Helaan napas lagi-lagi keluar dari mulut Vaya, gadis itu mengerutkan kening sambil memijat kepalanya, berharap dapat mengurangi denyutan di kepalanya.
Berbicara soal Yana, gadis itu menghilang entah kemana. Setelah menariknya dari cafetaria, Yana membawanya kembali ke kelas, sedangkan gadis itu pergi ke toilet, karena panggilan alam yang mendadak.
Tapi, sampai sekarang Vaya tidak melihat batang hidung Yana, padahal bel pulang telah berbunyi sejak 20 menit yang lalu.
Vaya memutuskan meninggalkan kelasnya yang hanya dihuni oleh dirinya sendiri, lalu ia membawa tas Yana bersamanya.
Ketika ingin menghubungi Yana, Vaya membelalakkan matanya teringat, bahwa ia tidak memiliki kontak Yana selama ini.
Jadi, definisi sahabat apa namanya, yang tidak saling menyimpan nomor ponsel?
Ketika menuruni tangga, Vaya menghentikan langkahnya ketika mendengar suara-suara yang tidak asing baginya, seperti suara perempuan, dan laki-laki yang tengah bertengkar.
"Gue mohon,"
"Gue ga bisa Kay, gue terlanjur cinta sama dia."
"Engga! lo ga boleh cinta sama dia!"
"Lo ga punya hak buat ikut campur!"
Vaya menarik bibirnya membentuk garis lurus, sungguh ia tidak bermaksud menguping pembicaraan sepasang anak manusia itu, tapi ada bagian dari dirinya yang ingin mendengarkan pembicaraan mereka.
Suara mereka tidak asing di telinganya, tapi suara mereka terlalu kecil tertangkap oleh indra pendengarannya, sehingga hanya sayup-sayup yang terdengar dari pembicaraan mereka.
Ah sudahlah, itu bukan urusannya.
Kenapa ia harus memikirkannya bukan?Vaya melangkahkan kaki kembali menuruni anak tangga yang tersisa.
Sesampainya di parkiran Vaya mengernyitkan dahi, di parkiran motor terdapat motor Yana, karena Vaya sangat tau motor gadis itu.
Tapi dimana pemiliknya?
Vaya tersentak merasakan bahunya di tepuk ringan, ia memutar tubuhnya ke belakang, dan menatap bingung laki-laki di depannya.
"Kenapa Pak?" tanya Vaya menatap Andreas bingung.
Mata Andreas melirik tas Yana yang dipegang Vaya. "Berikan tas Kayana pada saya, Lavanya."
"Hmm ... buat apa Pak?" tanya Vaya bingung.
"Kamu cukup berikan, tidak perlu banyak bertanya Lavanya." ucap Andreas menatap dingin Vaya.
Vaya menurunkan tatapannya, ia merasa tatapan Andreas sangat berbeda dari biasanya, walaupun laki-laki itu sudah biasa memasang wajah datar, namun kali ini berbeda. Karena hawa yang keluar dari tubuhnya, seperti tidak bersahabat.
"Lavanya,"
"Eh ... iya Pak, ta-tapi Yana di mana Pak?" gugup Vaya, sambil memberikan tas Yana kepada Andreas.
"Sudah saya katakan, Lavanya. Jangan terlalu banyak bertanya, jika kamu tidak mau terluka akhirnya."
Setelah mengatakannya, Andreas berlalu meninggalkan Vaya seorang diri. Karena parkiran telah kosong, kecuali di isi oleh mobilnya, sedangkan di parkiran motor hanya di isi oleh motor Yana.
"Maksud Pak Andreas apa?" gumam Vaya, sungguh ia sangat bingung.
Gadis itu memutuskan untuk masuk ke dalam mobilnya, lalu menghidupkan mesin, dan menjalankan mobil keluar dari lingkungan sekolah.
KAMU SEDANG MEMBACA
SAINS & SOS [✓]
Novela Juvenil[ DISARANKAN FOLLOW SEBELUM MEMBACA ] ••• "Gue fobia sama anak IPS!" "Kenapa lo fobia sama gue?" "Lo siapa?" "Gue fobia lo." "Lo anak IPS?!" "Kenapa lo alergi anak IPS?!" "Bukan urusan lo!" "Ini urusan gue, karena gue anak IPS." "GUE BAKAL BIK...