiba.
Bahkan laki-laki itu masih menatap intens, Dara.
KAMU SEDANG MEMBACA
SAINS & SOS [✓]
Novela Juvenil[ DISARANKAN FOLLOW SEBELUM MEMBACA ] ••• "Gue fobia sama anak IPS!" "Kenapa lo fobia sama gue?" "Lo siapa?" "Gue fobia lo." "Lo anak IPS?!" "Kenapa lo alergi anak IPS?!" "Bukan urusan lo!" "Ini urusan gue, karena gue anak IPS." "GUE BAKAL BIK...