22 // Taruhan

4.9K 401 1
                                    

A/n : Vote dan komen yang banyak dong!!^^

Happy reading!💞

🐁🐈

Ocha menatap takjub pada rumah minimalis di hadapannya. Rumah yang katanya dibeli dengan hasil Rangga mengolah bisnis kafe yang diberi Papanya. Walaupun rumahnya tidak terlalu besar, tapi kelihatannya rumah dua tingkat itu sangat mewah dan nyaman untuk ditempati.

Ocha berjalan memasuki rumah dengan Rangga di sampingnya. Melihat dalam rumah yang sudah rapi dan menampilkan kesan yang sangat elegan.

Lalu keduanya berjalan ke lantai dua. Ada tiga kamar di sana.

"Ini kamar lo, dan yang ini kamar gue." Rangga menunjuk bagian kamar mereka masing-masing.

"Kita pisah kamar?" tanya Ocha.

"Iya lah, males banget gue harus tidur di sofa lagi kalau satu kamar sama lo," sahut Rangga.

"Yaudah sih! Gue juga males kali satu kamar sama lo," ketus Ocha.

"Nanti kalau Mami nawarin buat ada pembantu di sini, pokoknya lo harus nolak," peringat Rangga dengan tegas.

"Loh kenapa?" heran Ocha.

"Lo mau nanti ada mata-mata yang ngadu ke Mami kalau kita pisah kamar?" tanya Rangga. "Terus akhirnya lo sama gue jadi satu kamar lagi."

Ocha mengangguk paham. "Capek juga sih nanti setiap malem harus perang bantal sama lo."

"Anak pinter." Rangga mengacak-acak rambut panjang Ocha. Dan langsung dibalas oleh cewek itu juga.

Setelah itu mereka kembali ke lantai satu, di sana sudah ada keluarga Ocha dan keluarga Rangga yang minus Ardi karena Papinya itu ada meeting yang tidak bisa diganggu gugat.

Mereka sengaja berkumpul di hari pertama pindahan Ocha dan Rangga ke rumah baru.

"Gimana suka sama rumahnya?" tanya Lova pada Ocha.

Ocha menganggukkan kepalanya.

"Oh iya, nanti Mami kirim pembantu ke sini ya," kata Lova lagi dan dibalas gelengan kepala oleh Ocha dan Rangga dengan cepat.

"Gak usah, Mi." Ocha menyahut.

"Loh kenapa? Kalian kan nanti harus fokus sama sekolah. Pasti banyak tugas. Emang bakal sempet ngurus rumah?" kini Ratna—Kakak ipar Ocha yang bertanya.

"Mimom juga lebih setuju sama saran Maminya Rangga sih," kata Ola menyetujui.

Ocha diam-diam menyikut perut Rangga yang duduk di sebelahnya. Bingung karena harus menolak dengan alasan apa lagi.

"Ocha kan rajin, Mi. Jadi gak perlu pake pembantu segala deh." Rangga berkata sambil terkekeh karena dapat tatapan tajam dari Ocha.

"Gue bukan pembokat ya," bisik Ocha kesal.

"Rangga juga bisa bantu Ocha. Jadi gak usah ada pembantu, ya?" tanya Rangga tetap menolak.

Akhirnya Ola dan Lova menyetujui saja. Dua wanita awet muda itu tidak perlu tahu dengan alasan yang sebenarnya, bahwa Ocha dan Rangga berencana untuk pisah kamar.

Ocha mendekatkan diri ke Ratna, kini cewek itu tengah asik menggoda keponakannya.

"Ga, gue nginep sini ya," kata Ringgo sambil menaik turunkan kedua alisnya. Lalu pandangannya menatap ke sekitar. "Rumah baru lo bagus juga ternyata."

"Apa-apaan lo! Gak ada acara nginep segala. Lo kira rumah gue hotel bintang lima?" cetus Rangga.

"Yaelah Ga, mumpung masih rumah baru, gue bisa dipajang buat penangkal roh-roh jahat, loh." Ringgo masih mengobral diri. Demi menginap, pikirnya.

"Bang, gue tau otak-otak bangsat lo, ya," bisik Rangga tajam, sedangkan Ringgo malah terkikik geli.

"Aelah Ga, bagi-bagi pelit amat sih. Lagian kan gue gak minta yang muluk-muluk, cukup jadi penonton aja." Ringgo masih membujuk Rangga, agar mau mengizinkan dirinya menginap di rumah baru milik adik tersayangnya itu.

Rangga menatap Ocha yang asik mengobrol dengan yang lain. Merasa situasi aman dan tidak ada orang yang fokus mendengar obrolan absurd dengan abangnya, Rangga membuka suara. "Lagian gue gak ada niat buat gituan dulu kali."

"Wahh, gituan apa tuh?" Ringgo sengaja memancing.

Rangga menggelengkan kepalanya tak habis pikir. "Otak lo emang bener-bener rijek."

Ringgo mencebik. "Halah, gue yakin juga lo nanti mana tahan."

"Bentukan kayak Ocha mah, mau pose gimana pun, tetep gak ngaruh buat gue." Rangga menepuk dadanya bangga, seakan memang pertahanannya tidak goyah oleh makhluk bernama Ocha, yang sekarang berstatus sebagai istrinya.

"Ayo taruhan! Gue yakin sih lo bakal khilaf sebelum tamat sekolah."

"Meremehkan gue." Rangga tersenyum miring.

"Lah, lo sendiri yang gengsian. Sok bisa nahan segala, halah!" Ringgo tersenyum jail. "Paling Ocha di modisin dikit, lo klepek-klepek mampus gak nahan."

"Serah lo serah."

"Nih." Ringgo melayangkan kunci motor miliknya di hadapan Rangga. "Si Clesy kesayangan gue, buat lo."

"Yakin si Clesy kesayangan lo mau diserahin sukarela gini? Padahal udah jelas kemenangan berpihak sama gue," sahut Rangga bangga.

"Dah lah, Ga. Takut kalah kan lo?" tuding Ringgo.

"Mana ada kata takut dalam kamus Rangganteng." Rangga menyombongkan diri. "Kamera kesayangan gue taruhannya."

"Oke deal."

🐁🐈


Bekasi, 13Jul20.

Married with Enemy [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang