Toktoktok
Rangga sempat terkejut saat ada orang yang mengetuk kaca jendela mobilnya. Dengan cepat cowok itu menjauhkan diri dari Ocha, lalu membuka kaca jendela mobilnya.
"Kalian ngapain?" tanya seorang lelaki paruh baya, dengan sarung yang menyampir dipundak kanannya.
"Kalian berdua teh mau melakukan hal yang macam-macam ya?" tuduh seorang lelaki yang membawa senter, ia melihat keberadaan Ocha di sebelah Rangga.
"Eh, enggak Pak," elak Rangga, merasa tak terima karena para warga menuduhnya seenak jidat.
"Wah kita harus lapor Pak RT ini," kata lelaki berambut kribo menimpali, yang lain menganggukkan kepalanya. Lalu semuanya memaksa agar Rangga dan Ocha keluar dari mobil. Dengan terpaksa mereka berdua keluar.
"Astagfirullahalazim." Cowok yang paling muda menggeleng-gelengkan kepalanya karena melihat celana pendek yang Ocha kenakan.
"Ayo ikut kita ke rumah Pak RT."
Rangga dan Ocha terpaksa mengikuti, bagaimana tidak mereka berdua seperti kambing yang digiring dan tak dibiarkan untuk kabur.
"Assalamu'alaikum, Pak RT."
Tak lama kemudian, lelaki paruh baya yang mengenakan peci keluar dari rumah, dan tak lupa menjawab salam. Sama terkejutnya seperti lelaki muda tadi, orang yang berstatus sebagai RT itu mengucapkan istigfar saat melihat style yang dikenakan Ocha.
Ocha sendiri sampai heran, kenapa semua orang sampai segitunya melihat dirinya yang seakan bagaikan setan.
Ocha dan Rangga pun duduk di sebuah bangku.
"Ada apa ini?" tanya Pak RT.
Para warga menjelaskan semuanya pada Pak RT. Namun penjelasannya membuat Rangga dan Ocha sama-sama melotot saking terkejutnya.
Ocha berusaha menahan emosi, jangan sampai mengeluarkan kata-kata umpatan. "Engga, itu bohong. Kita gak ngapa-ngapain."
"Iya, kita tuh nyasar." Rangga menimpali.
"Tapi kita mergok saat posisi mereka berdua sangat deket," jelasnya.
"Saya tuh cuma mau nurunin sandaran kursi mobil aja, gak ada maksud lain apalagi seperti yang dituduhkan bapak-bapak semua." Rangga mengajukan pembelaan.
"Alesan aja tuh Pak RT," balas satu warga dan diangguki yang lainnya.
"Coba liat ktp kalian berdua," pinta Pak RT.
Ocha menggelengkan kepalanya. "Saya masih enam belas tahun, Pak. Masih muda 'kan?"
"Ya masih di bawah umur, tapi teh berani mau berbuat."
Ocha menggerutu tak jelas. Sedangkan Rangga sedang mengambil dompet dari saku jaketnya, berbarengan juga dengan benda kecil berbungkus merah yang jatuh saat ia mengeluarkan dompet.
Satu warga yang menyadari langsung memungutnya. "Pak RT! Liat ini. Barusan jatuh pas dia ngeluarin dompet." Benda itu diangkat tinggi-tinggi.
Semua yang ada disitu mengarahkan matanya pada benda itu. Terlebih lagi Rangga yang paling kaget. Ocha malah terlihat biasa saja, sebab ia tak tahu apa benda itu.
Semua warga menggelengkan kepalanya tak habis pikir dengan dua remaja yang mereka temui itu.
"Sesuai peraturan di desa ini, di atas jam sepuluh malam ada satu perempuan dan satu lelaki kepergok sedang berduaan, mereka harus dinikahkan," putus Pak RT dan langsung disetujui semua warga.
"NIKAH?" tanya Rangga dan Ocha berbarengan, keduanya saling melirik satu sama lain.
"ENGGAK!" bantah keduanya tegas.
"Besok hubungi orang tua kalian," kata Pak RT. "Ujang, benda itu biar saya yang simpan sebagai bukti." Lalu lelaki bernama Ujang yang sempat menemukan benda itu langsung memberinya pada Pak RT.
"Sstt, emang itu apaan sih?" tanya Ocha sambil berbisik.
"Kondom," sahut Rangga yang juga berbisik.
Ocha langsung melotot, lalu kembali berbisik. "Tamat riwayat gue besok. Lagi lo bego banget sih, ngapain bawa-bawa kondom segala. Ikut mampus 'kan gue jadinya."
"Itu bukan punya gue, pernah beli aja enggak, sumpah deh, Cha," balas Rangga sambil berbisik.
"Heh, kalian berdua pasti mau kabur ya?" tuding lelaki berambut kribo karena melihat Ocha dan Rangga yang tengah berbisik-bisik.
"Heh, suuzan aja." Rangga tak terima, lama-lama semuanya membuat Rangga kesal.
"Boleh konci mobilnya saya yang pegang?" pinta Pak RT, membuat Rangga menggelengkan kepalanya.
"Gak boleh," sahut Rangga singkat.
"Ye bocah, sini-sini konci mobilnya!" Semuanya langsung menyerbu Rangga untuk memaksa cowok itu memberikan kunci mobilnya.
Dengan terpaksa Rangga meletakannya di atas meja bundar yang berukuran kecil.
"Mereka jadi dinikahkan Pak RT?" tanya orang yang masih memegang senter.
Pak RT mengangguk.
"Enggak, apa-apaan saya gak terima! Main asal kawinin aja emang saya kucing apa." Rangga membantah. "Saya orang cuy, oraaang! Manusia bukan kaleng-kaleng."
Napas Rangga sudah memburu, sedangkan Ocha hanya mengangguk untuk menyemangati Rangga yang membantah semua para warga.
"Tapi kalian mau berbuat mesum di desa ini," balas lelaki paling muda.
"Mesum-mesum! Sampean kalau ngomong dijaga ya!" Rangga sudah menggebu-gebu, harga dirinya direndahkan.
"Sabar nyet, sabar." Ocha menepuk-nepuk bahu Rangga untuk meredakan emosinya.
"Lo kok santai aja sih Cha? Ini kita mau dinikahin loh, dinikahin." Rangga menyadarkan Ocha, cewek itu sepertinya sudah mengantuk.
"Oh iya ya." Ocha menggaruk keningnya yang tiba-tiba gatal. "Bapak-bapak semua nuduh tanpa bukti nih!"
"Kurang bukti apalagi, Neng? Kami semua teh sudah jadi saksi mata, ditambah benda itu ada di jaket cowok ini, pasti kalian sudah merencanakan sesuatu yang tidak-tidak."
Ocha sudah kalah telak, ia juga malas berdebat. Rasa kantuknya menyerang disaat yang tidak tepat. "Lo aja deh yang bacot, males gue." Ocha berbisik.
Rangga mendecak. "Pokoknya saya tetap nolak buat dinikahin."
"Kita bicarakan masalah ini besok pagi, sekalian hubungi orang tua mereka berdua." Pak RT mengakhiri perdebatan, ia akan mengklarifikasi semuanya besok pagi.
"Dan aturan tetap aturan, mereka berdua harus dinikahkan."
🐁🐈
Bekasi, 23Jun20.
KAMU SEDANG MEMBACA
Married with Enemy [TERBIT]
Ficção Adolescente[SEGERA TERBIT] ⚠PLAGIATOR, HUSSS ❗Beberapa part di hapus demi kepentingan penerbitan "NIKAH?" tanya Rangga dan Ocha berbarengan, keduanya saling melirik satu sama lain. "ENGGAK!" bantah keduanya tegas. Apa jadinya jika partner ribut a.k.a musuh beb...