"Selamat pagi menjelang siang, Lavanya."
Suara berat itu membuat langkah Vaya terhenti, namun ia tidak menolehkan kepala ke samping. Karena ia sangat tahu, pemilik suara itu tengah menatapnya intens.
Vaya melanjutkan langkahnya menuju cafetaria, gadis itu sangat ingin meminum segelas susu dingin. Apalagi kedatangan pengganggu seperti makhluk di sampingnya ini, membuat dirinya gerah, dan sangat ingin meminum yang dingin-dingin.
Namun langkahnya terhenti karena ada yang menghalangi jalannya, siapa lagi jika bukan Dito. Mau tidak mau, Vaya jadi tahu nama makhluk di depannya ini.
Vaya mendongakkan wajahnya, lalu menatap Dito dingin, lihatlah makhluk di depannya ini, dia pikir dengan tersenyum sangat manis bisa membuat dirinya mencair? Yang benar saja.
"Maksud lo apa!?" sarkas Vaya.
"Engga apa-apa, emang kenapa?" tanyanya balik.
"Ck, buang-buang waktu gue!" decak Vaya sambil memiringkan badannya, dan melangkah melewati Dito.
Tidak tinggal diam, Dito menahan lengan Vaya agar tidak bergerak. "Kata siapa lo boleh pergi?"
"Apa-apaan sih lo!? Lepasin gue!" teriak Vaya lumayan keras, dengan suara bergetar.
Dito tidak mengindahkan teriakan gadis di depannya, dia malah menatap lekat mata Vaya, dengan senyuman yang mengembang.
Apa Dito tidak paham, bahwa dirinya tidak baik-baik saja, jika harus berdekatan dan berinteraksi dengan dia?
"Lo ngerti bahasa manusia ga sih!?" Perkataan Vaya tidak membuat Dito mengubah ekspresinya, laki-laki itu malah terkekeh pelan.
"Ternyata lo lucu ya Vay. Gue pasti ngerti lah bahasa manusia, buktinya gue balas perkataan lo." Penuturan Dito membuat Vaya memutar bola matanya, kalau dia paham kenapa tidak mengindahkan kata-katanya?
"Lepasin tangan gue kalau gitu, gue risih sama lo!" Perkataan Vaya, membuat Dito menurunkan tangannya yang semula di lengan Vaya, berpindah ke pergelangan tangan Vaya.
Tindakan Dito membuat Vaya membulatkan matanya marah, laki-laki di depannya benar-benar tidak tahu bahasa manusia.
"Gue ga dengar Vay, gue tutup mata." balas Dito terkekeh lalu menatap Vaya dalam.
"Ternyata lo emang ga waras ya, pantesan gila!" gerutu Vaya kesal. Karena gadis itu tidak habis pikir, dengan jalan pikiran laki-laki di depannya ini.
"Hahaha, orang ga waras pasti gila Vaya, kalau gue jelas beda."
Vaya mengerutkan keningnya, "jelas ga ada beda kali," ketusnya.
Ketika menatap wajah Dito, betapa kagetnya Vaya.
Sejak kapan mereka sedekat ini?
Bahkan napas Dito menerpa wajahnya, dan membuat Vaya memundurkan kepalanya.
Dito terlebih dahulu menahan kepala Vaya, dengan tangannya yang menganggur.
"Gue waras, tapi gue gila, gila karna lo Lavanya." Bisikan lembut penuh penekanan pada telinganya membuat Vaya berdiri kaku, ia seakan tenggelam di dalam mata gelap laki-laki di depannya.
Apalagi di bawah tatapan dingin dan tajam itu, membuat Vaya benar-benar hilang kendali untuk saat ini.
Vaya menarik kasar tangannya dari genggaman Dito, lalu ia mundur perlahan dengan wajah menunduk dalam.
Ketika melihat bahu Vaya bergetar membuat Dito kaget lalu mengumpat.
Sial gadis itu menangis karena dirinya.
Sebelum Dito meraih Vaya ke dalam dekapannya, gadis itu menatapnya dengan penuh kemarahan dan ketakutan, "pergi lo! Jauh-jauh dari gue! Gue ga suka lo gangguin hidup gue!"
Dito mematung menatap Vaya, ia tidak menyangka gadis di depannya begitu marah, dan terluka karena perbuatannya yang masih di batas wajar, menurutnya.
Tanpa menunggu balasan Dito, Vaya berlari kencang tak tentu arah, ia tidak memperdulikan pandangan orang yang memperhatikannya aneh, yang ia inginkan hanya menyendiri.
Vaya memutuskan pergi ke ruang kesehatan, ia berharap ada Dokter Lala di sana.
"Lavanya, kamu kenapa?" Mendengar suara Dokter Lala, membuat Vaya memeluknya erat. Tubuh gadis itu bergetar hebat, tidak lama kemudian terdengar isakkan tertahan dari bibir gadis itu.
Dokter Lala yang baru memahami situasi pun, mengelus lembut punggung Vaya yang bergetar. "Menangislah jika bisa membuat kamu lebih baik."
Lebih kurang dua puluh menit menangis, akhirnya Vaya berhenti. Mereka pun duduk di sofa ruang kesehatan.
Vaya meneguk perlahan teh hangat yang dibuatkan oleh Dokter Lala, awalnya Vaya tidak memperbolehkan Dokter Lala meninggalkan dirinya, walau tempat menyeduh teh bisa dilihat dari tempatnya saat ini. Namun, karena bujukan Dokter Lala, membuat Vaya mau tidak mau memperbolehkannya.
"Sudah baikan Lavanya?" tanya Dokter Lala memastikan.
"Iya Dok, terimakasih dan maaf telah menyusahkan Dokter."
Mendengar penuturan Vaya, membuat Dokter Lala tersenyum simpul. "Kenapa minta maaf? Saya senang karena kamu mempercayai saya. Saya tidak menyangka kamu menangis sambil memeluk saya, tapi saya sangat bersyukur atas itu, tandanya kamu percaya pada saya."
Vaya menatap Dokter Lala penuh harap. "Apa Vaya boleh menganggap Dokter sebagai kakak?"
Dokter Lala tersenyum hangat sambil mengelus kerudung Vaya. "Kenapa tidak Lavanya? Bukankah saya yang mengatakannya pada kamu, saat itu. Kamu bisa menganggap saya kakak, bahkan teman kamu Lavanya, senyaman kamu saja."
"Ingin cerita?" tanya Dokter Lala hati-hati, namun ketika melihat reaksi Vaya yang kurang nyaman atas pertanyaannya barusan, membuatnya menurunkan tangannya ke telapak tangan Vaya, lalu menggenggamnya lembut.
Dokter Lala menatap Vaya, sambil mengembangkan senyumnya. "Tapi kalau kamu belum siap tidak masalah, seperti yang saya katakan, senyaman kamu Lavanya."
Vaya sangat bersyukur, setidaknya ada Dokter Lala yang bisa mensupportnya dan menenangkannya di saat ia membutuhkan topangan, seperti sekarang contohnya.
"Terimakasih banyak Dok, Vaya benar-benar merasa dilindungi mendengar setiap perkataan Dokter. Vaya pasti akan cerita ke Dokter, tapi bukan sekarang."
Dokter Lala menganggukkan kepalanya mengerti. "Baik Lavanya, kapanpun itu saya pasti memiliki waktu buat kamu, tapi kenapa kamu tidak mencari Kayana? Ia pasti sangat mengkhawatirkan kamu."
Penuturan Dokter Lala membuat Vaya tercenung.
Kenapa ia bisa lupa? Bukankah ia telah bertekad untuk menerima Yana sebagai sahabat? bahkan mereka akhir-akhir ini menghabiskan waktu bersama.
Dokter Lala yang tidak mendapatkan jawaban atas pertanyaannya, hanya tersenyum hangat. Ia sangat tahu, gadis di sampingnya sedang larut dengan pikirannya sendiri.
To Be Continued
Salam Hangat🌹
Luviasalsabila
KAMU SEDANG MEMBACA
SAINS & SOS [✓]
Novela Juvenil[ DISARANKAN FOLLOW SEBELUM MEMBACA ] ••• "Gue fobia sama anak IPS!" "Kenapa lo fobia sama gue?" "Lo siapa?" "Gue fobia lo." "Lo anak IPS?!" "Kenapa lo alergi anak IPS?!" "Bukan urusan lo!" "Ini urusan gue, karena gue anak IPS." "GUE BAKAL BIK...