🎭 • 6

389 40 4
                                    

Hai selamat datang di cerita Topeng part keenam

Pastikan kalian sudah berada di posisi ternyaman, nyalakan lagu kesukaan kalian, siapkan cemilan serta minuman kesukaan kalian
Dan mulailah membaca dan meng-halu

SELAMAT MENIKMATI CERITA

🎭

Plak

Suara tersebut melengking dengan kerasnya hingga menggema ke seluruh penjuru ruangan. Membuat pipi yang kena tampar menjadi berwarna merah dengan cap telapak tangan terpampang jelas. 

Rasanya perih sekali hingga air mata pun mengalir dari pelupuk matanya.

"Puas kamu sekarang?! Kamu sudah mempermalukan Papa di hadapan Om Victor dan Tante Alina!!" teriak Harrie dengan kemarahan yang tidak dapat dibendung lagi.

"Lihat mata Papa Salsha!!" 

Teriakan Harrie seketika membuat mata Salsha yang merah dan basah menatapnya dengan tatapan setajam silet. Kedua iris mata Harrie perlahan mulai menusuk iris coklat cerah Salsha yang juga menatapnya dengan tatapan penuh kebencian.

"Apa  salahnya sih kamu menuruti apa kata Papa?!"

"Salah Pa!! Papa tau? Apa yang Papa ucapkan itu bukan permintaan, tapi pemaksaan! Papa mikir gak gimana perasaan aku?! Aku yang selama ini cuma bisa mengangguk kalau Papa memerintah, aku yang selama ini cuma sanggup bilang 'iya' tanpa penolakan. Katakan Pa, berapa kali lagi Salsha harus menjadi boneka Papa kayak gini?!" 

Tubuh Salsha merosot ke lantai bersamaan dengan selesainya kalimat menyakitkan yang terpaksa ia utarakan kepada Harrie. Isak tangis kini mulai terdengar jelas membuat Salsha harus menutup wajahnya dengan kedua tangan. Walau bagaimana pun, Salsha tetap merasa berdosa karena telah berani mengatakan hal seperti itu pada papanya.

Seketika semua memori masa kecilnya berputar kembali. Dimana semuanya masih baik-baik saja. Masih ada mamanya, masih ada papanya dan masih ada dirinya yang senantiasa tersenyum untuk dunia. Masih ada keluarga kecil bahagia yang tinggal di sebuah rumah sederhana yang perlahan berubah menjadi rumah sebesar sekarang berkat kerja keras papanya.

Hingga sang papa tiba-tiba menghempas keberadaan mamanya dan berusaha memisahkan dirinya dari sang mama. Diusia 6 tahun, dirinya harus siap dengan sikap semena-mena papanya yang semakin hari semakin tidak terkontrol. Diusia 6 tahun, dirinya perlahan dibuat memendam rasa benci yang teramat sangat pada Harrie hingga kini tumbuh menjadi sebuah dendam yang besar.

Hati Harrie sedikit tercubit menatap kondisi putri semata wayangnya sekarang. Salsha nampak masih asik terisak sambil terduduk di lantai. Harrie menatap tangan kanannya. Tangan yang baru saja menampar pipi lembut gadis yang selama ini ia besarkan hanya dengan harta. Tangan bejat yang selama ini tidak pernah sekalipun mengelus puncak kepala putrinya. Ingin rasanya kedua tangan Harrie merentang kemudian memeluk erat tubuh Salsha yang rapuh dan haus akan kasih sayang.

Namun, yang Harrie lakukan malah meninggalkan Salsha di dalam kamarnya tanpa sepatah kata. Sementara Salsha yang mendengar langkah kaki keluar dari kamar segera membuka kembali kedua tangannya hingga wajahnya yang sudah basah pun terlihat dengan pipi yang kini berwarna merah keunguan.

Gadis itu nampak tersenyum miring kemudian tangan kanannya meraih bingkai foto berukuran sedang berbentuk hati yang di dalamnya terdapat foto dirinya serta kedua orang tuanya lalu melemparnya ke lantai hingga kaca bagian depan bingkai itu pecah dan melukai jari kakinya. Dibiarkannya darah itu terus menetes bersamaan dengan air matanya yang terus mengalir tanpa henti.

TOPENG [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang