"Pokoknya gue gak mau tau!" protes Ocha menggebu-gebu setelah puas nenyerang berbagai pukulan pada Rangga yang malah menampilkan cengiran kudanya. "Lo harus benerin ban motor gue dan anter gue balik!" katanya tak menerima penolakan.
"Ogah banget, emang gue kang ojek," tolak Rangga dengan nada menyebalkan.
"Gue aduin ke Abang gue, tau rasa lo. Mau nanti dicincang habis, hah?" tanya Ocha emosi, masih dengan melayangkan tatapan membunuh.
"Ih, atut deh." Rangga langsung mencolek dagu Ocha, membuatnya langsung melotot tajam.
"Ewh," kata Ocha langsung mengusap dagunya seolah jijik karena habis dicolek Rangga.
Rangga terkekeh, lalu tangannya terulur untuk membenarkan rambutnya sambil mengaca dispion motor gedenya. Melihat itu Ocha geram sendiri, tanpa aba-aba Ocha langsung duduk dijok belakang motor cowok itu.
Rangga menoleh. "Ngapain lo nangkring di sini?"
"Nebeng," sahut Ocha malas.
"Gak. Turun cepet, turun." Dengan usil Rangga menggoyang-goyangkan motornya. Membuat Ocha langsung mencengkeram erat bahu cowok itu.
"Eh, eh. Biadab lo!" umpat Ocha yang masih mempertahankan dirinya agar tidak jatuh.
"Bosen banget gue, tiap hari selalu nonton pasutri yang ribut terus." Pahlevi yang sedang duduk dimotor miliknya pun langsung menopang dagu dengan telapak tangannya, lalu memasang tampang sangat jenuh.
"Heh! Bukan gue duluan yang mulai, nih sahabat curut lo yang terus cari gara-gara," balas Ocha tak terima.
"Bodoamat deh, gue gak peduli," sahutnya tak acuh.
"Udah deh Ga, anterin sahabat gue tuh. Ini kan karena ulah lo sendiri," kata Meyka membuat Ocha tersenyum bangga atas pembelaannya. "Kasian. Gak ada pacar atau gebetan yang bisa dimintai tolong," lanjut Meyka.
Seketika senyumnya hilang, dan Ocha langsung melotot tajam pada sahabatnya itu. Awalnya saja membela, tapi ujungnya malah menghina. Rasanya pengen Ocha jitak kepalanya.
Mentang-mentang Meyka sudah punya Awil. Padahal, sebagai pacar Awil tidak pantas untuk dibanggakan, pikir Ocha. Tugasnya sebagai pacar hanya mengantar jemput Meyka sekolah.
Tapi Ocha salut juga dengan Awil, melihat betapa berjuangnya cowok itu untuk mendapatkan Meyka. Selama Awil tidak menyakiti sahabatnya itu, Ocha setuju-setuju saja.
"Buruan anter gue balik, terus urus tuh motor gue." Ocha mendorong pelan bahu kiri Rangga.
"Males," sahut Rangga tak peduli.
Pahlevi yang bosan menonton drama ribut akhirnya memilih untuk pulang. "Gue cabut duluan." Cowok bertubuh tinggi itu melakukan salam perpisahan ala lelaki pada Rangga dan Awil.
Setelah kepergian Pahlevi, Ocha kembali memaksa Rangga untuk mengantarnya pulang.
"Gak!" tolak Rangga tetap pada pendiriannya.
Ocha geram, tangannya sudah sangat gatal untuk menjambak rambut cowok di hadapannya, tapi ia tahan.
Dengan hati yang gondok, Ocha turun dari motor gede milik Rangga. Lebih baik mencari kendaraan umum, daripada memaksa cowok yang berhati batu itu. Padahal sudah jelas, setiap masalah yang menimpa dirinya selalu karena ulah Rangga.
"Dasar cowok gak bertanggung jawab," batin Ocha gemas.
Seharusnya tadi Ocha meminta bantuan pahlevi saja untuk mengantarnya pulang, dengan membawa-bawa nama Cara, pasti Pahlevi tidak akan menolak.
"Cha!" panggil Rangga.
Tidak mau menggubris panggilan itu, Ocha tetap melangkah menuju gerbang sekolah. Kepalanya tidak ia tolehkan sedikit pun.
"Chacha!" panggil Rangga kembali dengan suara yang lebih keras.
Ocha berusaha menulikan pendengarannya. Terlebih lagi saat cowok itu memanggilnya dengan sebutan Chacha, membuat Ocha jadi kesal sendiri.
"Gue panggil juga." Seketika langkahnya terhenti saat tangannya tiba-tiba ditarik, membuatnya refleks menoleh.
Ocha memutar bola mata malas. "Apa sih? Gue mau balik!"
"Gitu aja ngambek." Rangga mencolek dagu Ocha, kebiasaan yang tak pernah bisa dihilangkan. "Ayo gue anter."
"Gak! Urus aja tuh motor gue," sahutnya jutek.
Rangga berdehem. "Sekarang mau gue anter pulang gak?"
"Gak, males."
"Bener?" Rangga menaik turunkan kedua alisnya, beniat menggoda.
"Lepasin tangan gue, curut!" berontak Ocha.
Percekcokan antara Ocha dan Rangga masih berlangsung. Sedangkan Awil dan Meyka memilih untuk pulang lebih dulu. Sebelum benar-benar keluar dari area sekolah, terbesit ide jahil Awil untuk meledek Ocha.
"Ribut aja pasutri, gue kutuk biar jadi jodoh beneran loh."
Jdeerrr!
Geledek menyambar, seakan sedang merespons ucapan Awil barusan. Keempatnya bahkan sampai tercengang dengan kebetulan yang baru saja terjadi.
Langit perlahan mulai menggelap. Awil pun langsung menancap gas setelah berpamitan.
Takut hujan tiba-tiba turun deras, Rangga segera menarik paksa Ocha kembali menuju motornya yang terparkir. Lalu menyodorkan helm berwarna ungu.
Membuat Ocha sampai mengernyitkan dahinya heran. Bertanya-tanya pada dirinya sendiri. Apa Rangga memang sudah berencana mengerjainya? Buktinya cowok itu sampai membawa dua helm. Memang dasar menyebalkan.
🐁🐈
Bekasi, 12Jun20.
KAMU SEDANG MEMBACA
Married with Enemy [TERBIT]
Fiksi Remaja[SEGERA TERBIT] ⚠PLAGIATOR, HUSSS ❗Beberapa part di hapus demi kepentingan penerbitan "NIKAH?" tanya Rangga dan Ocha berbarengan, keduanya saling melirik satu sama lain. "ENGGAK!" bantah keduanya tegas. Apa jadinya jika partner ribut a.k.a musuh beb...