07 // Kedai Kopi

4K 457 53
                                    

"Caramel macchiato untuk cewek tersadis abad ini," kata Rangga sambil menaruh satu gelas minuman ke hadapan Ocha.

"Tersadis pala lo peang," sahut Ocha spontan.

Rangga terkekeh. "Ya emang bener. Seumur-umur cuma lo, cewek yang berani nendang, mukul, nonjok, jambak dan melakukan kekerasan lainnya sama cowok tampan kayak gue gini," kata Rangga sambil menirukan gerakan sadis Ocha, setelah itu langsung duduk dihadapannya.

"Siapa suruh kerjaan lo nyari perang terus sama gue," balas Ocha tak mau kalah.

"Suruh siapa lo jadi cewek galak banget, kan jadinya gue kerjain terus."

"Siapa suruh lo ikutan satu sekolah sama gue," sahutnya lagi.

"Suruh siapa juga lo satu kelas sama gue." Rangga selalu semangat empat lima kalau sudah adu mulut sama Ocha.

"Siapa suruh lo kenal gue," kata Ocha mulai malas.

"Suruh siapa lo—"

"Stop!" potong Ocha. "Ngalah kenapa sih."

Rangga menyengir. "Gak ada dalam kamus gue harus ngalah sama lo."

"Ah sialan!"

Mereka menghentikan adu mulutnya. Beristirahat sejenak untuk menikmati minuman di tengah derasnya hujan sore hari. Untungnya hujan turun saat posisi mereka dekat dengan kedai kopi yang saat ini sedang disinggahi.

"Masih aja suka sama minuman itu," kata Rangga kembali memulai pembicaraan.

"Ya lo juga sama, gak ada bosennya sama tuh hazelnut latte."

"Habis gimana ya ... Banyak kenangan manis sih, bareng nih minuman." Rangga berucap seperti itu membuat Ocha diam sejenak, tapi dengan cepat ia menampilkan wajah jijiknya.

"Geli banget tau gak!"

Rangga tersenyum geli. "Tunggu bentar di sini ya." Tanpa menunggu jawabannya terlebih dahulu, Rangga pergi begitu saja.

Sepuluh menit kemudian, cowok itu datang dengan membawa dua piring berisi roti bakar selai cokelat, membuat mata Ocha berbinar sempurna.

"Waahhh ..." Tangannya siap merebut satu piring itu. "Kesukaan gue banget nih." Ocha melupakan gengsinya sesaat.

"Eh, kata siapa ini buat lo?" tanya Rangga sambil menjauhkan piring berisi roti bakar itu.

"Dasar pelit!" ketus Ocha.

"Iyalah harus," sahutnya malah bangga.

"Kan itu ada dua piring, satu dong buat gue," pinta Ocha memelas.

Rangga menggeleng. "Gak boleh."

"Pelit."

"Bilang gini dulu, Ranggaaaanteeng banget sedunia," kata Rangga mencontohkan.

"Ogah," tolak Ocha mentah-mentah. "Bilang lo ganteng seantero sekolah aja gue males. Apalagi sedunia, ewh."

"Gitu amat sih Cha." Rangga mengerucutkan bibirnya membuat Ocha geli. "Kalau gue gak ganteng, gak mungkin du—"

"Ranggaaanteeng banget sedunia," kata Ocha memotong ucapan Rangga, ia sangat tidak ikhlas lahir batin saat mengucapkan kalimat menggelikan itu. Demi roti bakar gratis, pikir Ocha.

"Nah gitu dong, nih buat lo." Setelah tertawa puas, Rangga menyodorkan satu piring kedekat Ocha yang tak sabar melahapnya.

"Oh iya, gue udah telepon pegawai abang gue buat ambil motor lo di sekolah." Ocha hanya mengangguk, terlalu sibuk untuk menjawab karena sedang fokus melahap roti bakarnya.

Sebelum meninggalkan sekolah tadi, Ocha sempat menitipkan konci motornya pada satpam sekolah.

Mereka berdua kembali terdiam, saling menikmati roti bakarnya masing-masing. Hingga nada dering dari ponsel Ocha menghentikan kegiatan makannya. Terpampang nama Mimom pada layar ponsel, dan segera ia menekan tombol hijau.

"Halo," sapa Ocha setelah panggilan terangkat.

"Kamu ke mana? Bentar lagi mau magrib, kok belum balik juga."

"Lagi di kedai kopi, nunggu hujan reda."

"Sama siapa?"

"Hmm, sama ..." Ocha menggantungkan ucapannya, lalu melirik Rangga sekilas. "Temen."

"Temen yang mana?"

"Duh Mimom kepo banget sih, sama temenlah pokoknya."

"Cowok atau cewek?"

"Setengah cowok, setengah cewek."

"Allahuakbar. Waria maksudnya?"

"Ya kurang lebih begitulah."

Rangga yang mendengar itu langsung melotot tajam. Seenak jidat Ocha menjatuhkan harga dirinya, batin Rangga.

"Siapa namanya?"

"Namanya Rang—"

Dengan cepat Rangga merebut ponsel ditangan Ocha.

"Halo tante cantik," sapa Rangga.

"Loh, ini siapa?"

"Rangga ganteng."

"Temen Ocha?"

"Pacarnya Ocha, tante cantik."

Sekarang giliran Ocha yang melotot tajam, membuat Rangga tersenyum untuk menahan tawa.

"Pacar?"

"Iya tante cantik. Oh iya, yang tadi dibilang Ocha tuh gak bener, saya itu cowok sejati. Tante cantik mau liat?"

"Rangga!" tegur Ocha dengan kesal.

"Pokoknya Ocha sama saya aman, oke tante cantik? Yaudah kalau gitu, Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh."

Ocha tercengang, pencitraan sekali ucapan Rangga. Dengan hati yang dongkol, ia merebut paksa ponselnya. Sedangkan Rangga sudah tertawa puas.

"Sialan!" maki Ocha.

🐁🐈

Married with Enemy [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang