"Dito, lo kemana aja?" tanya Kenzo sambil menepuk pundak Dito pelan.
"Kepo lo," balas Dito sambil melanjutkan makannya.
"Dih, kenapa lo ga nyusul gue sama Kenzi ke ruang kesehatan tadi?" tanya Kenzo, sambil menyuruput es jeruk Dito yang belum tersentuh sedikitpun olehnya.
"Ck, es jeruk gue!" decak Dito sambil memukul lumayan keras kepala Kenzo.
"Sakit bego!" umpat Kenzo sambil mengelus kepala belakangnya.
Dito menghiraukan umpatan Kenzo, karena moodnya sedang bagus. Jadi ia tidak mempermasalahkannya.
"Darimana Dit?" tanya Kenzi tiba-tiba, karena sejak tadi laki-laki itu sibuk dengan rubiknya.
"Dari tadi," balas Dito enteng.
"Ck, maksud gue lo darimana sebelum ke sini?" decak Kenzi sambil memberhentikan gerakan jarinya memutar rubik, karena rubiknya telah tersusun sesuai warna masing-masing.
"Ruang kesehatan," balasnya singkat.
"Apaan lo? Jelas lo ga ada di sana anjir, nipunya jelas banget, bego!" sergah Kenzo kesal.
"Siapa yang nipu coba? Gue emang habis dari ruang kesehatan tadi." Mendengar perkataan Dito yang serius, tanpa ada kesan bercanda membuat kedua kembaran itu memusatkan perhatiannya pada laki-laki itu.
"Kalau lo dari sana, kenapa tadi lo ga ada?" Kenzo pun menatap tajam Dito, yang malah entengnya memakan makanannya.
"Gue emang dari ruang kesehatan tadi, ruang kesehatan cewek lebih tepatnya." balas Dito dengan wajah dibuat sepolos mungkin, dan menimbulkan decakan dari kedua sahabatnya itu.
Berbeda dengan Kenzi yang hanya memutar bola matanya kesal lalu bangkit, sedangkan Kenzo malah mengarahkan kedua tangannya menuju leher Dito, seakan ingin mencekik Dito detik itu juga.
Namun laki-laki berusaha menahan kekesalannya, dengan mengalihkan kedua tangannya, menuju piring makan Dito yang masih sisa setengah isinya.
Dengan santai dia memakan makanan Dito, dan menyuruput lagi es jeruk laki-laki itu.
Dia mengabaikan Dito yang tengah mengumpat, memaki dirinya. Dengan santai, dia melahap makanan Dito.
"Ngapain ke ruang kesehatan cewek Dit?" tanya Kenzi setelah membeli dua porsi nasi goreng, dan dua es jeruk.
Laki-laki itu memberikan sepaket pada Dito, dan di hadiahi senyuman lebar olehnya.
"Loh? Kok lo cuma beliin Dito sih Zi? Adek lo itu gue, bukan Dito elah!" ketus Kenzo tak terima, karena dia merasa tidak di anggap sebagai adik oleh Kenzi.
"Brisik!" Kenzi menatap dingin adiknya itu, lalu mendorong makanan yang seharusnya untuknya pada Kenzo.
Padahal awalnya memang benar, Kenzi membelikan satu untuk Kenzo, dan satu lagi untuk dirinya. Tapi, ketika matanya melirik Kenzo yang tengah menghabiskan makanan Dito, dia pun mengurungkan niatnya. Lalu memberikan jatah Kenzo kepada Dito.
Sedangkan Kenzo dengan senang hati menerimanya, dan tidak menghiraukan Kenzi yang belum makan. Memang kembaran jahanam ya.
Kenzi menyuruput es jeruknya sambil menatap kembarannya, lalu menghela napas panjang. Kenapa dia mempunyai kembaran yang berbanding terbalik dengan dirinya?
Karena tidak mendapat respon dari Dito, laki-laki itu malah asyik memakan makanan pemberiannya tadi. Kenzi mengebrak meja lumayan keras, dan membuat kedua insan yang tengah fokus dengan makanannya, tersedak dan terbatuk-batuk.
"Anjir! Lo pengen kita mati tersedak Zi!? Sampai segitunya lo Zi karena gue makan makanan lo? Tega ya lo!" cerocos Kenzo sambil meneguk es jeruk Kenzi.
Sedangkan Dito menatap tajam Kenzi dengan tatapan mematikannya.
Hanya helaan napas lagi yang keluar dari mulut Kenzi, karena makin hari dia makin tidak habis pikir.
Kenapa selama ini dia bisa bertahan bersama kedua makhluk semacam mereka?
"Sorry," ucap Kenzi tulus.
Dito menghirup napas dalam, lalu menghembuskannya perlahan. Karena laki-laki itu berusaha, meredakan emosinya yang tiba-tiba membuncah.
"Salah masuk."
"Hah? Apaan yang salah masuk?" tanya Kenzo bingung. Karena tiba-tiba Dito mengucapkan perkataan yang mengambang, tidak jelas.
"Lo bukan bocah yang ga bisa bedain tempat Dit," penuturan Kenzi membuat Kenzo menganggukkan kepalanya paham.
"Hm ... mulai sekarang?" tanya Kenzo ambigu, sambil menatap Dito dalam.
Dito menarik tipis kedua ujung bibirnya, lalu membalas tatapan Kenzo, dengan tatapan yang sulit diartikan.
Sedangkan Kenzi hanya mengangguk-anggukkan kepalanya, seakan paham arti tatapan Dito pada Kenzo.
Berbeda dengan ketiga laki-laki itu, kedua gadis yang masih berada di ruang kesehatan, masih makan dalam diam.
Mereka hanyut dengan pikiran masing-masing.
Setelah makanan mereka habis, Yana bangkit dari duduknya, lalu mengambil styrofoam kosong di tangan Vaya. Gadis itu melangkahkan kaki, mendekati tempat sampah yang berada di ruang ini. Lalu dia membuang styrofoam kosong tadi, ke dalam tempat sampah.
"Udah enakkan Vay?" tanya Yana, ketika Vaya memperbaiki kerudungnya yang kusut, karena tertidur tadi.
Vaya menganggukkan kepalanya, lalu tersenyum kecil. "Udah Yan."
"Kamu masih pucat loh Vay, kamu yakin gapapa?" cemas Yana menatap wajah Vaya yang pucat.
"Iya Yan, aku gapapa kok." Vaya berdiri, lalu mengambil sepatunya yang tergeletak di bawah ranjang.
Setelah memasang kedua sepatunya, gadis itu menarik tangan Yana keluar ruangan, dan tersenyum mendengar cerocos Yana yang mengkhawatirkan dirinya.
Sungguh, ia beruntung memiliki Yana sebagai sahabat, semoga Yana tidak membuatnya kembali jatuh pada kegelapan yang sama lagi, semoga.
To Be Continued
Salam Hangat🌹
Luviasalsabila
KAMU SEDANG MEMBACA
SAINS & SOS [✓]
Teen Fiction[ DISARANKAN FOLLOW SEBELUM MEMBACA ] ••• "Gue fobia sama anak IPS!" "Kenapa lo fobia sama gue?" "Lo siapa?" "Gue fobia lo." "Lo anak IPS?!" "Kenapa lo alergi anak IPS?!" "Bukan urusan lo!" "Ini urusan gue, karena gue anak IPS." "GUE BAKAL BIK...