55. The King's Owner: A Decision

545 38 0
                                    

Now Playing: Michele Morrone - Hard For Me


17th February Sunday, 4.50 P.M. Everton's Family Mansion, Cambridge, UK.

    Arthur berdiri menyiapkan diri di depan pintu kayu besar mansion keluarga Everton. Ia sudah memutuskan ia akan menceritakan semua kesalahpahaman yang terjadi pada keluarga Everton, setidaknya begitu. Ia tahu jennifer tidak akan mendengarkannya setelah kejadian kemarin, jadi untuk saat ini ia akan memberitahu pada kedua orang tua Jennifer, sekaligus Tuan Andrew, karena beliau adalah rekan kerjanya. Mau bagaimana pun, demi pekerjaan, Arthur harus membangun hubungan yang baik dengan beliau.

    Seorang kepala pelayan membuka pintu besar itu setelah Arthur menekan tombol bel pintu di samping. Dengan keyakinannya, Arthur melangkah memasuki ruang tengah dimana Tuan Andrew bersama istrinya sudah menunggu kedatangannya. Arthur memberi salam kepada keduanya dan duduk di seberang mereka.

    Arthur menghela napasnya pelan. Dari tempat ia duduk, ia dapat melihat Aaron yang berdiri bersandar pada tangga di sampingnya dan tersenyum seolah memberi semangat pada Arthur.

    "Saya tahu, kedatangan saya kesini mungkin membuat semua orang di sini terkejut. Mengingat perlakuan saya yang membuat Jennifer bersedih sampai saat ini. Sebagai pria, saya hanya ingin bertanggung jawab atas perlakuan saya yang telah membuat jennifer mengalami hal menyakitkan ini. Saya hanya berharap kalian semua bisa memaafkan saya dan mendengar sedikit penjelasan saya mengenai kejadian memalukan itu." Jelas Arthur dengan begitu formal.

    Darius beserta istrinya hanya menganggukkan kepalanya dan tersenyum lembut. Merasa mendapatkan persetujuan untuk berbicara, Arthur kembali membuka suara dan mengalirlah ceritanya, dimana ia dijebak oleh Robert beserta musuh bebuyutan Jennifer yang ingin menjauhkan Arthur dari Jennifer. Namun, Arthur merasa ia tidak perlu menjelaskan mengenai kejadian semalam, karena masalah itu hanya mengangkut dirinya dengan jennifer dan ia merasa ia sendiri yang harus membicarakannya pada jennifer secara langsung.

    Arthur mendapat berbagai respon dari Tn. Andrew maupun Erica. Awalnya, mereka berdua ikut terkejut mengenai beberapa hal tentang Robert—saat Arthur mengatakan Robert terobsesi dengan jennifer—bahkan, tampak jelas raut cemas dari kedua orang tua Jennifer itu.

    Darius menghela napasnya. "Aku bahkan merasa seperti ayah yang kurang peka dengan putriku sendiri." Sesalnya pilu. Erica tersenyum lembut dan mengusap lengan suaminya pelan.

    "Dia sudah dewasa, sayang. Dan baginya, kau tetap ayah yang hebat. Jenny hanya terlalu polos tentang semua ini." Sahut sang istri.

    "Kau benar." balas Darius menyetujui. Kemudian, ia menoleh pada Arthur dan menghela napas kembali.

    "Maafkan kami, Arthur. Sepertinya, kami memang tidak bisa berbuat apapun di sini. Sejak kemarin, ia terus mengurung diri di kamarnya. Bahkan, tiba-tiba saja ia tidak ingin siapapun mendatangi kamarnya, termasuk Robert." Ucap Darius menyesal.

    Arthur terkesiap mendengar bagaimana kondisi Jennifer saat ini. Lagi-lagi, rasa bersalah itu mendatanginya dan ingin sekali rasanya ia mendatangi Jennifer dan bersujud di depannya. Memohon permintaan maaf dan memberi jennifer secercah cahaya harapan kembali, seperti dulu. Tapi, kali ini, rasanya ia tidak akan mendapatkan kesempatan itu kembali dari jennifer.

    "Aku benar-benar menyakitinya." Gumam Arthur.

    Tiba-tiba, Aaron datang dan berdiri di samping sofa di tempat Arthur duduk. Kedua tangannya ia masukkan ke dalam saku celana kainnya dan menatap Arthur.

    "Sebaiknya, biarkan dia sendiri dulu. Aku yakin, cepat atau lambat dia akan melupakan masalahnya. Kau tahu, kan, dia wanita yang hebat." Kata Aaron, seolah memberi semangat pada Arthur.

    Arthur menghela napasnya, menundukkan kepalanya, dan bergumam. "Aku harap begitu."

    Kembali menarik kesadarannya, Arthur mendongak dan menatap Aaron.

    "Bisakah kau sampaikan salamku untuknya? Aku takut aku hanya bisa mengucapkannya saat ini saja." Dengan miris, Arthur menunjukkan senyum terbaiknya pada Aaron, dan berdiri dari sofa.

    "Apa kau akan pergi ke suatu tempat, Arthur?" tanya Erica kemudian. Arthur menoleh.

    "Ya, rencananya aku memang akan kembali ke Paris waktu dekat ini. Tapi, sepertinya aku harus kembali sekarang." Jawab Arthur, tersenyum simpul.

    Erica berdiri dari sofa panjangnya dan menghampiri Arthur. Memberinya pelukan, dan berkata, "Maafkan kami karena tidak bisa membantu lebih banyak. Tapi, kami sangat berterima kasih karena kau sudah memberi tahu semuanya pada kami. Kami akan selalu mendoakan yang terbaik dan juga mendukungmu." Kemudian tersenyum lembut.

    "Tidak. Ini semua salahku sejak awal. Seharusnya, aku tidak mengganggu kehidupan Jennifer sejak awal." Sesal Arthur, lagi.

    Aaron berdecih, merasa tidak suka saat mendengar Arthur terus menyalahkan dirinya dan menunjukkan sikap lemahnya lagi.

    "Hei, sudahlah. Tidak perlu menyalahkan dirimu begitu. Kita semua tahu ini semua ulah Robert sialan itu. Ah, hubungi aku saat kau sudah akan pergi ke bandara. Mungkin aku bisa menemanimu sebelum kembali ke Paris." Seru Aaron ramah seraya menepuk bahu Arthur beberapa kali.

    Arthur tersenyum membalas. "Tentu."

*****

17th February Sunday, 9.02 P.M. Robert's House, London, UK.

    Robert memandangi pemandangan malam dari jendela besar kamar seraya menyesap winenya. Menikmati kesunyian di malam hari. Namun, hal itu tak lama karena tiba-tiba saja seseorang mengetuk pintu kamarnya. Setelah Robert menjawabnya, ia masuk dan menunduk hormat pada Robert yang memunggunginya.

    "Kami mendengar kabar jika Tuan Arthur akan kembali ke Paris dalam beberapa hari lagi, Tuan." Ucap pria yang merupakan kaki tangan Robert.

    Robert tersenyum miring. "Bagus. Jika jennifer tidak ingin siapapun mendatanginya, setidaknya Arthur harus menjauh dari jangkauan keluarga Everton."

    "Lalu, bagaimana dengan Nona Jennifer sendiri, Tuan?"

    Robert berbalik, melangkah menuju sebuah meja kecil, kemudian meletakkan gelas winenya di sana. Menatap pria kaki tangannya, Robert memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana piyamanya—masih dengan senyum miringnya, seolah merasa kemenangan sudah berada di tangannya.

    "Itu urusanku. Satu-satunya penghalangku adalah dinding keluarganya. Aku hanya harus meminta kepastian mereka untuk menikahi Jennifer secepatnya."

***
END OF CHAPTER 55

***END OF CHAPTER 55

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Don't forget to press the ⭐️ button and comment as many as you can📩
Follow my instagram:
iamvee29
aviorfw

Much love,
VieVie🌙

The King's Owner (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang