Vaya menatap kosong papan tulis di depannya, bahkan suara Bu Lola yang begitu lantang menerangkan rumus, tidak membuatnya terusik sedikitpun.
Ketika bahunya disenggol Yana cukup kuat, membuat gadis itu menatap tajam ke arah sampingnya.
"Apasih!" decaknya kesal.
"Pilih disenggol aku atau Bu Lola? Kamu ga liat Bu Lola perhatiin kamu dari tadi? Untung peringkat emas, kalau engga? Udah dilindas kamu sama mulut cabe Bu Lola."
Vaya berusaha mengode Yana untuk memelankan suaranya, namun gadis itu malah semakin mengeraskan suaranya.
"Bagus Kayana, kamu ternyata mau dilindes sama mulut cabe saya ya?" Bu Lola tepat berdiri di sebelah Yana, ketika membalikkan badannya, Yana melototkan matanya, sambil membuka mulutnya.
"Hah ... itu Bu ... bukan ...."
"Membicarakan saya, ketika saya mengajar di depan? Saya akui, nyali kamu sangat besar Kayana." remeh Bu Lola.
"Bukan Bu ... anu ...."
"Jika kamu Lavanya, mungkin bisa saya maklumi. Tapi kamu itu Kayana, peringkat abu-abu di angkatan. Lantas, kamu sudah merasa hebat hm?"
"Buk ...,"
"Sekolah tempat belajar, bukan tempat menggibah. Apalagi membicarakan guru sendiri!? Merasa bangga dengan peringkat kamu Kayana? Quiz perdana dari saya saja kamu dapat donat, apalagi ujian semester! Saya pastikan kamu dapat donat red velvet. Bukankah menarik Kayana? Ingin mencobanya?"
Yana meneguk salivanya kasar, tenggorokan terasa kering, dan detak jantungnya 3x lipat lebih cepat dari biasanya.
Bu Lola dengan Pak Andreas memang paduan yang serasi, karena sama-sama bermulut cabe. jika memiliki anak pasti jadi terong dicabein. Bahkan, Yana masih sempat berfikir seperti itu readers.
"Pita suara kamu rusak Kayana? Kemana suara kamu yang keras tadi? Apa perlu saya panggilkan Pak Andreas, selaku guru biologi untuk mengecek tenggorokan kamu?"
Penuturan Bu Lola, membuat Yana melototkan matanya lagi.
Oh ayolah, satu mulut cabe saja sudah membuatnya mati rasa, apalagi dua mulut cabe? Bisa-bisa, mati berdiri dirinya.
Tiba-tiba Yana berdiri, lalu membungkukkan badannya, sambil mengucapkan rentetan maaf pada Bu Lola.
"Saya akan memaafkan kamu dengan syarat," jantung Yana berdetak semakin tak karuan, menunggu lanjutan perkataan Bu Lola. Gadis itu benar-benar takut, mati rasa readers.
"Lavanya," panggil Bu Lola. Vaya yang mendengar namanya disebut, membuat gadis itu menatap penuh tanya, ke arah Bu Lola yang juga tengah menatapnya.
"Saya buk?" tanya Vaya, sambil menunjuk dirinya bingung.
Bu Lola mengangguk singkat, "tolong saya untuk mengajar kelas 12 IPS 1."
"Kamu tentu mendengar berita, bahwa saya akan menikah bukan? Sebagai kado pernikahan dari kalian, saya ingin kalian membantu saya. Mengajar tambahan pelajaran untuk materi matematika peminatan, di kelas 12 IPS 1 selama satu minggu." tutur Bu Lola, sambil memandang Vaya yang tampak pias mendengar penuturannya.
"Karena seminggu itu, saya harus cuti menikah." lanjutnya, sambil memandang Yana.
Melihat pergerakan ingin protes dari mulut Yana, Bu Lola menambahkan lagi perkataannya, "saya tidak terima penolakan, karena ini peringatan buat kamu ... dan Lavanya."
"Kamu mau, nilai akhir matematika kamu saya kasih red velvet Kayana?"
Yana menggeleng lemah. Bu Lola beralih, menatap Vaya yang masih menatapnya bingung.
"Lavanya, akhir-akhir ini saya perhatikan kamu semakin banyak melamun. Saya tidak tahu masalah kamu, tapi sebagai peringkat emas di Nusantara. Kamu harus mencontohkan yang terbaik, bagi yang lain."
Bu Lola berjalan menuju mejanya, setelah menyelesaikan perkatannya pada Vaya. Wanita itu terlihat mengambil berkas, yang berisi lembaran kertas. Lalu ia kembali ke tempat Yana berdiri, dan Vaya yang duduk.
"Ini materi yang perlu kamu sampaikan kepada mereka," sambil memberikan berkas tersebut pada Vaya, sedangkan Yana mengerutkan keningnya.
Kenapa hanya Vaya? Bukankah berdua dengan dirinya?
"Kenapa hanya Lavanya? Karena Kayana ikut belajar bersama 12 IPS 1. Supaya kamu sadar, bahwa matematika kamu sama seperti mereka, ziro." Perkataan yang menyakitkan dari Bu Lola, tidak membuat Yana berkecil hati. Karena ia sangat tahu, tabiat dari gurunya ini. Tidak jauh berbeda dengan Pak Andreas.
Ah Pak Andreas lagi, kenapa Kayana selalu memikirkan laki-laki itu akhir-akhir ini? Tapi tunggu, Bu Lola akan menikah? Bagaimana nasib terong di cabeinnya? Semoga Pak Andreas, bisa menemukan paduan yang lebih cabe dari pada Bu Lola, ayo aminkan readers.
"Baik buk," balas Yana pelan. Sedangkan Vaya mengeluarkan suara, seakan arwahnya terbang entah kemana.
Bel berbunyi tiga kali, yang menandakan semua murid dan guru selesai dengan proses belajar mengajar hari ini.
"Baiklah semuanya, cukup sampai di sini pembelajaran kita hari ini, saya minta Minggu depan kalian tidak ada yang membuang-buang waktu bermain ketika saya tidak ada, paham."
"Paham bu," teriak seluruh murid kelas 12 MIPA 1.
"Mohon bantuannya, Lavanya." Bu Lola berjalan meninggalkan kelas, lalu disusul seisi kelas.
Melihat Vaya yang masih diam, membuat Yana merasa bersalah.
"Maaf Vay, aku benar-benar minta maaf. Aku sama sekali ga ada niatan buat bawa-bawa kamu, tapi Bu Lola kenapa malah bawa-bawa kamu? Maaf Vay, maaf."
Vaya menatap Yana dalam, gadis itu memancarkan raut penyesalan.
Vaya menghembuskan napas panjang.
Benar, ini bukan kesalahan Yana, tapi kesalahannya sendiri kenapa melamun saat pembelajaran? Jadi sekarang, ia harus apa? Ia benar-benar kalut. Bagaimana caranya ia menjelaskan fobianya pada Yana maupun Bu Lola? Solusi apa yang bisa ia dapatkan nantinya?
Tanpa sepatah katapun, Vaya bangkit lalu melangkahkan kakinya keluar kelas. Ia tidak marah kepada Yana, ia hanya ingin sendiri untuk menenangkan pikirannya yang kalut.
Sedangkan Yana, gadis itu berjalan di belakang Vaya. Ia sangat tahu, gadis itu ingin sendiri, dan tidak mau diganggu.
Dari matanya juga memancarkan ketakutan, yang sama seperti beberapa hari yang lalu.
Ketika Vaya telah menghilang di balik kemudi, Yana menghela nafas berat.
Dia dikejutkan dengan suara bass dari arah belakang, sebelum gadis itu sempat memutar tubuhnya ke belakang, ia terdiam kaku.
"Berusaha jadi sahabat yang baik Kayana?"
To Be Continued
Salam Hangat🌹
Luviasalsabila
KAMU SEDANG MEMBACA
SAINS & SOS [✓]
Fiksi Remaja[ DISARANKAN FOLLOW SEBELUM MEMBACA ] ••• "Gue fobia sama anak IPS!" "Kenapa lo fobia sama gue?" "Lo siapa?" "Gue fobia lo." "Lo anak IPS?!" "Kenapa lo alergi anak IPS?!" "Bukan urusan lo!" "Ini urusan gue, karena gue anak IPS." "GUE BAKAL BIK...