30 // Sang Gebetan

3.4K 331 15
                                    


HAPPY READING! 💞

🐁🐈

MUSUH
Lo balik sendiri ya, gue sama Gladis.

Ocha mendecak sebal setelah membaca pesan dari Rangga. Kalau saja mengumpat suami tidak dosa, mungkin dirinya sudah mengeluarkan berbagai makian untuk suami termusuhnya itu.

Rangga selalu bersikap seenaknya. Dan imbasnya Ocha yang telantar. Sekarang dirinya tengah berjalan di koridor seorang diri. Hingga seorang cowok menyamai langkahnya. Ocha menoleh ke kanan, mendapati Adrian yang sedang tersenyum riang ke arahnya.

"Hai," sapa Adrian.

Ocha tersenyum kikuk. "Hai." Lalu mempercepat langkahnya agar cepat sampai gerbang sekolah.

"Mau balik ya?" tanya cowok itu.

Ocha mengangguk patah-patah. "Iya."

"Bawa motor?" tanyanya lagi, dan tanpa menunggu jawaban dari Ocha, Adrian melanjutkan ucapannya. "Kalau gak bawa, balik sama gue aja."

"Eh, gimana ya." Ocha jadi gelisah. Merasa serba salah karena lagi-lagi ia harus menolak ajakan Adrian untuk pulang bareng. Tapi disatu sisi, alasan Ocha menolak semuanya agar Adrian tidak berharap lebih pada dirinya, dan Ocha tidak mau dicap sebagai pemberi harapan palsu.

Mereka berdua sudah menginjak parkiran sekolah. Ocha rasanya ingin kabur dari situasi saat ini.

"Ocha!"

Teriakan seseorang yang memanggil namanya refleks membuat Ocha menengok ke arah gerbang sekolah. Senyumnya langsung mengembang saat melihat orang itu. Akhirnya penyelamat datang.

Ocha dapat melihat Kafka sedang menyengir dan melambaikan tangan ke arahnya. Lalu dengan cepat ia kembali menatap Adrian.

"Eh, jemputan gue udah dateng. Duluan ya! Makasih tawarannya." Ocha langsung lari menghampiri Kafka dan meninggalkan Adrian begitu saja.

"Cha! Ditolak lagi?" teriak Adrian frustrasi, kemudian menghela napas berat. "Baru ngajak pulang, belum nembak. Udah ditolak terus."

Ocha menarik napas dalam-dalam. Akhirnya bisa terbebas dari Adrian. Dengan cepat Ocha menaiki motor Kafka tak lupa memakai helm yang sempat diberikan cowok itu.

"Jalan Kaf, cepet!"

Kafka mengangguk dan menjalankan motornya sesuai akan perintah Ocha.

"Mau langsung balik?" tanya Kafka.

"Iya. Eh enggak, enggak." Ocha langsung buru-buru meralat ucapannya. Masalahnya sekarang ia sudah tinggal bersama Rangga. Akan ada banyak pertanyaan pastinya dari Kafka. Lebih baik tidak ada satu pun yang tahu termasuk Kafka sekalipun, yang bernotabene sebagai sahabat kecilnya.

"Yang bener yang mana? Iya atau enggak?" tanya Kafka memastikan.

"Nggak. Jangan balik dulu."

"Balik aja deh Cha, nanti malah kesorean."

"Tapi gue lagi pengen ke ..." Ocha berpikir cepat untuk mencari alasan. "Toko buku."

"Tumben. Mau cari novel?" tanya Kafka.

Ocha menggeleng.

Kafka melihat gelengan kepala Ocha dari kaca spion kiri motornya. "Terus?"

"Mau beli buku pelajaran."

"Idih, kesambet apaan lo?" ledek Kafka membuat Ocha memanyunkan bibirnya.

"Gue tuh mau berubah, Kaf. Mau giat belajar nih. Lo jadi sahabat harusnya seneng karena gue akan mengarah ke jalan yang baik." Ocha menarik napas sejenak, sebelum kembali melanjutkan ucapannya. "Lo juga harusnya banyak-banyak belajar, jangan cewek terus pikirannya!" ceramah Ocha.

Married with Enemy [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang