10 // Cokelat

3.6K 435 11
                                    

Mereka berdua berjalan beriringan menyusuri koridor sekolah, sesekali Ocha melirik Rangga yang tak mengeluarkan satu patah kata pun.

Sempat berfikir bahwa cowok yang berjalan di sebelahnya bukan Rangga asli. Misalnya makhluk jadi-jadian atau bahkan makhluk halus yang sedang merasuki atau menyamar menjadi Rangga.

Pasalnya, Rangga itu tipe orang yang sangat menyebalkan. Siapa tahu sikap isengnya timbul dan berakhir mengganggu makhluk tak kasat mata. Sehingga makhluk gaib itu tak terima dan langsung merasuki tubuh Rangga.

Ocha menggelengkan kepalanya cepat, berusaha menepis pemikiran konyolnya.

"Kenapa lo?" tanya Rangga.

"Hah?" Ocha jadi kaget sendiri. "Gak papa," lanjutnya berusaha terlihat santai.

Mereka berdua sekarang sudah masuk ke dalam kelas. Sudah ada beberapa penghuni kelas yang datang. Ocha langsung duduk ditempatnya, lalu mengambil bekal makanan di dalam tasnya.

"Woi, curut!" panggil Ocha setelah memperhatikan Rangga yang terdiam lesu dibangkunya. Tepatnya, bangku mereka sampingan.

Ocha mengarahkan satu suapan ke dalam mulutnya, bertepatan dengan Rangga yang menengok ke arahnya.

"Kesambet lo?" tanya Ocha akhirnya.

"Suapin gue dong." Bukannya menjawab pertanyaannya, Rangga malah langsung membuka mulutnya lebar-lebar seperti anak kecil. "Aaaaa ..."

"Idih, ogah banget."

"Pelit."

"Bodo."

Butuh waktu sepuluh menit untuk menghabiskan bekalnya. Ocha menaruh kotak makan itu ke kolong meja. Benar-benar tidak menyisakan atau membagi untuk Rangga sedikit pun.

Heran juga, karena biasanya Rangga langsung menyerobot untuk menghabiskan bekal makanan miliknya. Tapi kali ini, seperti tidak ada semangat untuk hidup.

"Pagi gaess," sapa Cara yang baru saja memasuki kelas, disusul dengan Pahlevi di belakangnya.

"Ga, nih ada titipan," kata Cara sambil menyerahkan sebatang cokelat berbalut bungkus dengan warna keemasan, ditambah pita warna biru yang menghiasinya.

"Dari siapa?" sahut Rangga heran.

"Gak tau, kayaknya anak kelas sepuluh deh. Soalnya dia ngasih ini pas gue lewat koridor kelas sepuluh," jelas Cara, sedangkan Rangga hanya mengangguk singkat.

"Itu loh, dari Gladis," tambah Pahlevi.

"Eh kok lo kenal sama tuh cewek?" tuding Cara membuat Pahlevi gelagapan.

"I-itu loh, jangan salah paham dulu, Mah," bujuk Pahlevi. "Tadi gue gak sengaja liat name tag dibajunya."

"Jangan cemburu gini dong. Kan jadi makin cantik," lanjut Pahlevi dengan kata-kata bualnya.

"Gue gak cemburu," elak Cara, lalu cewek berambut sebahu itu berjalan keluar kelas.

"Mau ke mana?" tanya Pahlevi.

"Toilet," ketus Cara dan langsung menghilang keluar kelas.

"Ikuuttt!" teriak Pahlevi, kemudian berlari menyusul Cara.

Ocha memutar bola mata malas, ia tetap asik meminum susu kotak rasa cokelat yang baru saja diambilnya dari dalam tas. Drama antara Cara dan Pahlevi tidak pernah ada habisnya. Ditambah hubungan keduanya tidak jelas, atau bisa disebut Pahlevi-playboy kelas kakap-sedang menggantungkan perasaan Cara. Sialan emang cowok satu itu, rutuk Ocha.

"Susah ya, jadi orang ganteng." Refleks Ocha langsung menengok pada Rangga yang mulai senyum-senyum tidak jelas. "Banyak yang naksir," lanjutnya dengan percaya diri.

"Hih stres ngomong sendiri, senyum-senyum gak jelas lagi," gumam Ocha menyindir Rangga.

Tidak memperdulikan sindiran Ocha, Rangga tetap melanjutkan tingkat ke-pede-annya. "Saking banyaknya, sampe bingung pilih yang mana."

"Sok banget, tetep aja statusnya jomlo," gerutu Ocha dengan suara pelan. Telinganya terasa gatal karena mendengar pujian Rangga untuk dirinya sendiri.

"Lo gak berminat, Cha?"

"Apa?"

"Jadi kandidat pacar gue."

"Ewhh, makasih deh."

Rangga terseyum miring, lalu cowok itu menyodorkan sebatang cokelat yang ada ditangannya. "Mau?"

Tanpa menjawab pertanyaannya, Ocha bersiap mengambil cokelat itu. Tapi dengan jahilnya Rangga malah menariknya kembali. Menyebalkan.

"Potek ya, bagi dua."

🐁🐈

Married with Enemy [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang