🎭 • 17

340 40 8
                                    

Hai selamat datang di cerita Topeng part ketujuh belas

Gimana nih kabarnya?
Maaf ya updatenya malem lagi
Dan maaf updatenya telat
Harusnya kemarin hehe
Cuma kemarin aku ada urusan jadi belum bisa update
But sekarang aku update hiya hiya
Mari ramaikan

Yuk langsung ke ceritanya

SELAMAT MENIKMATI CERITA

🎭

"Mama gue kritis, Bal. Cuma Mama yang gue punya di dunia ini! Dan Mama alasan gue tetap hidup dan sekolah seperti sekarang!" Kilatan kemarahan dari kedua iris coklat Sasya membuat Iqbaal bungkam. Hari ini, Iqbaal tau. Dibalik kepintaran dan sifat cuek Sasya, ada jiwa yang begitu rapuh dan bisa tumbang kapan saja jika sudah tidak kuat.

Untuk itulah gue ada untuk lo, Sya

"Permisi, Dek. Ibu Sinta sekarang berada di ruang ICU," ujar sang suster yang tadi Sasya tanya.

"Terima kasih, sus," ucap Iqbaal mewakili Sasya karena gadis itu kini sudah berjalan cepat menuju ICU meninggalkan dirinya.

Iqbaal lalu berlari kecil menyusul langkah Sasya yang nampak sudah sedikit jauh darinya hingga kedua kaki Iqbaal sampai di depan ruang ICU dengan Sasya yang mondar-mandir karena khawatir.

"Tenang, Sya. Mending duduk dulu," ucap Iqbaal sembari menarik pelan tangan Sasya untuk duduk di bangku tunggu, sementara Sasya yang sudah lelah karena panik pun hanya bisa menurut dan duduk di sebelah Iqbaal.

Gadis ber-sweater pink itu duduk tanpa sepatah kata dengan kaki yang sejak tadi bergerak gelisah membuat Iqbaal sedikit iba. Tangan Iqbaal terjulur untuk menepuk beberapa kali pundak Sasya, berharap dapat menghantarkan sedikit ketenangan agar gadis itu tidak terlalu panik.

"Mau gue beliin minum gak?"

Sasya menoleh lalu tersenyum tipis. "Boleh. Nanti gue pasti ganti uang lo."

"Tunggu sebentar ya." Iqbaal lalu beranjak dari duduk dan berjalan menjauh dari ruang ICU menuju kantin rumah sakit sementara Sasya hanya bisa memandangi punggung tegap milik Iqbaal yang perlahan menghilang ditelan tikungan. 

Dilihat dari gerak gerik laki-laki itu, jelas sekali Iqbaal sangat peduli padanya dan itu membuat hati Sasya sedikit menghangat. Setidaknya saat dirinya sendiri di rumah, akan selalu ada Iqbaal yang mengajaknya bertukar pesan atau sekedar keluar untuk jalan-jalan di taman dekat rumah Sasya. Laki-laki itu juga tak pernah lelah untuk mengajaknya ke sekolah bareng namun dengan tegas Sasya tolak karena tidak mau membuat Ananta gempar.

Saking asiknya melamun, Sasya jadi tidak sadar kalau Iqbaal sudah duduk di sebelahnya lagi sambil mengamati Sasya yang masih asik dengan alam bawah sadarnya.

"Sya," panggil Iqbaal sambil menepuk kecil pundak Sasya, membuat gadis itu tersentak lalu menoleh.

"Ini minum lo." Iqbaal menyodorkan sebotol air mineral dingin pada Sasya, membuat gadis itu segera mengambil alih botol tersebut dari tangan Iqbaal. Lalu ia nampak merogoh sesuatu dari dalam ransel pink miliknya kemudian menarik satu lembar uang sepuluh ribu keluar kemudian menyodorkannya ke arah Iqbaal. Setidaknya dia tidak ingin punya hutang dengan laki-laki di sebelahnya.

"Gak usah, Sya. Santai aja sama gue." Iqbaal mendorong kembali uang sepuluh ribu itu ke pemiliknya. Namun Sasya kembali mendorong uang itu ke hadapan Iqbaal.

"Gue gak mau punya hutang sama lo," ucap Sasya dengan kepala yang entah kenapa perlahan menunduk. Dirinya merasa kurang pantas bertatap mata dengan iris hitam cerah milik Iqbaal yang selalu menawan bagi siapapun yang melihatnya.

TOPENG [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang