Satu Minggu lagi, kelas 12 akan melaksanakan ujian, sudah saatnya seluruh kelas 12 mempersiapkan diri menghadapi berbagai macam ujian nantinya.
"Duh, Vaya ... dari dulu aku ga suka sama pelajaran Kimia. Masa Bu Rena bilang ke aku, paksa, bisa, terbiasa? Bukannya segala sesuatu yang dipaksakan itu ga baik ya?" tutur Yana, sambil menarik napas panjang.
"Hubungan aja, yang dipaksa malah saling menyakiti akhirnya. Apalagi otak aku, yang ga mau dipaksa buat terima rumus-rumus yang memusingkan kepala. Lama-lama bisa meledak kepala aku Vay." sambung Yana, sambil menjatuhkan kepalanya di meja.
Vaya terkekeh pelan. "Intinya niat Yan, kalau udah ada niat pasti ada kemauan. Kalau ada kemauan, kamu pasti berusaha. Contohnya Kimia, kamu harus sukai materinya terlebih dahulu, baru bisa menangkap semua materinya. Mudahkan?"
Yana menatap Vaya sendu, "otak aku ga sama kayak kamu, tanpa ada niat pun kamu emang pintar. Kalau aku? Walau udah belajar mati-matian pun, tetap aja ga dapat nilai tuntas."
"Yana ... ga ada orang yang emang pintar, semua kapasitas otak itu sama di ciptakan Allah, ga ada bedanya. Yang jadi pembeda itu terletak pada diri masing-masing orangnya. Jika dia memiliki kemauan, pasti dia akan melakukan usaha agar bisa. Bukan malah mengeluh, lalu membanding diri dengan orang lain."
Vaya menghela napas pelan, lalu mengelus rambut Yana lembut. "Membandingkan diri dengan orang lain boleh aja, asal jangan minder dan berkecil hati. Kamu harus berfikir logis, kenapa orang bisa, kamu engga? Padahal kita sama-sama manusia, sama-sama makan nasi bukan?"
"Tapi ini yang terpenting, kamu adalah kamu. Jadi ga bisa disamain dan dibanding-bandingkan dengan oranglain. Semua orang memiliki kelebihan, dan kekurangan. Sekarang ... yang perlu kamu lakuin berusaha, dan bersyukur." Setelah mengucapkannya Vaya tersenyum hangat.
Yana membalas senyuman Vaya, ia merasa dihargai ketika bersama Vaya, walau sebelumnya gadis itu tidak menerima kehadirannya, tapi sekarang ia sangat bersyukur memiliki sahabat seperti Vaya.
Yana menegakkan tubuhnya, lalu memeluk Vaya erat. "Makasih banyak ya Vay, cuma Nenek dan kamu yang peduli sama aku."
Vaya mengerutkan dahinya bingung dengan penuturan Yana, namun tetap membalas pelukan Yana.
"Kalau kamu butuh teman cerita, kamu bisa cari aku." balas Vaya tulus sambil mengelus punggung Yana lembut.
Yana melepaskan pelukannya, lalu menganggukkan kepalanya dengan senyum cerahnya.
"Lanjut belajarnya, kalau ada yang ga kamu pahami, tanya aja ke aku." ucap Vaya lalu berdiri dan berjalan ke rak bagian IPA untuk mengambil buku Kimia, Fisika, dan Biologi.
Mereka berdua sedang berada di perpustakaan, karena semester 6 ini mereka akan disibukkan dengan ujian, dan ujian.
Oh iya, Vaya tidak lagi menggantikan Bu Lola di tambahan pelajaran beliau, karena si peringkat perak yang memintanya pada Bu Lola untuk melanjutkan tugas Vaya. Vaya tidak tau siapa peringkat perak, tapi tidak masalah. Ia sangat berterimakasih dengan seseorang itu, karena telah menggantikan posisinya.
Harusnya sekarang Bu Lola telah kembali ke sekolah, karena masa cutinya telah habis.
Setelah mendapatkan buku yang di carinya, Vaya menunduk memperhatikan buku-buku yang dipegangnya, ia pun bertubrukan dengan seseorang di depannya, buku yang ia pegang jatuh berserakan.
"Ah ... maaf, gue ga sengaja." Suara itu bukan milik Vaya, suara itu terdengar berat, dan seksi.
Eh seksi?
Vaya menurunkan badannya mengambil bukunya yang berserakan, namun tangannya kalah cepat dengan tangan besar di depannya.
Laki-laki itu menyerahkan buku-buku itu ke Vaya, lalu dia mengulurkan tangan kanannya pada Vaya. "Perkenalkan, nama gue Arreza Marhandika, panggil aja Reza, dari 12 MIPA 2."
![](https://img.wattpad.com/cover/227168593-288-k353202.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
SAINS & SOS [✓]
Teen Fiction[ DISARANKAN FOLLOW SEBELUM MEMBACA ] ••• "Gue fobia sama anak IPS!" "Kenapa lo fobia sama gue?" "Lo siapa?" "Gue fobia lo." "Lo anak IPS?!" "Kenapa lo alergi anak IPS?!" "Bukan urusan lo!" "Ini urusan gue, karena gue anak IPS." "GUE BAKAL BIK...