Now Playing: Rixton - Beautiful Excuses
"Arthur!" pekik Jennifer terkejut melihat Arthur yang tersungkur di bawah kakinya.
Begitu Arthur menolehkan kepalanya, Jennifer dapat melihat sudut bibir pria itu robek dan mengeluarkan darah. Jennifer hendak menolongnya, namun tiba-tiba saja seorang pria sudah mendahuluinya dan meninju wajah Arthur dengan bengis. Bahkan, Arthur tidak mempunyai kesempatan untuk membalas.
Jennifer kebingungan. Ia bisa melihat Robert yang terus meninju wajah Arthur tanpa berniat untuk berhenti. Rahang pria itu mengeras. Sorot mata tajamnya membuat Jennifer ketakutan.
"APA. YANG. KAU. LAKUKAN. PADA. KEKASIHKU. BRENGSEK!" seru Robert—beriringan dengan tinjuannya pada wajah Arthur.
"Robert, stop! Stop it!" jennifer berusaha menarik Robert dari atas tubuh Arthur. Tangisnya pecah. Namun, Robert tak kunjung berhenti.
Dengan pasrah, Arthur menerima pukulan demi pukulan dari Robert. Wajahnya sudah terasa mati rasa. Ia berpikir mungkin kini wajahnya sudah dalam kondisi berlumuran darah dan membengkak. Robert seolah seperti pria yang kerasukan.
"STOOOP!"
Jennifer berusaha menarik Robert kembali, namun yang ia dapatkan hanyalah tepisan lengan Robert hingga ia terjungkal ke belakang. Ia meringis kesakitan begitu pantatnya mendarat dengan keras di lantai. Tubuhnya lemas. Ia hanya bisa menutup mulutnya—menangis kesakitan melihat Arthur yang sudah tak berdaya.
Tak lama, Robert menghentikan pukulannya. Dadanya bergerak naik turun dengan napas yang memburu. Sorot matanya masih terlihat menakutkan. Ia menatap Arthur di bawahnya dengan tatapan puas.
Sementara Arthur, setidaknya ia bisa bernapas sedikit lega saat ini. Perlahan, ia membuka kedua matanya walau terasa sakit. Sudut matanya membengkak. Ia menatap Robert, berdecih. Mulutnya mengeluarkan darah. Tak hanya itu, tubuhnya yang lemas membuatnya tak mampu mengeluarkan sepatah kalimat lagi.
Di belakang Robert, jennifer menghentikan tangisnya. Ia melirik Arthur yang kini tengah mengatur napasnya. Arthur tampak kacau. lebih kacau dari dirinya yang hanya mendapat goresan luka akibat cakaran kuku Emily dan lucy.
Arthur menoleh sedikit pada jennifer. Tersenyum kecil, ia memberi sinyal tangan yang membentuk 'OK' dan berkata, "I'm ok, Jenny," dengan susah payah.
Jennifer sedikit kesal karena bisa-bisanya Arthur tersenyum padanya dan mengatakan jika ia baik-baik saja, sementara jennifer bisa melihat jika Arthur benar-benar tidak baik-baik saja. hal itu malah membuat jennifer kembali mengurai air mata dan merutuk Arthur di dalam hatinya.
Robert mendengus, kemudian membungkuk dan menjepit dagu Arthur dengan jarinya. "Ya. Aku yang mengundang Emily dan lucy kemari. Ini semua ulahku. Akan kupastikan ciuman busukmu itu tidak akan berarti apapun pada Jennifer." Desis Robert di depan wajahnya. Arthur hanya menatap Robert dengan kening mengerut.
Robert berdiri—merapikan jasnya sebelum tersenyum miring melihat Arthur yang berusaha untuk bangun dan terduduk.
"See? Sudah kubilang untuk menjaga jarak atau kejadian ini akan terulang lagi. Bahkan, aku tidak akan menjamin apa kau masih bisa duduk di kursi kerjamu." Ancam Robert.
Robert berbalik, menarik jennifer berdiri dengan paksa tanpa memedulikan jennifer yang menangis dan kesakitan. Tangannya mencekal lengan jennifer dengan erat. Jennifer buru-buru menghentikan tangisnya. Tapi, lagi-lagi ia merasa kesakitan. Hatinya sakit melihat sisi lain dari Robert saat ini. Pria itu tidak bersikap lembut lagi padanya.
Arthur berhasil mendudukkan dirinya pada sofa dan langsung menyenderkan kepalanya dengan lemah. Ia melirik pada jennifer dan Robert, ingin mengatakan sesuatu pada jennifer sebelum Robert membawanya pergi.
KAMU SEDANG MEMBACA
The King's Owner (COMPLETED)
Romance#the Heirs Series (2nd) Raja Arthur. Bukan, ini bukan kisah dimana kita akan membahas sejarah kerajaan inggris pada masa kekuasaan raja Arthur. Arthur, bukanlah sekedar nama bagi wanita cantik kelahiran Inggris ini. Tak ada yang menyangka jika Arthu...