16 // Kebun Stroberi

3.5K 364 20
                                    

Meyka dan Cara sibuk memasak, sedangkan Ocha hanya menjadi mandor. Ia tidak ada bakat dalam hal masak memasak, tapi bakat dalam hal cicip mencicipi. Hanya nasi goreng yang bisa Ocha masak, itu pun rasanya tidak karuan.

Ocha membantu membawa makanan yang telah matang ke meja makan. Setelah menempati bangku masing-masing, mereka langsung menyerbu makanan yang ada.

"Nanti kita mau ke mana?" tanya Ocha sambil menyuapkan makanan ke dalam mulutnya.

"Kebun stroberi aja," jawab Rangga.

"Wah boleh tuh." Cara menyahut.

"Kita ke sana naik mobil?" tanya Meyka dengan mood yang sudah membaik.

"Ada sih sepeda, tapi kayaknya cuma tiga. Nanti gue tanya Mang Odin dulu deh."

Mang Odin adalah penjaga vila milik keluarga Rangga. Biasanya setiap pagi hari, lelaki paruh baya itu sudah menampakkan dirinya.

"Kenapa gak naik mobil aja?" tanya Pahlevi.

"Gak jauh dari sini," jawab Rangga, sedangkan yang bertanya hanya menganggukkan kepalanya.

Mereka semua menyelesaikan makan paginya terlebih dahulu. Lalu kembali berkumpul di halaman depan vila dengan tiga sepeda yang sudah menangkring manis. Tadi Rangga sempat meminta kepada Mang Odin setelah acara makannya selesai.

"Asik bisa modus-modus." Pahlevi langsung menaiki sepeda berwarna merah. "Mah, ayo sini cepet," panggilnya pada Cara.

"Lah terus gue sama siapa?" tanya Ocha sambil menunjuk dirinya sendiri. Mereka berempat sudah berpasangan. Hanya tersisa Rangga dan Ocha. "Jangan bilang kalau gue sama si semut rangrang."

Mereka semua terkikik geli. "Terima nasib, Cha!" kata Meyka mewakili.

"Malesin banget."

Dengan hati yang dongkol, Ocha langsung duduk di depan Rangga yang siap menggowes, dengan posisi duduk yang miring. Gaya berboncengan sepeda yang menurut kebanyakan orang terkesan romantis.

"Lo berat banget sih, Cha." Rangga sampai ngeden karena harus mengeluarkan tenaga ekstra saat di jalan menanjak, cowok itu memang terlalu lebay. Ocha malah takut kalau Rangga sampai kentut.

"Bukan gue yang berat, tapi lo yang kurus kering kurang gizi mangkanya gak kuat," kilah Ocha sekalian menghina.

"Sialan! Gini-gini pernah lo suka kan?" tanya Rangga sambil berseringai kecil.

"Enggak, itu karena gue gak sengaja khilaf," elak Ocha.

Bukannya menjawab, Rangga malah mengendus wangi rambut Ocha yang tak pernah berubah sedari dulu.

"Wanginya masih sama ya? Gue kangen banget sama wanginya," kata Rangga sambil terkekeh.

"Apaan sih lo!" ketus Ocha. Ia geram karena cowok itu tidak merasa bersalah sedikit pun atas apa yang terjadi pada mereka berdua di masa lampau.

"Jangan galak-galak lagi, Cha. Gue kangen Chacha-nya gue yang lemah lembut." Rangga kembali bersuara, tapi kali ini dengan nada yang serius.

Ocha tidak menggubris, ia memilih untuk bungkam. Rasanya sangat tidak minat jika Rangga sudah membahas tentang masa lalu mereka berdua. Hanya mengungkit rasa sakit yang pernah cowok itu berikan.

Sepuluh menit mereka sudah sampai di kebun stroberi. Para cewek sudah sibuk berfoto ria sambil bergaya candid memetik stroberi.

"Fotoin gue sama Awil dong!" kata Meyka meminta tolong, cewek itu sudah menempel pada Awil. Padahal semalam Meyka uring-uringan perihal Awil yang terciduk membonceng cewek lain oleh Pahlevi. Tapi sejoli itu masih terlihat lengket.

Cara akhirnya memfoto mereka berdua. Sedangkan Ocha fokus memetik stroberi, ia sudah puas berfoto. Rangga yang melihat itu langsung memotret Ocha diam-diam.

Setelah banyak mengambil bermacam gaya candid, Rangga memasukkan ponselnya ke dalam saku jaket. Lalu cowok itu mendekat pada Ocha, dan memetik satu buah stroberi.

"Coba deh," tawar Rangga sambil mengarahkan stroberi itu pada Ocha.

"Gak mau, belum dicuci," tolak Ocha.

"Sehat." Rangga menempelkan stroberi itu pada bibir Ocha, memaksanya agar membuka mulut. Tidak bisa protes, cewek itu memakannya dengan terpaksa.

"Gimana rasanya?" tanya Rangga.

"Coba aja sendiri," jawab Ocha sekenanya.

Rangga langsung memakan stroberi bekas gigitan Ocha, rasanya asam manis.

"Gimana?" Kini giliran Ocha yang bertanya.

"Ya rasanya tuh ibarat gue sama lo."

"Hah?" tanya Ocha tak paham.

"Asem manis. Gak papa deh gue asemnya, asal lo manisnya."

"Situ lagi gombil?" Ocha jadi malas meladeni, ia berjalan ke tempat berbeda untuk memilih kembali stroberi yang akan dipetiknya.

"Keren gak gombalan gue?" Rangga menaik turunkan kedua alisnya, cowok itu terus mengekori ke mana pun Ocha melangkah.

"Dasar gembel," kata Ocha tak acuh.

"Gombal," ralat Rangga tak terima, Ocha seperti mengatainya.

Ocha memutar bola mata malas, ia berjalan cepat agar langkahnya tak sejajar dengan Rangga. Tapi ia ceroboh karena tak melihat ada satu tangga menurun, membuatnya terhuyung dan akhirnya terjatuh.

Ocha meringis sebab kaki kirinya terkilir. Hal itu membuat Rangga tertawa terbahak-bahak, membuat para pengunjung menatap aneh ke arah Rangga.

"Bukannya dibantu malah diketawain," ketus Ocha.

"Sori sori." Rangga berusaha menahan tawanya walau susah, cowok itu mengulurkan tangannya berniat membantu. Bukannya menyambut dengan hangat, Ocha malah menepisnya.

Dengan cepat Meyka, Cara, Awil dan Pahlevi menghampiri.

"Cha, lo gak papa?" tanya Cara dan Meyka sambil berusaha membantu.

"Aw," ringis Ocha menahan sakit.

"Yaudah yuk, kita balik aja ke vila." Cara langsung memapah Ocha.

Mereka semua mengakhiri acara memetik stroberinya.

"Mau gue gendong, Cha?" tanya Rangga sambil tersenyum meledek.

"Gak perlu!" balasnya sinis.

Setelah membayar stroberi yang sudah dipetiknya, untuk dijadikan oleh-oleh. Mereka semua langsung balik ke vila dengan sepedanya.

🐁🐈

Bekasi, 22Jun20.

Married with Enemy [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang