29 : EXAM

487 76 56
                                    

"Bagi ananda kelas 12 jurusan IPA maupun IPS, sebelum memasuki ruang ujian, diharapkan tidak ada yang membawa barang elektronik ke dalam ruangan. Jika kedapatan, kalian akan mengulang kembali di kelas yang sama tahun depan. Ingat, ujian ini menentukan kelulusan kalian. Terimakasih."

Semua murid kelas 12 heboh, mendengar pengumuman dari pengeras suara.

Ada yang mengeluh rencananya gagal, karena tidak mau mengambil resiko dengan meminta jawaban temannya, yang berada di ruang sebelah melalui ponsel.

Dan ada juga yang bersikap biasa saja, karena telah mempersiapkan dirinya di rumah terlebih dahulu, sebelum menghadapi ujian. Salah satunya Vaya, gadis peringkat emas di Nusantara.

Sebenarnya Vaya tidak banyak melakukan persiapan dalam menghadapi ujian ini, karena sebagian besar materi telah ia kuasai.

Vaya melirik nomor ujiannya, lalu melangkahkan kaki menuju ruangan dimana ia melaksanakan ujian.

Setelah mendudukkan diri di depan komputer, gadis itu mengerutkan kening menatap laki-laki di sebelahnya. Padahal sebentar lagi ujian akan di mulai, sedangkan laki-laki itu masih asik menelungkupkan kepalanya di lipatan tangannya.

Apa ia harus membangunkan laki-laki itu? Atau membiarkannya tertidur, tapi sebentar lagi ujian akan di mulai.

Helaan napas keluar dari bibirnya, lalu ia mendekatkan tangannya memukul pelan bahu laki-laki itu. "Hei, bangun."

Karena tidak mendapat respon darinya, Vaya mengencangkan pukulannya pada bahu laki-laki itu.

"Aw ... shit! Siapa sih yang berani gang ...," umpat laki-laki itu lalu terdiam menatap Vaya canggung.

Laki-laki itu menggaruk pipinya tak gatal, lalu memajukan bibirnya. "Sayang, kok mukulnya kencang banget sih. Dito kan kaget, kalau serangan jantung gimana? Nanti kamu malah jadi janda."

Vaya mendelik kesal, "janda nenek lo!"

Dito terkekeh pelan, lalu dia mencubit pipi Vaya gemas, sambil menatap Vaya malu-malu. "Kok tau sih kalau Nenek aku janda? Cie yang perhatiin aku, duh ... kan Dito jadi malu."

Gadis itu mengalihkan wajah menatap komputer di depannya, dan mengabaikan makhluk di sampingnya.

"Kok Abang Dito di kacangin sih Dek Vaya? Emang kurang ganteng apa lagi Abang Dito? Ga takut nanti Abang Dito di gondol degem? Atau di gondol tan ...,"

Dengan gemas, Vaya menutup mulut Dito dengan telapak tangannya, Dito yang awalnya tersentak kaget, langsung menyeringai di balik telapak tangan Vaya.

Laki-laki itu, dengan iseng mengecup telapak tangan Vaya berkali-kali.

Vaya merasakan aliran listrik menyengat telapak tangannya hingga ke seluruh tubuhnya, ia menarik tangannya cepat lalu menjauhkan sedikit tubuhnya dari Dito.

Laki-laki itu semakin mengembangkan senyumnya, menatap wajah Vaya yang memerah.

"Kamu makin cantik kalau lagi blushing." goda Dito sambil menaik turunkan alisnya sebelah.

Ketika Vaya ingin mengeluarkan suaranya, terhenti karena bel tanda ujian telah berbunyi, dan pengawas telah memasuki ruangan.

Empat puluh menit waktu telah berlalu, Vaya telah menyelesaikan ujiannya, dan menatap nilai Bahasa Indonesia nya yang terpampang di layar komputer.

Gadis itu menarik lengkungan di bibirnya, dan mengucap syukur di dalam hatinya.

"Wah ... nilai yang sempurna untuk orang yang sempurna," celetuk Dito menatap layar komputer Vaya.

Vaya melirik Dito sekilas, dan berlalu menatap layar komputer laki-laki itu yang menampilkan nilai yang sama dengannya. Gadis itu membelalakkan mata tak percaya.

Dito tertawa pelan menatap ekspresi Vaya yang sangat lucu. "Kenapa? Kamu kok kayak ga yakin kalau aku dapat nilai segitu?"

"Hah? Eng-engga kok, gu-gue ga gitu." elak Vaya terbata-bata.

Laki-laki itu semakin tertawa, bahkan suaranya terdengar sangat keras di ruangan.

Tolong ingatkan Dito bahwa saat ini mereka masih di jam ujian.

"Aldhito! Apa yang kamu tertawakan!?" tanya Bu Brenda menatap Dito tajam.

Dito menggaruk pipinya tak gatal, lalu menyengir menatap Bu Brenda. "Engga Bu, soal bahasa terlalu mudah bagi saya, makanya saya ketawa."

Vaya menahan senyumnya, ketika Dito tersentak kaget karena panggilan Bu Brenda, namun ia mencebikkan bibirnya ketika mendengar jawaban laki-laki itu.

"Tidak perlu tertawa juga kan Aldhito!? Kamu mengganggu ketenangan teman-teman kamu yang belum selesai mengerjakan ujian! Tolong jaga ketertiban selama ujian!" balas Bu Brenda dengan meninggikan suaranya.

"Maaf Bu, turunkan nada suara Ibu. Karena suara Ibu, mengganggu ketenangan teman-teman saya yang sedang ujian." balas Dito sambil tersenyum lebar.

"ALDHIT ...," teriak Bu Brenda tertahan karena dipotong oleh Dito.

"Bu Brenda yang cantik, please lower the sound."

Vaya yang menatap aura tidak mengenakkan dari Bu Brenda, membuatnya mencubit pelan perut laki-laki di sampingnya.

"Kok aku di cubit sih, Yang?" protes Dito, sambil mengelus perutnya yang dicubit Vaya tadi.

"ALDHITO! SEKARANG KAMU KELUAR!"

Bu Brenda terlihat sangat marah, karena wajahnya memerah menahan emosi.

Laki-laki itu berdiri, "dengan senang hati Bu Brenda yang cantik, excuse me." balasnya sambil menarik tangan Vaya keluar ruangan.

Tunggu, ada yang aneh. Kenapa dirinya juga di tarik keluar? Bukannya yang disuruh keluar oleh Bu Brenda hanya Dito? Tapi kenapa ia juga di tarik keluar oleh laki-laki itu?

"ALDHITO! KENAPA LAVANYA JUGA DIBAWA KELUAR!? KEMBALIKAN LAVANYA ALDHITO!" Teriakan Bu Brenda, tidak di indahkan oleh Dito.

"Vaya dengan saya itu satu Bu, tidak bisa terpisahkan." balas Dito enteng.

Sepanjang jalan, Vaya menatap kosong lantai yang di lewatinya, kesadarannya belum kembali, lalu ia tersadar ketika usapan lembut di kerudungnya.

"Kamu kok diam aja? Lagi mikirin apa?"

Vaya menatap Dito bingung, lalu menatap sekitarnya. Mereka berada di perpustakaan, dan duduk di sudut biasa dia membaca.

"Eh, kok kita di sini? Bukannya tadi di labor ya?" tanya Vaya bingung.

Dito terkekeh pelan, gadis ini sangat membuatnya gemas. "Ujian udah selesai."

"Oh selesai, HAH ... SELESAI!?"

"Shh ... diam, kita lagi di perpus Vaya."

Vaya menatap Dito tajam, "kok lo tarik gue sih? Harusnya lo keluar sendiri."

"Kamu ga dengar, apa yang aku bilang tadi?" tanya Dito balik.

Gadis itu mengerutkan keningnya, "dengar apa sih? Gue ga tau."

Dito mendekatkan wajahnya ke telinga Vaya lalu berbisik lembut, dan membuat Vaya terdiam kaku dengan jantung yang berdetak cepat.

"Kamu sama aku itu satu, ga bisa terpisahkan."

To Be Continued

Salam Hangat 🌹

Luviasalsabila

SAINS & SOS [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang