58 // Dua Garis

6K 301 61
                                    

Saat ini degup jantung Ocha berdetak lebih cepat. Berharap hasilnya akan sesuai dengan keinginannya sekarang. Menarik napas terlebih dahulu untuk menguatkan hati jika hasilnya berlainan dengan harapannya.

Setelah dirasa sudah cukup menunggu. Ocha menggerakkan tangannya yang sedikit gemetar untuk mengambil benda kecil itu. Seketika matanya melebar saat mengetahui hasilnya.

Dua garis.

Tok. Tok. Tok.

"Cha?" panggil Rangga.

Ocha menghela napas berat, pasti cowok itu membuka pintu kamarnya menggunakan kunci cadangan lagi.

"Iya bentar, lo ngapain masuk-masuk? Mau ngintip gue, huh?" balas Ocha, sambil membungkus test pack dengan tisu lalu dimasukkan ke saku seragamnya.

"Lo keluar cepet!" perintah Rangga.

Ocha mendecak, lalu segera keluar dari kamar mandi. Pemandangan pertama yang dilihatnya adalah Rangga yang tengah berbaring di kasur miliknya, tak lupa cowok itu menampilkan cengiran lebar.

"Ngapain di situ?" tanya Ocha malas.

Rangga bangun dari rebahannya, lalu mendekati Ocha. "Gue udah bikin sarapan buat lo," katanya kemudian sambil mendaratkan kedua tangan di pundak Ocha, menuntunnya agar segera keluar dari kamar.

"Eh, ben—"

"Udah, ayo." Rangga memotong ucapan Ocha, membuatnya langsung mendengus sebal.

Mereka berdua sudah duduk di bangku ruang makan.

"Ini lo yang masak?" tanya Ocha ragu.

"Iya," jawab Rangga bangga. "Nasi goreng ati ayam khusus buat lo."

"Sejak kapan bisa masak? Bukannya lo cuma bisa makannya aja?" ledek Ocha sambil tersenyum miring.

"Jangan meremehkan chef Rangganteng, gini-gini gue bisa masak." Rangga menepuk dadanya bangga. "Masak nasi goreng, mie, telor, air."

Ocha mengibaskan tangannya di udara. "Ya, ya ... terserah lo."

"Udah cepet makan nasi goreng yang terenak se—"

"Sedunia?" tebak Ocha memotong ucapan Rangga.

"Serumah ini," lanjutnya.

"Berarti buatan gue gak enak, hah?" tanya Ocha ketus.

"Enak, sih. Tapi kalau dibandingin sama gue, ya jelas buatan gue nomor satu."

"Bodoamat." Ocha langsung menyendokkan satu suapan ke dalam mulutnya.

"Enak?" tanya Rangga.

Ocha menganggukkan kepalanya dan mengacungkan ibu jari untuk nasi goreng buatan Rangga.

Mereka berdua melanjutkan sarapan pagi dalam diam. Hingga makanan dalam piring Rangga habis lebih dulu. Selalu seperti itu. Entah cowok itu yang memang kelaparan atau Ocha yang terlalu lama mengunyah makanan.

Rangga meneguk habis segelas air putih, lalu beranjak dari duduknya.

"Gue ambil tas gue sama lo dulu."

Ocha hanya mengangguk, selagi menunggu Rangga mengambil tas. Ia buru-buru menuju ruang keluarga—menaruh test pack di laci dan segera menguncinya. Kemudian memasukkan kunci tersebut ke dalam saku seragamnya.

♥♥♥

Semenjak insiden dua bulan yang lalu, Adrian sudah tidak menampakkan dirinya lagi di SMA Cluster. Cowok itu langsung lenyap seketika, tidak ada kabar berita. Sehingga sempat menjadi gosip seantero murid atas keluarnya si pentolan sekolah.

Bahkan kejadian itu berusaha ditutup rapat oleh pihak sekolah. Pihak keluarga Ocha, sudah menuntut Adrian atas kasus penculikan dan pelecehan.

