Ocha mengistirahatkan dirinya dengan duduk dirumput hijau samping lapangan, sehabis berlari memutari lapangan di bawah terik matahari membuatnya sangat dehidrasi.
Tangannya terulur menyeka keringat yang terus membanjiri kening, lalu dikibaskan di depan wajah untuk menambah udara segar.
"Sshh." Ocha meringis saat merasakan dingin dipipinya, ia langsung melotot saat menangkap basah pelakunya.
"Apaan sih lo semut rangrang!" kesal Ocha, ia masih tidak terima dengan insiden kemarin pagi.
Rangga menampilkan cengiran kudanya, lalu duduk di sebelah kanan Ocha. Detik selanjutnya Ocha bergeser ke kiri untuk menjaga jarak dari Rangga. "Jauh-jauh lo dari gue."
"Buat lo." Rangga melempar botol minuman ke dekat Ocha. "Gue sumbangin buat yang ga mampu."
Ocha geram sendiri, lalu melempar kembali botol minuman itu. "Ambil balik tuh, males banget gue minumnya."
Rangga terkekeh. "Malu-malu kambing segala, gue ikhlas lahir batin kok." Kemudian melempar kembali botol minuman itu kedekat Ocha. "Mumpung gue lagi baik."
Ocha mendecak sebal, "Kesambet apaan lo ngasih gue minum?" Tapi akhirnya Ocha mengambil minuman itu.
Persetanlah dengan yang namanya gengsi, yang penting tenggorokannya tidak kering kerontang. Lama juga karena harus menunggu Cara dan Meyka balik dari kantin.
"Bilang apa?" tanya Rangga sambil menaikkan sebelah alisnya.
"Sama-sama."
Rangga mendengus geli, lalu pergi tanpa meninggalkan sepatah kata lagi. Ocha tidak peduli, ia dengan cepat meneguk minuman itu tanpa ada rasa curiga.
Bhurr. Ocha menyemburkan minuman yang berada di dalam mulutnya, rasa asin sangat terasa dilidahnya.
Ngajak perang, batin Ocha. Ia langsung berdiri dan berbalik badan, lalu melempar botol minuman itu dengan sekuat tenaga, berharap agar mengenai punggung lebar cowok itu yang menjadi sasarannya saat ini.
Namun kemenangan tidak berpihak padanya, botol minuman itu meleset hingga akhirnya mendarat jauh di depan Rangga.
Refleks cowok itu menoleh ke belakang dan langsung tertawa saat melihat wajah merah Ocha yang sedang menahan kesal.
"Aha!" seru Rangga, seketika ada lampu khayalan yang menyala menandakan ide jail kembali muncul.
Cowok itu mengepakan kedua tangannya untuk meniru gaya ayam yang sedang mengepakan sayapnya, pinggulnya ia gerakkan ke kiri dan kanan. Ditambah lidahnya yang menjulur panjang keluar.
Ocha yang melihat itu semakin tersulut emosi, Rangga itu benar-benar menyebalkan sampai ke tulang sumsum. Spesies satu itu memang harus dimusnahkan.
Setelah puas meledek Ocha, Rangga pun langsung enyah. Ia tak akan melepaskan mangsanya begitu saja, akan Ocha kejar sampai ke ujung dunia sekalipun.
"Cha, lo mau ke mana?" tanya Meyka yang baru saja datang dari kantin bersama Cara.
Tanpa menjawab pertanyaan sahabatnya terlebih dahulu, Ocha langsung merenggut minuman yang ada ditangan Meyka dan meneguknya habis.
Lupakan sebentar untuk mengejar Rangga, yang penting rasa asin dimulutnya cepat hilang.
"Lo kenapa sih, Cha?" kali ini Cara yang bertanya.
"Emang setan nih si Rangga, masa dia ngasih gue minuman yang udah dicampurin garam," cerita Ocha menggebu-gebu. "Minta gue hajar."
"Eh eh, sabar jangan emosi," tahan Meyka.
"Kesel gue Mey, dia gak bisa hidup kali ya tanpa ngejailin gue," cerocos Ocha.
"Kalau lo ngehajar si Rangga, nanti imbasnya ke lo juga, mau emang di skors lagi? Nanti yang ada lo diomelin abis-abisan sama Bang Satria," peringat Cara.
Amarah Ocha sedikit mereda saat Cara menyebut nama Abang tercintanya. Pasalnya, jika Abangnya marah, cowok yang umurnya lebih tua enam tahun darinya itu pasti akan menunjukkan sikap ganas luar biasa kalau menyangkut tentang dirinya yang dipikir selalu membuat ulah.
"Dendam kesumat gue sama si semut rangrang, dasar kuda!" cerocosnya tanpa henti.
"Jadi yang bener semut rangrang atau kuda?" tanya Meyka asal.
Ocha mendengus kesal. "Mau semut rangrang, kuda, ayam, panda, lumba-lumba, terserah gue deh pokoknya."
"Oh gitu ya." Meyka mengangguk tanda mengerti. "Co cuit banget pake nama-nama hewan gitu."
"Co cuit pala lo peang," celetuk Ocha sekenanya.
"Lagian pertanyaan lo gak penting banget sih Mey," kata Cara tak lagi heran. Meyka itu memang rada-rada tulalit, jadi Cara sedikit memakluminya.
"Gaes, pokoknya gue mau bales si ayam." Ocha berkata dengan semangat empat lima.
Meyka tercengang. "Ayam sia-"
"Rangga," potong Cara cepat.
"Oh, gue setuju," kata Meyka sambil mengedipkan sebelah matanya. "Ayo, kita bales si ayam!"
"Kenapa jadi ikutan manggil ayam?" tanya Cara yang jadi ikutan tulalit.
Meyka terkekeh. "Kan biar misi bales dendamnya gak ketauan sama orang."
"Pinter juga lo, tumben," puji Cara.
"Iya dong," sahut Meyka bangga.
Ocha dan Cara memutar bola mata malas, berbarengan. "Terus lo mau bales apa, Cha?" tanya Cara.
Ocha tersenyum jahil, lalu membisikkan misi balas dendamnya kepada Meyka dan Cara, yang sudah pasti bersedia membantunya.
🐁🐈
KAMU SEDANG MEMBACA
Married with Enemy [TERBIT]
Teenfikce[SEGERA TERBIT] ⚠PLAGIATOR, HUSSS ❗Beberapa part di hapus demi kepentingan penerbitan "NIKAH?" tanya Rangga dan Ocha berbarengan, keduanya saling melirik satu sama lain. "ENGGAK!" bantah keduanya tegas. Apa jadinya jika partner ribut a.k.a musuh beb...