57 : COMEBACK

314 30 123
                                    

Dito menghela napas berat. Tatapan tajam Tama, tidak membuatnya takut.

Pria dewasa itu, tak akan mampu membuatnya mundur seperti dulu.

"Kenapa lagi sih, Bang?" tanya Dito malas.

Tama masih setia menatap Dito tajam.

Saat ini mereka berada di kantin rumah sakit. Mereka duduk saling berhadapan.

"Kenapa lo ga dengerin apa yang gue bilang hah?!" desis Tama tak suka.

Dito menghela napas lagi. "Coba gue tanya, kalau seandainya lo yang berada di posisi gue, apa yang bakalan lo lakuin, Bang?"

Tama diam tak bergeming.

"Lo ga bisa jawabkan? Begitu pula dengan gue Bang, gue ga bisa menjauh dari orang yang gue cinta, Bang."

Jentikkan ibu jari dan telunjuk dari Dito, membuat Tama mengangkat alisnya.

"Gue mau bikin penawaran sama lo, Bang." ucap Dito. Sambil mencondongkan tubuhnya ke arah Tama.

Tama mendengkus, lalu mendorong wajah Dito. "Lo ga lagi di posisi tawar menawar, Dito."

"Gitu amat sih lo, Bang. Ini bukan sehari dua hari loh, Bang. Masa sampai sekarang lo masih benci sama gue? Lagian sampai sekarang gue ga tau alasan lo membenci gue, dan memisahkan gue dari adek lo, Bang."

Tama berdecak. "Jadi selama ini lo ga tau apa permasalahannya?!"

Dito mengangguk polos.

"Brengsek!" ketus Tama.

Dito tertawa keras, sambil memukul meja.

"Emosi lo dari dulu ga bisa ke kontrol ya, Bang. Pantesan, ga ada yang mau sama lo sampai sekarang."

Tama kembali menatap Dito tajam. "Jangan sok tau lo, Bocah!"

"Bocah-bocah gini, juga udah bisa bikin bocah kali, Bang. Bisa bikin keponakan juga buat lo." balas Dito enteng.

Pria itu menggebrak kasar meja di depannya, membuat semua perhatian menatap mereka.

"Tarik napas dari hidung, Bang. Keluarin lewat mulut, jangan lewat belakang." ucap Dito yang di akhiri tawa.

"Gue ga lagi bercanda, Dito." ucap Tama dingin.

"Oh sorry, hidup itu butuh bercanda, supaya ga monoton kayak hidup lo, Bang." balas Dito datar.

Suasana kantin sangat hening. Karena pusat perhatian mereka, pada kedua insan berjenis kelamin yang sama itu.

"Alasan gue ga suka adek gue sama lo, karena lo itu ... psyco."

Sorotan mata gelap milik Dito, tiba-tiba berubah tenang.

"Gue ga mau, adek gue berurusan dengan penjahat kayak lo."

Tama beralih menatap kalung yang dipakai Dito. "Seharusnya lo ga pernah ada di hidup adek gue, tapi ... entah kenapa kalian malah menjadi sepasang sahabat, yang saling jatuh cinta."

"Ck, gue benar-benar muak mengingat lo yang hampir membunuh semua suruhan gue!"

Dito tertawa sumbang, lalu menatap Tama sambil menyeringai.

"Karena gue ga akan mengusik, jika gue ga diusik terlebih dahulu."

Tama mengepalkan tangannya. "Lo lupa hah?! Lo hampir melukai adek gue waktu itu, Brengsek!"

Teriakan Tama membuat penghuni kantin, terkejut.

Sejak kemarin dan sekarang, sisi lain Tama baru terlihat oleh mereka. Biasanya pemilik rumah sakit ini, sekaligus dokter bedah itu, selalu bersikap ramah, dan santun.

SAINS & SOS [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang