11 // Jodoh?

4.3K 439 11
                                    

Kantin saat ini sangat ramai dipenuhi oleh manusia-manusia kelaparan. Ocha sibuk menikmati bakso pedasnya, bahkan dua gelas es jeruk sudah habis ia tenggak untuk menghilangkan rasa pedas itu.

Matanya sampai berair hampir menangis, hidungnya pun pasti sudah sangat merah, ditambah mulutnya yang seperti naga sedang mengeluarkan semburan api. Sampai suapan terakhir berhasil masuk ke dalam mulutnya.

Gelas ketiga es jeruknya siap dihabiskan, setelah itu kedua tangannya ia kibaskan di depan muka karena kepanasan.

"Hai, Mah," sapa Pahlevi hanya pada Cara, cowok itu duduk di sampingnya.

Kedatangan Pahlevi tidak sendiri, melainkan dengan Awil yang langsung menempel pada Meyka, dua manusia itu seakan tidak tahu tempat untuk berpacaran.

Seketika Ocha heran, ke mana  keberadaan si curut Rangga? Biasanya mereka bertiga selalu menempel ke mana pun. Tapi bodoamat lah, mana Ocha peduli.

"Paan sih lo," ketus Cara sambil memutar bola mata malas.

"Dasar cewek, ngambeknya lama bener." Pahlevi berkata seperti itu tanpa merasa bersalah.

"Lagi lu bego sih Le, punya cewek banyak diumbar-umbar," kata Awil menyahut.

"Harusnya?" sahut Pahlevi.

"Ya diem-diem aja," lanjut Awil.

"Kayak lo gitu ya?"

"Iya." Pahlevi menggeleng-gelengkan kepalanya, bodohnya sebelas dua belas sama dirinya.

Cubitan pedas dari Meyka langsung mendarat dipinggang Awil, serta tatapan membunuh dari cewek itu. "Duh, duh, sakit." Cowok ikal itu tersadar dan buru-buru mengoreksi ucapannya tadi.

"Sialan lo Le! Mancing-mancing gue," kesal Awil, lalu beralih menatap pacarnya. "Engga gitu beb, beneran suer. Cuma kamu satu-satunya." Rayuan gombal itu bagai senjata jitu agar Meyka tidak dalam mode ngambek, bisa terancam punah statusnya.

Ocha mendengarnya pun merasa mual, untung saja acara makannya sudah selesai. Lebih baik ia balik ke kelas duluan.

Ocha berjalan santai di koridor, lalu berhenti sejenak saat melihat tali sepatunya lepas, berniat untuk mengikat kembali. Setelah selesai Ocha berdiri tapi tubuhnya malah terhuyung karena seseorang menabraknya. Ocha langsung menangkap basah orang yang menabraknya barusan, menimbulkan helaan napas panjang saat tahu siapa pelakunya.

"Ngapain sih nabrak-nabrak!" kata Ocha dengan nada tak bersahabat.

"Salah sendiri, ngapain berenti di tengah jalan," sahut Rangga.

Ocha mendengus sebal sambil melayangkan tinjunya ke depan muka cowok itu yang malah memasang wajah datar. Tapi bukannya meninju, cewek itu malah mendorong pipi kiri Rangga dengan jari telunjuknya.

"Kayak mayat hidup lo," ucap Ocha yang menjadi alasan kenapa ia tidak jadi meninju cowok itu. Pasalnya muka Rangga sangat pucat kesi. "Lo sakit?" tanyanya dengan suara pelan.

Bukannya menjawab, Rangga malah melanjutkan jalannya. Ocha sudah menggerutu tidak jelas karena terkacangi. Musuhnya itu benar-benar menyebalkan. Dengan iseng, Ocha mengikuti Rangga.

Cowok itu berjalan ke arah taman, duduk di sebuah bangku yang menghadap ke air mancur. Lalu memainkan ponselnya.

Ocha menatap dari jauh, menggelengkan kepalanya tak habis pikir. Kemudian ikut duduk di sampingnya.

"Ngapain malah ke sini?" tanya Ocha berusaha tak peduli.

"Serah siapa? Serah gue lah," katanya tak acuh.

Ocha mendecak kesal.

"Lagian ngapain sih lo ikut-ikutin gue?" tanya Rangga. "Udah sana pergi," katanya sambil mengibas-ngibaskan tangannya seperti gerakan mengusir.

"Ngeselin banget sih lo, gue sumpel juga ya tuh mulut pake kaos kaki," cerocos Ocha kesal.

Rangga tak menyahut, cowok itu memijat pangkal hidungnya.

Secepat kilat Ocha menempelkan punggung tangannya ke dahi Rangga tanpa seizin cowok itu. Membuat cowok itu mendelik sinis.

"Gue colok juga tuh mata," ketus Ocha mengarahkan dua jarinya kedekat mata cokelat milik Rangga.

"Udahlah banyak bacot, ayo ikut gue." Tanpa persetujuan, Ocha menarik tangan Rangga.

Tak lama kemudian, mereka berdua sampai di UKS. Hanya ada dokter Mumun di sana, khusus untuk mengobati murid SMA Cluster.

Rangga sempat menolak untuk memasuki ruang kesehatan itu. Tapi Ocha tetap menariknya secara paksa. Hingga akhirnya Rangga duduk disalah satu brankar yang disekat dengan tirai.

Dokter Mumun pun langsung memeriksanya. "Demam," katanya yang paham dengan gerak-gerik Ocha.

Dokter Mumun berjalan menjauhi brankar. Lalu datang memberikan obat serta minum untuk cowok itu. Ocha hanya memperhatikannya, sambil menyilangkan kedua tangannya didada.

"Kok tumben akur gini?" goda Dokter Mumun seraya tersenyum.

Tidak heran lagi kalau berita itu sampai pada Dokter Mumun. Bahkan kedua manusia yang berstatus sebagai musuh itu sudah tersebar seantero sekolah, dan guru-guru pun mengetahuinya karena mereka berdua selalu membuat ulah.

"Gak ada kata akur sama Rangga dalam kamus Ocha," ucapnya membuat Dokter Mumun kembali tersenyum.

"Benci boleh, tapi gak boleh sampe lama-lama," peringatnya. "Dulu dokter jamannya masih muda kayak kalian juga punya musuh loh, eh malah jodoh dan jadi suami, sampe udah punya anak sekarang."

Ocha sempat tercengang, membayangkan berumah tangga dengan Rangga saja membuatnya bergidik ngeri. Tapi dengan cepat ia menetralkan rasa terkejutnya. "Ya kan hidup itu pilihan, jadi Ocha harus pilih-pilih apalagi buat pendamping hidup, lagian Rangga itu bukan tipe Ocha banget," katanya sambil melirik Rangga.

Dokter Mumun terkekeh sambil menggeleng-gelengkan kepalanya tak heran. "Maklum masih muda, masih jaman-jamannya labil. Tapi nanti kalau udah dewasa, harus pinter-pinter cari jodoh."

"Ocha heran, lagian bukannya jodoh udah ditetapkan sama Tuhan? Terus kenapa kita harus repot-repot nyari sih?" tanya Ocha penasaran.

"Iya emang, tapi kamu sendiri juga bilang kan? Hidup itu pilihan. Jadi jangan cuma nunggu, tapi juga mencari dan memilih mana yang tepat," kata Dokter Mumun mengingatkan.

Ocha cengengesan. "Oh iya ya. Tapi tetep aja, intinya gak mau sama Rangga."

"Siapa juga yang mau sama lo!" sahut Rangga yang dari tadi hanya diam mendengarkan.

"Yeu, nyaut aja lo!" protes Ocha.

Dokter Mumun menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia geli sendiri karena seperti kembali pada kisah masa lalunya.

🐁🐈

Bekasi, 15Jun20.

Married with Enemy [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang