44 // Birthday Party (2)

3.4K 320 30
                                    

Lagi semangat nulis, banyak yang komen ehe
.
VOTE dan KOMEN part ini yaa
.
Semoga suka.
.
HAPPY READING!💞

🐁🐈

"Perlu sandaran?"

Ocha menoleh, mendapati Adrian sedang tersenyum ke arahnya. Cewek itu langsung menggerutu kesal dalam hati, kehadiran Adrian semakin membuat suasana hatinya kacau.

Ocha bergeming, malas menyahuti ucapan Adrian barusan. Lagi pula, apa maksud cowok itu? Memang sih, hatinya sedikit tergores karena sikap Rangga. Tapi 'kan ia sudah berusaha mati-matian untuk tidak mengekspresikan rasa cemburunya.

"Perlu sandaran, Cha?"

Kali ini Adrian menambahkan embel-embel nama panggilannya, meyakinkan Ocha bahwa tawaran itu ditunjukkan untuk dirinya.

"Maksud lo?" tanya Ocha.

"Ya ... Siapa tau lo lagi sedih," jelas Adrian.

Ocha mengernyit, merasa tidak suka dengan ucapan Adrian yang sok memahami hatinya sekarang.

"Oh ya? Dari mana lo bisa nyimpulin kayak gitu?" tanya Ocha sedikit geram.

Adrian mengedikkan kedua bahunya. "Ya cuma nebak aja sih."

"Lo sok tau!" sarkas Ocha.

"Justru gue yang paling tau. Gue suka lo dari lama, Cha. Dan lo jelas tau itu 'kan?"

Ocha bergeming. Karena kenyataannya memang begitu, Adrian sudah menyukainya sejak kelas sepuluh—di mana mereka dipertemukan dalam satu kelas yang sama. Tapi untungnya, saat kenaikan kelas dan pembagian kelas secara acak, Ocha tak lagi satu kelas dengan Adrian. Setidaknya dengan tidak satu kelasnya mereka, cowok itu tidak selalu menempel padanya.

"Gak bisa untuk kasih gue kesempatan?" pinta Adrian akhirnya.

"Enggak," sahut Ocha cepat.

"Rangga aja sekarang udah sama Gladis, kenapa lo gak sama gue aja?" Adrian mengedikkan dagunya ke arah dua sejoli yang baru jadian itu.

"Kenapa lo bawa-bawa nama Rangga?" tanya Ocha tak suka.

"Karena lo suka dia," jawab Adrian telak.

Ocha memberanikan diri menghadap Adrian, cewek itu sedikit mendongak karena tinggi cowok di hadapannya. Lalu Ocha menatap tajam ke arah cowok itu. "Katanya lo paling tau tentang gue, tapi kenapa malah menyimpulkan sendiri kalau gue suka Rangga?"

"Karena emang pada nyatanya gitu. Dari kelas sebelas lo selalu deket sama dia. Tapi kenapa sama gue gak bisa sedeket itu, Cha?"

Ocha tertawa sumbang. Merasa lucu dengan asumsi Adrian. Padahal dulu, Ocha memang benar-benar membenci Rangga.

"Deket dalam artian apa? Kayaknya lo gak bisa bedain antara deket sebagai musuh, dan deket karena emang bener suka, ya?" Ocha menatap nyalang Adrian. "Kalau emang lo gak bisa ngerti sama penolakan-penolakan gue. Mulai sekarang gue tegasin sama lo. Gak usah deketin gue lagi, dan jangan berharap lebih sama gue."

Ocha membuang muka. Ia mengigit bibir bawahnya, merasa menyesal atas ucapannya barusan. Adrian pasti sakit hati, tapi Ocha tidak mau kalau cowok itu terus berharap. Dan ia sendiri juga tidak akan memberi harapan palsu.

Ocha menghembuskan napas berat. "Sori, Yan. Gue gak bermaksud kayak gitu."

Adrian mengangguk patah-patah. "Kalau emang dengan cara baik gak bisa buat dapetin lo. Mungkin dengan cara lain gue pasti bisa." Lalu Adrian pergi menjauh.

Married with Enemy [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang