"Lulus nanti, kamu ambil kuliah dimana?" tanya Vaya sambil melirik laki-laki yang tengah berbaring di karpet berbulu, di ruang tamu rumah abangnya.
Dito membuka matanya perlahan, dan mendudukkan tubuhnya, lalu menatap Vaya dalam.
"Tergantung," ucapnya.
Vaya mengerutkan keningnya, "tergantung gimana?"
"Tergantung kamu," balas Dito enteng sambil mengangkat bahunya acuh.
"Kamu kenapa sih, suka banget ngegantungin ucapan!?" protes Vaya.
Dito terkekeh pelan, lalu menyeringai menatap Vaya. "Daripada kamu, suka ngegantungin perasaan."
Vaya membuang tatapannya, ia tidak mampu berlama-lama menatap mata gelap itu.
"Menghindar aja terus, sampai aku bosan."
Penuturan Dito, mampu membuat Vaya diam tak berkutik. Gadis itu bahkan menahan napasnya sesaat.
"Tapi sayang, aku ga akan bisa bosan."
Vaya menghembuskan napas lega, itu semua tidak luput dari perhatian Dito tentunya.
Dito mengulum senyumnya, "kamu kenapa lega gitu?"
"Le-lega apanya!?" tanya Vaya nge-gas, sambil menatap ke segala arah.
"Kamu gemesin banget sih, gimana aku mau bosan coba?"
"Apasih Dit!? Gombal mulu," protes Vaya masih tetap menghindari tatapan Dito.
"Aku serius," ucap Dito sambil menarik tangan Vaya untuk dia genggam.
"Apa selama ini aku terlihat bercanda sama kamu?" tanya Dito sambil menatap Vaya dalam.
Laki-laki itu mengelus punggung tangan Vaya, yang berada di dalam genggamannya.
"Untuk pertama kalinya sejak saat itu, aku ga pernah main-main Ya."
Dito menghela napas berat. "Aku sangat menyesal, kenapa dulu aku sangat pengecut? Dan kenapa aku takut akan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi sama kamu?"
"Tapi sialnya, malah kemungkinan yang ga pernah aku pikirkan menimpa kamu Ya."
Dito melepaskan genggamannya, lalu menurunkan tatapannya.
"Seandainya waktu bisa diulang, aku mau menjadi egois walau sesaat, dan mengesampingkan kemungkinan yang belum tentu akan terjadi."
Vaya mengerutkan keningnya bingung.
Dito kenapa?
Apa maksud dari perkataannya?
Kenapa Dito terlihat sedih, dan menyesal?
"Ka-kamu gapapa?" tanya Vaya ragu.
Dito kembali menatap Vaya, namun dengan senyum yang cerah.
"Aku gapapa kok, kalau kamu selalu ada di dekat aku."
Vaya memutar bola matanya malas, "kenapa malah ngawur sih!?"
Laki-laki itu terkekeh pelan, lalu kembali menggenggam lembut tangan Vaya.
"Aku sayang kamu," ucapnya.
Vaya mendelik kesal, tapi berbanding terbalik dengan pipinya yang merona.
"Aku cinta kamu, Lavanya."
'Deg'
"Sekarang kamu percayakan, bagaimana perasaan aku ke kamu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
SAINS & SOS [✓]
Novela Juvenil[ DISARANKAN FOLLOW SEBELUM MEMBACA ] ••• "Gue fobia sama anak IPS!" "Kenapa lo fobia sama gue?" "Lo siapa?" "Gue fobia lo." "Lo anak IPS?!" "Kenapa lo alergi anak IPS?!" "Bukan urusan lo!" "Ini urusan gue, karena gue anak IPS." "GUE BAKAL BIK...