E P I L O G

510 28 58
                                    

Seorang gadis terbaring di ranjang rumah sakit, dengan berbagai macam alat menempel di tubuhnya.

Pria yang sejak semalam selalu berada di sampingnya, menggenggam tangannya, tidak pernah lelah mengecup punggung tangannya.

"Bangun," ucapnya lirih.

Untuk ke sekian kalinya, hanya itu yang mampu ia ucapkan.

"Bangun, saya mohon, bangun."

Hanya terdengar suara alat dari monitor di sebelahnya.

"Saya janji, tidak akan memaksakan kehendak saya sama kamu. Saya mohon, bangun."

Usapan pada bahunya, membuat pria itu menoleh.

"Jangan seperti ini, Nak. Kamu juga butuh makan. Kalau kamu sakit, siapa yang akan menjaganya?" ucap wanita itu dengan senyuman hangatnya.

Helaan napas keluar dari mulut pria itu. Sekilas ia menatap gadis yang masih setiap memejamkan mata.

Pria itu mengangguk, lalu bangkit. "Titip sebentar, Bu."

Wanita itu mengangguk, lalu menjatuhkan bokongnya di kursi yang di tempati putranya tadi.

"Bangun, Nak." ucapnya lirih.

"Kita semua sangat mengharapkan kamu bangun."

Terdengar langkah mendekat, membuat wanita itu menoleh lalu tersenyum hangat.

"Masih belum bangun, Bu?" tanya laki-laki itu berbisik.

Wanita itu mengangguk pasrah.

"Jangan putus asa, Bu. Kita harus tetap berdoa." tutur laki-laki itu mengelus bahu wanita itu.

"Dia kemana?" tanya wanita itu setelah hening beberapa saat.

"Di depan, sama Ayah." balasnya sambil memperhatikan wajah tenang gadis itu.

"Maaf, maafin gue yang ga bisa jagain lo." ucapnya lirih. Bahkan tangannya yang hendak menyentuh kening gadis itu, dia urungkan ketika mengingat pesan yang gadis itu kirim kan padanya beberapa hari sebelum kejadian itu terjadi.

"Gue ga tau, apa yang selama ini lo lalui. Tapi gue yakin, lo adalah gadis terkuat ketiga yang pernah gue temui."

"Dito," panggil seorang gadis yang tengah berdiri di depan pintu. Bersama dengan seorang pria paruh baya.

Dito melangkahkan kaki mendekati gadis itu, lalu menggenggam tangannya.

"Kamu kangen dia kan?" tanya Dito sambil menarik gadis itu mendekati ranjang.

Awalnya terdapat penolakan dari gadis itu, namun akhirnya ia pasrah.

"Ke-kenapa bisa?" tanya gadis itu sambil menitikkan air mata.

Helaan napas keluar dari mulut Dito. "Takdir, Ya."

"Aku benar-benar jahat ya, Dit? Sahabat macam apa yang ga ada di samping sahabatnya sendiri, di saat dia membutuhkan pertolongan?" tutur gadis itu semakin terisak.

Dito menariknya ke dalam pelukannya, mengusap punggung gadis itu lembut.

"Kamu ga jahat, tapi semuanya, udah di atur oleh Allah. Ini ujian untuknya. Aku yakin, dia pasti bangun sebentar lagi."

Gadis itu mengangguk pelan. "Aku berharap saat ini juga, dia bangun."

Pergerakan dari jari-jari gadis yang tengah terbaring di ranjang itu, membuat wanita yang sedari tadi memperhatikannya, memencet tombol yang ada di dekat ranjang.

Tidak lama kemudian dokter dan beberapa satu orang perawat pun datang.

"Permisi sebentar ya, Bu, Adek-Adek. Tolong tunggu di sana ya."

SAINS & SOS [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang