53 : GETTING FURTHER

357 32 156
                                    

Vaya termenung menatap kalung di tangannya. Kalung dengan bandul setengah hati.

Terlalu banyak kenangan, dan kesedihan yang tersimpan di dalamnya.

Aldhito Mahesa Nugraha, ternyata laki-laki yang menjadi cinta monyet nya.

Walaupun cinta itu tumbuh di saat masa SMP, namun sangat berpengaruh baginya.

Karena hanya laki-laki itu yang mampu menerbitkan senyuman bahkan tawa dari bibirnya.

Namun, jauh sebelum laki-laki itu pergi meninggalkannya tanpa penjelasan.

Marah? Iya.
Sedih? Tentu.
Kecewa? Apalagi.

Ditambah saat itu ia harus kehilangan sebagian memori bersama laki-laki itu.

Sebuah insiden yang terjadi begitu cepat.

Walau terjadi begitu cepat, tapi ia mengingat jelas setiap detiknya.

Mulai dari tubuhnya dihantam mobil dengan keras, lalu melayang, dan berakhir dengan kepalanya yang menghantam pembatas jalan.

Vaya menggelengkan kepalanya cepat, karena dadanya terasa menyempit.

Gadis itu memukul dadanya untuk mengurangi rasa sesak di dada.

Memiliki kecemasan berlebihan, dan riwayat trauma membuatnya merasakan sensasi yang luar biasa hebatnya.

Kepala melayang disertai rasa sakit yang amat sangat, perut mual, pernapasan pendek karena dada terasa menyempit, mata buram, tangan dan kaki terasa kebas dan dingin.

Itu semua ia lalui, beberapa tahun ini.

Dia iri dengan orang yang bisa tertawa tanpa beban, tanpa harus memikirkan apa yang terjadi keesokan harinya.

Dia juga ingin hidup dengan normal, tanpa harus dihantui bayang-bayang masa lalu, dan rasa takut.

Vaya mengulurkan tangannya, menyentuh ke bawah bantalnya.

Dia mengambil beberapa bungkus obat anti depresi. Bisa dibilang obat penenang.

Gadis itu mengambil tiga butir obat, lalu dia minum dengan bantuan gelas berisi air yang selalu ada di samping ranjangnya.

Beberapa saat kemudian, pernapasannya kembali normal.

Vaya tersenyum miris.

Sampai kapan ia harus merasakan semua ini?

Gadis itu bangkit lalu berjalan menuju lemari bajunya.

Dia mengambil setelan seragam yang sengaja ia letakkan paling bawah, karena ia pikir tidak akan menggunakannya lagi.

Vaya menatap lekat seragam itu, helaan napas keluar dari mulutnya.

Mungkin benar, tidak seharusnya ia merubah diri menjadi seburuk ini.

Apapun alasannya, aurat tidak boleh dipertontonkan, apalagi dengan sengaja.

Dia telah mengambil langkah yang amat salah, tidak seharusnya dia mengambil keputusan dengan terburu-buru.

Vaya memutuskan untuk menutup auratnya kembali, namun dengan niat karena Allah. Bukan karena trauma, ataupun hal lainnya.

Setelah mengenakan seragam, dan merapikan kerudungnya. Vaya menarik senyumnya tipis.

Memang benar, dia lebih nyaman berpakaian seperti ini. Ketimbang kemarin, benar-benar membuatnya tak nyaman.

Namun karena keras kepala dan egonya, membuat dirinya berdosa.

Vaya bangkit, lalu mengambil ranselnya. Tidak lagi tas kecil, tas khas anak pemalas itu.

Gadis itu melangkahkan kakinya dengan ringan, lalu menuruni anak tangga dengan riang.

SAINS & SOS [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang