"Permintaan pertama, Aya mau makan sepuasnya di Cafe's Blusea Bang." ucap Vaya ceria, ketika baru menduduki bangku sebelah kemudi mobil Tama.
"Cafe yang lagi hitz itu ya?" tanya Tama, sambil menghidupkan mesin mobil, lalu menjalankannya.
Vaya mengangguk semangat, "habisnya semua orang cerita tentang cafe itu, Aya doang yang ga tau."
"Kenapa ga pergi bareng teman Aya?"
"Abang kan tau, Aya ga akan bisa pergi bareng teman, lagian teman Aya cuma satu." balas Vaya sendu.
"Hmm, Ka ... Ya ... Kayana bukan?" tanya Tama mengernyitkan dahi, berfikir.
"Iya, tadi dia juga mau ikut kita, tapi ga Aya bolehin. Aya kan cuma mau berdua doang sama Abang," tutur Vaya cemberut.
Tama terkekeh geli menatap adiknya yang cemburu, melihat temannya ingin berdekatan dengan dirinya.
Sekilas info, Tama dan Yana pernah bertemu sekali di bandara. Ketika Vaya mengantarkan Tama ke bandara, karena liburan akhir tahun Tama telah habis, dan harus kembali menyelesaikan studi S2 nya yang tinggal beberapa bulan lagi. Di sana kebetulan ada Yana yang tengah menunggu seseorang, Yana mendekati mereka, dan memperkenalkan diri sebagai sahabat Vaya, padahal Vaya tidak mengenal Yana sama sekali saat itu.
Tama memarkirkan mobilnya di parkiran cafe, sesuai dugaannya cafe sangat ramai. Pengunjung yang datang rata-rata seusia Vaya, dan mahasiswa semester awal.
Vaya memegang lengan Tama erat, Tama mengernyitkan dahinya menatap Vaya. "Kenapa Dek?"
"Rame banget Bang, Aya ga suka," keluh Vaya tak suka.
"Gapapa kan ada Abang, yuk?" ajak Tama lalu menarik Vaya lembut untuk mengikutinya masuk ke dalam.
Mereka memilih tempat di lantai dua, karena di sana khusus menu dengan harga dua kali lipat dari yang di bawah.
Vaya mengajak Tama duduk di balkon cafe, karena di sana hanya ada satu meja bundar, dan dua kursi yang tersisa. Ketika duduk Vaya menghirup udara segar berkali-kali, seperti takut akan kehilangan udara itu jika tidak ia hirup lagi, dan lagi.
Tama terkekeh geli menatap adiknya yang antusias memesan berbagai makanan, dan minuman serta dessert, ketika waiters memberikan menu.
Tidak lama, semua pesanan datang. Tama melotot kaget, sungguh di luar dugaan, ternyata adiknya benar-benar ingin menguras habis isi dompetnya, ingatkan Tama di lantai dua harga semua menu, dua kali lipat dari pada lantai bawah.
Setelah menghabiskan semua pesanan, Vaya menunggu Tama membayarkan makanannya. Kenapa makanannya? Karena mayoritas ia yang menghabiskan semua menu, sedangkan abangnya hanya memakan dessert.
Sebelum meninggalkan cafe, mereka menunaikan shalat Ashar terlebih dahulu di mushala cafe itu.
"Permintaan kedua, Aya mau pergi nonton maripossa Bang. Anak-anak di sekolah udah pada nonton, Aya aja yang belum. Aya udah baca di wattpad, trus juga udah baca di novelnya. Tapi sekarang, Aya pengen nonton filmnya bareng Abang." ucap Vaya semangat.
"Siap princess, kita meluncur." balas Tama tak kalah semangatnya.
Sesampainya di bioskop mereka memesan bangku di tengah-tengah, karena lebih strategis untuk kesehatan mata dan telinga mereka, tutur Tama.
Vaya memesan satu bungkus popcorn dan dua air mineral. Mereka memasuki teater 5, karena mendengar pengeras suara yang mempersilahkan penonton di teater 5, agar memasuki ruangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
SAINS & SOS [✓]
Ficção Adolescente[ DISARANKAN FOLLOW SEBELUM MEMBACA ] ••• "Gue fobia sama anak IPS!" "Kenapa lo fobia sama gue?" "Lo siapa?" "Gue fobia lo." "Lo anak IPS?!" "Kenapa lo alergi anak IPS?!" "Bukan urusan lo!" "Ini urusan gue, karena gue anak IPS." "GUE BAKAL BIK...