Vote and comment, ya!
.
Happy reading!💞💞💞🐁🐈
Hari senin sekolah kembali di mulai, tahun ajaran baru menyambut. Ocha sudah rapi dengan seragamnya, sekarang ia sibuk berdiri menatap peralatan dapur. Masih terdiam. Bingung harus menyiapkan sarapan apa.
Bagikan ada lampu khayalan yang langsung menyala di kepalanya. "Aha, gue tau!"
Ocha menyiapkan bahan-bahannya. Untung saja pukul lima pagi tadi ia sudah memasak nasi. Jadi, tidak perlu memusingkan. Setelah semua bahan sudah terkumpul, Ocha membaca dengan saksama cara membuatnya. Dan langsung mempraktikkan.
Tidak butuh waktu lama untuk membuatnya, dalam lima belas menit makanan sudah tersedia di meja makan. Cerdas memang. Sekarang sudah waktunya membangunkan Rangga.
Ocha berjalan menaiki tangga, lalu mengetuk pintu kamar cowok itu. Tiga kali panggilan masih tidak ada sahutan. Pintu kamarnya juga tidak terkunci. Akhirnya Ocha menyembulkan kepalanya ke dalam kamar cowok itu, berbarengan juga dengan Rangga yang keluar dari kamar mandi.
Ocha sedikit terkejut saat melihat cowok itu hanya mengenakan handuk yang menutupi bagian bawahnya saja. "Opss ..." Lalu fokusnya beralih ke atas, matanya langsung membulat sempurna. "Wow ..."
"Ngapain lo di situ?" tanya Rangga.
Jika cewek lain akan bergengsi dengan menutupi matanya, Ocha malah asik menikmati pemandangan di depannya. Namun Ocha cepat-cepat menggeleng, menepis jauh pemikirannya barusan.
"Cepet turun, gue udah buat sarapan."
Rangga hanya berdeham singkat. Dan Ocha segera menutup pintu kamarnya. Berjalan kembali ke bawah untuk menunggu Rangga.
Tidak butuh waktu lama, Rangga sudah turun ke bawah dengan pakaian yang sama dengan Ocha, yaitu seragam sekolah. Tidak lupa cowok itu menyeret tas sekolahnya. Lalu duduk di depan Ocha.
"Makanan terenak sedunia udah siaaapp!" Ocha berkata bangga, lalu tangannya dengan cepat membuka tudung saji yang menutupi makanan itu. Biar surprise. Biar Rangga terpana melihat makanannya.
"Omelet?" tanya Rangga heran.
Ocha mengangguk. "Omelet keju ala chef Ocha."
Rangga tersenyum geli. Dikira isinya akan ada banyak makanan. Ternyata tudung saji sebesar tadi hanya menutupi satu piring berisi omelet dan dua piring yang kosong. Tapi tidak mau banyak protes, cowok itu menyodorkan satu piring kosong ke arah Ocha.
Ocha menaikkan kedua alisnya penuh tanya. "Ga, lo gak nyuruh gue makan piring kan? Emang lo kira gue Master Limbad, apa?"
Rangga menghela napas penuh sabar. "Ambilin gue nasi."
"Ooow, okey!" Ocha bahkan sampai lupa hal itu, lalu ia mengambil nasi untuk Rangga dan untuk dirinya sendiri.
Setelah sudah, mereka berdua menikmati omelet buatan Ocha.
"Gimana? Enak gak?" tanya Ocha berharap Rangga menjawab iya atau pujian lainnya.
"Enak banget," sahut Rangga.
Ocha tidak yakin. "Masa sih? Tapi kok muka lo datar-datar aja?"
Rangga menghentikan makannya sebentar. "Ya terus harus gimana?"
"Excited dikit kek," sahut Ocha muram.
Rangga menghela napas sejenak, bersiap memasang wajah dramatisasi. "Wooow, omeletnya enak beud."
Wajah Ocha semakin muram. Merasa gagal memasak sarapan untuk pagi ini.
Rangga yang menyadari itu langsung membuka suara kembali. "Ini beneran enak. Udah jangan sedih gitu, udah jelek nambah jelek."
"Rangga sialan!"
"Lebih sialan istri yang ngatain suaminya sialan."
"Bodo."
Mereka berdua terus melanjutkan perdebatannya sampai sarapan pagi selesai.
"Ayo berangkat," ajak Rangga yang kali ini tak lagi menyeret tasnya, melainkan menggendong tasnya dengan benar di belakang punggung. Tidak bergaya seperti badboy agar terlihat cool yang hanya menyampirkan tasnya disebelah bahu, karena itu tidak pantas untuk Rangga yang bukan tipe cowok badboy.
"Eh, bentar. Lo ngajak bareng gue?" tanya Ocha menunjuk dirinya sendiri.
"Iyalah, ya kali bayangan lo."
"Hellooww ... Ogah banget gue bareng sama lo!" tandas Ocha tajam.
Rangga mendecak. "Yaudah."
Cowok itu berjalan ke luar rumah dan menuju motornya. Ocha membuntuti, lalu memperhatikan Rangga yang sudah menaiki motor dan hendak memakai helm.
"Woi, Ga!" panggil Ocha. "Sekali penawaran doang nih?" tanya Ocha memastikan.
Rangga menghentikan gerakannya, tidak jadi memakai helm. "Maksudnya?"
"Gak ada penawaran kedua gitu?" tanya Ocha lagi.
Rangga semakin menatap Ocha dengan saksama, kerutan dikeningnya pun terlihat jelas. "Apaan sih?"
"Ah lo mah gak asik!" ketus Ocha.
"Kenapa sih, Cha?" Rangga mulai bingung.
Ocha memutar bola mata malas."Gak nawarin berangkat bareng, lagi?"
"Buat apa kalau nanti lo nya nolak lagi, males." Rangga kembali melanjutkan gerakan tertundanya. Kini helmnya sudah terpasang manis dikepala cowok itu.
"Yaelah, curut. Gue kan harus gengsi dulu, gimana sih! Gak peka banget."
"Cih! Gaya lo pake gengsi segala." Lalu Rangga menjalankan motornya keluar dari pekarangan rumah.
"Tungguin gue, curut!" teriak Ocha. Cewek itu langsung bergerak cepat untuk mengunci pintu dan menutup gerbang rumah rapat-rapat. Setelahnya langsung menaiki motor Rangga, tak lupa memakai helm yang diberikan cowok itu.
Ocha menepuk bahu kiri Rangga sekali. "Jalan Bang! Ke SMA Cluster ya."
"Sialan!" rutuk Rangga yang langsung menjalankan motornya.
Ocha tersenyum dibalik punggung cowok itu.
Akhirnya punya ojek pribadi juga, batin Ocha bersyukur.
🐁🐈
Bekasi, 04Aug20.
KAMU SEDANG MEMBACA
Married with Enemy [TERBIT]
Fiksi Remaja[SEGERA TERBIT] ⚠PLAGIATOR, HUSSS ❗Beberapa part di hapus demi kepentingan penerbitan "NIKAH?" tanya Rangga dan Ocha berbarengan, keduanya saling melirik satu sama lain. "ENGGAK!" bantah keduanya tegas. Apa jadinya jika partner ribut a.k.a musuh beb...