Now Playing: Hearts and Colors - For The Love
9TH March Saturday, 10.10 A.M. Victoria, Seychelles, Desroches Private Island.
Jennifer merasa aneh saat Arthur masih terus memandanginya dengan tatapan tak terbacanya. Kemudian, ia berdeham. Seolah ia sendiri juga membuat dirinya sendiri nyaman di depan Arthur yang masih memandanginya dengan tatapan tak terbacanya itu.
"Apa kau akan terus diam memandangiku begitu? Ayolah, aku sudah pegal-pegal berdiri seperti ini." Protes Jennifer kemudian.
Jujur saja, saat ini Jennifer merasa salah tingkah sendiri. Jika saja Arthur bisa melihat dan lebih peka bagaimana ia berdiri dengan malu-malu saat ini. Sangat menyebalkan. Apa Arthur terlalu terkejut melihatnya.
"Kau—kau tidak—merindukan—ku?" tanya Jennifer malu-malu. Ah, rasanya ia ingin langsung menyelam ke laut saja sekarang juga. Arthur benar-benar hanya terdiam dan menatapnya seolah-olah ia bertemu dengan hantu.
Mendengar suara manis Jennifer lagi membuat jantung Arthur kembali berdegup tak beraturan. Katakan ia berlebihan, tapi ia sangat merasa lega sekaligus meleleh karena Jennifer. Apa jennifer baru saja merayunya? Dengan tingkah malu-malunya? Satu hal lain yang Arthur temui dari seorang Jennifer.
Tanpa Arthur sadari, ia tersenyum lega dengan air mata yang sudah keluar dari pelupuk matanya. Ia tak mampu menahannya lagi. Ia begitu senang ketika melihat jennifer saat ini. Ia masih tak mampu mengeluarkan sepatah katapun, kecuali berlari menuju lautan seraya berteriak sepenuh tenaga.
Jennifer merasa bingung dan terkejut melihat reaksi Arthur yang di luar dugaannya itu. Ia kira, ia harus mengeluarkan berbagai macam rayuan sampai harus mengejarnya untuk membuat Arthur kembali padanya. Tapi, sepertinya tidak perlu.
Edric, Justin, Dennis, Felix, dan Roxanne setengah berlari menghampiri Jennifer ketika mereka mendengar sebuah teriakan. Dari arah lain, Aaron juga muncul karena melihat beberapa orang yang berlarian menghampiri adiknya.
"Is he okay? Bagaimana? Apa yang kau katakan padanya? Kenapa Arthur begini? Ada apa dengannya?" serbu Roxanne dengan pertanyaannya. Jennifer ikut merasa kebingungan sekaligus kelabakan.
"Aku—aku tidak tahu. Aku hanya mengatakan apa yang ingin kukatakan. Bahkan reaksinya juga di luar dugaanku. Dia bahkan—menangis?" Jennifer masih mengingat bagaimana reaksi awal Arthur tadi.
"Damn. Aku sudah sempat mengira dia menolakmu." Sahut Aaron yang kemudian mendapatkan pukulan ringan dari jennifer di lengannya.
"Dia tidak akan bunuh diri di sini, kan?" Dennis tampak mulai bercanda, membuat Roxanne menoleh cepat pada pria itu.
"Dennis, jangan bercanda berlebihan." Roxanne mencoba memperingati Dennis yang berpikiran aneh-aneh.
"What?" dan seperti biasa, Dennis menampakkan wajah tak berdosanya.
"Lebih baik kau hampiri saja dia, Jennifer. Kami rasa kami sudah tidak bisa mengobatinya lagi saat ini. Kami sudah kehabisan akal." Ucap Edric yang kemudian berjalan kembali menuju bar dan disusul oleh teman-teman lainnya.
Jennifer menggigit bibir bawahnya. Kali ini, ia sendiri yang merasa ragu dan tidak percaya diri. Berbeda dengan sikapnya di awal tadi.
Arthur kembali menghampiri Jennifer dengan senyum yang terukir jelas di wajah tampannya. Jennifer bisa merasakan kebahagiaan Arthur saat ini. Membuatnya ikut tersenyum dan tanpa sadar melangkahkan kakinya mendekati Arthur.
Buru-buru Arthur menarik Jennifer ke dalam dekapannya. Ia benar-benar bersyukur ia bisa bertemu dengan Jennifer, bahkan tanpa sadar ketakutannya sirna begitu saja. ia hanya merasakan rasa kekosongannya selama ini telah kembali terisi hanya dengan memeluk Jennifer seperti saat ini.
"You came. You came to me." Bisik Arthur mengeratkan pelukannya. Jennifer membalas pelukan hangat itu.
Di dalam pelukan Arthur, jennifer menganggukkan kepalanya.
"Damn. Kau tidak tahu bagaimana aku tanpamu hampir sebulan ini. Aku—aku sangat menyesal dengan perkataanku saat itu, Jenny." Arthur melepas pelukannya kemudian menatap Jennifer lekat. Sementara jennifer hanya terdiam dan tersenyum simpul, mendengarkan apa yang Arthur akan katakan selanjutnya.
"Aku sangat menyesalinya, Jennifer. Aku tahu seharusnya aku bisa lebih tenang dan tidak terbawa emosi. Aku—aku tidak tahu lagi apa yang ingin kukatakan padamu. Aku—"
Sebelum Arthur sempat menyelesaikan rentetan kalimat selanjutnya, Jennifer sudah mencium bibir Arthur cepat dan membuat Arthur terdiam di tempatnya.
"Diamlah. Mereka bohong. Apanya yang berubah, kau malah semakin cerewet begini." Ucap Jennifer mengalihkan pembicaraan dan berdeham menahan malu.
Arthur mengerutkan keningnya. "Mereka?"
Merasa seharusnya tidak seharusnya ia mengatakannya sekarang, Jennifer mengatupkan bibirnya rapat-rapat.
"Well, it's a long story." Jawab Jennifer kemudian.
Arthur terkekeh. "Kita memang punya banyak hal untuk diceritakan."
Jennifer tersenyum seraya menganggukkan kepalanya berkali-kali. Oh, ia senang bisa melihat Arthur tersenyum seperti ini. Rasanya sudah lama sekali. Menyadari mereka telalu lekat dengan Arthur yang tidak memakai baju atasannya seperti ini, sebenarnya membuat Jennifer malu sekaligus aneh. Ia berdeham dan cepat-cepat melepas pelukannya dari Arthur.
"Sebaiknya—sebaiknya, kita kembali saja sekarang." Ucap Jennifer malu. Arthur yang menyadarinya hanya mengangkat kedua alisnya dan terkekeh. Tapi, bukannya menjauh, ia malah merangkul pundak Jennifer dan mengajaknya berjalan bersama.
***
END OF CHAPTER 65***
Don't forget to press the ⭐️ button and comment as many as you can📩
Follow my instagram:
iamvee29
aviorfwMuch love,
VieVie🌙
KAMU SEDANG MEMBACA
The King's Owner (COMPLETED)
Romansa#the Heirs Series (2nd) Raja Arthur. Bukan, ini bukan kisah dimana kita akan membahas sejarah kerajaan inggris pada masa kekuasaan raja Arthur. Arthur, bukanlah sekedar nama bagi wanita cantik kelahiran Inggris ini. Tak ada yang menyangka jika Arthu...