Dan soal Gladis yang pastinya sudah mengetahui masalah yang menimpa Adrian, saat itu juga langsung mendapat panggilan dari pihak sekolah. Adik kelas yang notabenenya sebagai sepupu Adrian—sangat diwanti-wanti untuk tidak membuka mulut atas kasus yang terjadi.

Kejadian yang sampai sekarang menimbulkan trauma bagi diri Ocha.

"Ocha! Lo kenapa?" Heboh Meyka dan Cara setelah dua cewek itu memasuki bilik yang ditempati Ocha.

"Sstt, berisik lo berdua."

Cara menggeser tirai, menutup bilik.

"Abis lo kenapa? Sakit? Kok tumben banget tadi ke belakang?" rentetan pertanyaan dilontarkan oleh Meyka.

Singkat kronologi, Ocha mengundurkan diri ke belakang saat pertengahan upacara.

"Gue gak papa, males berdiri aja," sahut Ocha sekenanya.

"Boong lo ya," tuding Meyka.

Ocha mendecak. "Enggak."

"Lo pucat banget," timpal Cara.

Seseorang langsung menggeser tirai—membukanya, tepat di bilik yang Ocha tempati. "Lo kenapa?" tanyanya kemudian.

Ocha hanya menggeleng.

"Lo sakit?" tanya Rangga saat melihat air muka Ocha.

Ocha menggeleng, lagi. "Gue gak papa."

"Gue anter lo balik aja, ya."

"Enggak, gue mau sekolah."

"Ini 'kan udah sekolah."

"Numpang ke UKS doang, gue juga mau ikut belajar, Ga."

"Enggak, pokoknya gue anter lo balik."

Meyka menatap kedua insan itu bergantian. Capek juga mendengar perdebatan yang tak ada habisnya itu. Lalu segera mengangkat suara. "Yaudahlah, Cha. Lo balik aja, istirahat di rumah. Muka lo pucat gitu kayak mayat hidup—aduh! Apa sih, Ra?" Kali ini atensinya beralih pada Cara.

"Jangan bilang gitu juga."

"Tapi emang bener udah kayak may—hehe." Meyka terkekeh saat mendapat pelototan cantik dari Cara.

"Udah, bener kata Rangga, lo balik aja." Cara menyetujui usul cowok itu.

Ocha menghela napas berat, lalu mengangguk pasrah.

"Heh, Rangga! Anterin sahabat gue balik dengan selamet, awas aja lo kalau macem-macem." Meyka menggerakkan tangannya ke leher, mengisyaratkan jika itu sebuah pisau.

"Berisik," sahut Rangga.

Meyka mendengus sebal. "Ish!"

Rangga pun akhirnya meminta surat izin untuk Ocha terlebih dahulu. Sebelum mereka akhirnya pergi dari sekolah menggunakan motor gede milik Rangga.

♥♥♥

Ocha menutup gerbang rumah. Mengerutkan kening saat Rangga masih belum pergi untuk kembali ke sekolah.

"Ngapain masih di situ?"

"Gue mabal aja ya," jawab Rangga.

"Apaan, enggak boleh!"

"Mumpung masih di depan rumah nih."

"Nganterin gue cuma alesan biar bisa mabal?" tanya Ocha ketus.

"Sekalian."

"Gak ada mabal-mabalan, balik ke sekolah!"

"Yaelah, Cha. Sekali-kali," pinta Rangga memelas, masih anteng duduk di motornya.

Ocha memutar bola mata malas, berbalik badan hendak memasuki rumah.

"Hari ini ada mapel MTK, Cha! Gue belum ngerjain tugas," teriak Rangga.

"Derita lo," sahut Ocha, lalu segera masuk ke dalam rumah dan mengunci pintu.

Ocha mengintip lewat jendela, memastikan jika Rangga benar-benar balik ke sekolah. Lalu senyum tipis muncul saat melihat cowok itu tetap menuruti perintahnya.

Ocha segera mengganti seragam sekolah, kemudian mengambil test pack yang tadi sempat disimpannya. Ia berniat pergi ke dokter kandungan seorang diri untuk lebih memastikan hasilnya.

🐁🐈

Bekasi, 08Des20.

Married with Enemy [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang